DUKA PAK ABDURAHMAN SI PENJUAL KORAN

Sahabatku...sekali waktu, cobalah kita perhatikan tubuh kita yg terlihat dari ujung rambut hingga ujung kaki, betapa sempurnanya Allah menciptakan kita. Andai salah satu saja bagian tubuh kita tidak ada, betapa rumitnya hidup yang akan kita hadapi kendati pun kita tetap mampu bertahan hidup tanpa salah satu bagian tubuh kita. Bersyukur kita yang diberi anugerah oleb Allah dengan anggota badan yang lengkap. Bersyukur kita yang diberi Allah dengan rizki lebih. Bersyukur kita kepada Allh yang memberi pekerjaan yang baik. Tapi tidak untuk Pak Abdurahman. Segala keterbatasan telah menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari, akibat dari kanker yang dideritanya beliau harus rela kehilangan hidung. Penghasilannya sebagai seorang penjual koran di pompa bensin di daerah Kasablanka, Jakarta Selatan hanya cukup untuk sekedar makan sehari-hari. Namun demikian, dengan segala keterbatasannya itu tidak menjadikan Pak Abdurahman mempunyai niat untuk menjadi pengemis atau peminta-minta. Tidak.! Baginya bekerja adalah wajib hukumnya. Tak peduli berapapun riski yang didapatkan. Bersyukur karena ia sering mendapatkan uang lebih dari mereka yang membeli koran dan merelakan uang kembalian. Namun begitu menjelang lebaran ini Pak Abdurahman berharap dapat membelikan baju baru dan ketupat lebaran buat keluarganya. Syukur-syukur ada uang lebih untuk ia bisa kembali berobat. Hidungnya yang sumbing dan hanya ditutup dengan plester membuat orang menjadi tidak tega untuk memandangnya. Sahabat..yuk lakukan kabaikan meskipun orang lain tak membalasnya dengan hal serupa. Kita niatkan segala kabaikan hanya untuk menggapai ridho Allah semata. Untuk sahabat yang Allah lebihkan rezekinya, silakan bila ingin membantu bisa transfer melalu rekening milik pengelola Musholla BCA UBKK Wisma Pondok Indah No. 035-611 2622 atas nama Eko Supriyanto. Dalam salah satu foto Pak Abdurahman berdampingan dengan Sdr. Arief Fauzi (Benzo), salah seorang aktifis di komunitas Pengajian Al`Quran Learning Musholla BCA UBKK Wisma Pondok Indah, Jakarta Selatan. Contact Person: 0816811330 (joko) atau 08990773322 (eko) MULIA KITA DENGAN MEMBERI, ABADIKAN HARTA KITA DENGAN SEDEKAH, TAK AKAN JATUH MISKIN ORANG YANG BERSEDEKAH, DAN TAK AKAN TAMBAH KAYA ORANG YANG MENAHAN HARTANYA RAMADHAN, SAATNYA MENGUMPULKAN BEKAL BUKAN MENAMBAH BEBAN, AYO KITA BORONG SELURUH AMAL SHOLEH DI BULAN MULIA INI Sekecil apapun bantuan Anda sangat berarti buat pak Abdurahman, semoga kerelaan Anda akan meringankan beban penderitaanNya

Rabu, 29 Desember 2010

GARUDA Pantas Jaya

(Lagu: Garuda Pancasila)


GARUDA pantas jaya
Aku tetap mendukungmu
Patriot bangsa ini
Teruslah berjuang TIMNASku

Timnas menang kita pun senang
Timnas kalah kita tak lelah
Tetap kan mendukungmu
Ayo maju maju
Ayo maju maju
Ayo maju maju

Oleh: Joko Suseno
(http://jurnaljokosuseno.blogspot.com)

Rabu, 27 Oktober 2010

Aku Ingin Mati Seperti Mbah Marijan

Hari ini ada berita bahwa Mbah Marijan atau nama lengkapnya Mas Penewu Surakso Hargo ditemukan meninggal dunia dalam posisi bersujud.

Mbah Marijan yang dikenal luas sebagai juru kunci atau penjaga Gunung Merapi, gunung paling aktif di dunia yang terlelak di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah ini, meninggalkan banyak kisah menarik, ini kalau ingin menghindari kata kontroversial.

Terlepas dari apa dan siapa Mbah Marijan ini, posisi sujud saat beliau wafat ini yang lebih menarik perhatianku.

Andai, ini hanya andai, aku bisa memilih waktu dan kondisi saat meninggal, maka aku mau mati dalam kondisi sujud di akhir sholat subuh, pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, dan saat itu adalah lailatul qodar. Indah nian bukan?

Jangan sampai aku mati, amit-amit, saat berdua dengan perempuan bukan muhrim, di dalam mobil di Ancol atau di hotel. Atau mati saat di penjara karena kasus korupsi. Atau mati disambar petir. Atau karena kecemplung di septic tank. Atau karena menelan manggis dan nyangkut di tenggorokan. Kejadian yang terakhir ini sebenarnya pernah aku alami dan tidak ingin-ingin lagi.

Ini hanya andai. Seandainya. Karena kita semua tahu bahwa tidak seorangpun bisa memilih cara mati, kapan mau mati, atau bagaimana posisi kita ketika mati. Yang bisa kita lakukan adalah sebisa mungkin menghindari berbuat maksiat, sehingga kita akan terhindar dari mati dalam kondisi sedang berbuat maksiat. Setuju kan kawan?

Innalillahi wa innailaihi roji’un.
Semoga Mbah Marijan dan teman-teman jurnalis serta semua korban bencana, baik bencana letusan Gunung Merapi, bencana tsunami di Mentawai, atau korban banjir di Jakarta dan sekitarnya, mendapat kemuliaan dari Allah swt.

Aku Ingin Mati Seperti Mbah Marijan

Minggu, 24 Oktober 2010

Masa Tersulit Dalam Sejarah Hidupku

Gajiku sekitar Rp.300ribu sebulan. Walau masih bujang, namun untuk hidup di ibukota ini tentu sangat berat dengan gaji sekecil itu. Kala itu sekitar tahun 1993.

Selepas pindah dari numpang tinggal di Cibubur di rumah paman, adik ibuku, aku ngontrak rumah di daerah Pramuka Jayasari, Salemba, bareng pamanku yang lain, adik Bapakku. Tidak selang berapa lama, pamanku ini memutuskan untuk menikah.

Untuk beberapa waktu aku masih sempat tinggal bareng mereka. Saling sharing, bayar kontrakan bersama. Namun ketika pada akhirnya mereka memutuskan untuk pindah kontrakkan di Kedoya, aku jadi bingung.

Aku memang kuliah di daerah Grogol, tapi kerjaku di daerah Setiabudi, di jalan Sudirman. Kedoya dekat dengan Grogol, tetapi terlalu jauh dengan Sudirman. Mau kos atau kontrak rumah sendiri rasanya terlalu berat. Dengan gaji sekecil itu, berat sekali menghidupi diri sendiri. Hanya untuk makan dan tranport saja sangat berat. Walaupun kuliah gratis, karena beasiswa, tetapi bis atau angkot tidak ada yang gratis.

Entah bagaimana awalnya, aku jadi teringat teman-teman pamanku. Mereka tinggal di mess perusahaan. Tentu gratis. Aku beranikan diri untuk mendatangi mereka. Di antara mereka itu, Mas Didik yang paling aku kenal. Aku bilang, aku mau numpang tinggal beberapa waktu dengan mereka.

Sejak saat itu, setiap pagi aku jalan kaki dari jalan pulo macan lima di Tomang ke arah Grogol untuk berangkat ke kantor di Sudirman. Naik bis 213 berimpitan dengan para copet. Pulang dari kantor begitu juga. Pergi kuliah dulu di Grogol. Selesai kuliah pulang ke Tomang dengan berjalan kaki. Makan? Sangat tidak teratur. Selalu was-was duitku tidak akan cukup sampai gajian bulan berikutnya.

Alhamdulillah, masa itu telah jauh berlalu. Tapi tidak akan pernah terlupakan. Tidak akan pernah. Dengan begitu maka selalu terpupuk rasa syukurku dengan apa yang telah Allah berikan kepadaku kini.

Terima kasih Mas Didik. Terima kasih teman-teman di mess Tomang.

Terima kasih ya Allah telah Engkau lewatkan aku dari masa tersulit itu. Semoga roda hidupku tidak Engkau putar balik ke arah itu. Juga bagi anak-anak dan cucu-cucuku.

Jumat, 08 Oktober 2010

Kado Ultah Tak Terlupakan


Hari Kamis, 7 Oktober 2010, genap umurku 40 tahun.

Sore, menjelang waktu maghrib, selepas ngaji di masjid Jabal al Rahmah, kawasan Alam Asri, Vila Dago, Pamulang, Tangerang Selatan, sesuatu terjadi pada anak gadisku, Dinda.

Dalam perjalanan pulang dari masjid, Dinda melihat Afi di kejauhan. Afi adalah adik kelas kakanya, Estu, sewaktu sekolah di SD al Zahra dulu (saat ini Afi kelas 2 SMP). Rupanya Dinda datang mendatangi Afi. Di taman dekat rumah Afi, mereka sempat berfoto-foto ria dengan HP.

Setelah mereka berpisah, ada seorang perempuan pengendara motor bilang mau menitipkan undangan untuk Bu Tatik. Diajaknya Dinda untuk mengambil undangan di rumahnya, begitu katanya. Entah bagaimana, Dinda mau saja. Mungkin karena bahasanya mau minta tolong. Ada kata-kata menyihir mungkin. Semacam magic word. Akhirnya diajaklah Dinda ke "rumahnya". Rupanya, saat Afi dan Dinda bercengkerama itu, tanpa mereka sadari ada sepasang mata dibalik helm gelap yang sedang menanti kelengahan.

Sambil jalan keluarlah berbagai bujuk rayu. Antara lain, minta agar kalung dilepas dan bersama hp, dimasukkan ke dalam tas punggung batiknya Dinda. Katanya, adiknya mau juga membeli hp seperti yang Dinda punya.

Sampai di suatu tempat di kawasan Pamulang 2, Dinda diminta turun dengan alasan mau mengambil undangan dan menjemput adiknya. Tas punggung batik Dinda berisi buku iqro', kalung dan hp dibawanya. Mau dikasih lihat adiknya, katanya. Dinda tidak berdaya.

Begitulah, akhirnya Dinda ditinggal kabur sendirian di pinggir jalan. jauh dari rumah. Bahasa apa yang pas untuk tindakan seperti ini selain menculik?

Anak perempuan kecil umur 8 tahun (sebenarnya badanya sih tidak kecil), hanya bisa menangis.

Untungnya ada orang baik hati mengantarkannya ke rumah. Alhamdulillah, Dinda selamat tidak ada cacat dan luka. Hanya ada sedikit trauma yang tersisa.

Saya ingin berbagi kisah ini agar kita menjadi lebih hati-hati dan waspada dalam menjaga anak-anak kita.

Kisah yang tidak pernah akan bisa terlupakan. Kado ulang tahun Dinda untuk bapaknya, ternyata sebuah kisah yang nyaris membuat kedua orangtuanya bersedih berkepanjangan.

Alhamdulillah, terima kasih ya Allah telah Engkau kembalikan anakku.

Rabu, 08 September 2010

Sebelum saya Mumpung, maka saya Mohon Maaf


Sahabat dan Saudaraku,

Sebelum saya terlalu sibuk dengan persiapan mudik malam ini
Sebelum saya mengambil cuti esok hari
Sebelum saya berdesakan di jalan raya pantura bersama ribuan atau bahkan jutaan kendaraan lain dalam pawai tradisional tahunan
Sebelum saya keburu tidak sempat
Sebelum semua menjadi terlalu terlambat

Mumpung saya masih bisa online
Mumpung sinyal belum terlalu krodit
Mumpung suasana hati masih utuh terjaga
Mumpung masih bisa menyusun kalimat dengan lebih tenang, hati-hati dan tidak terburu-buru

Maka ijinkanlah saya menyapa lebih dini
Maka bolehlah saya mendahului berbagi salam
Maka dengan segala kerendahan hati saya menyampaikan

Taqoballahu Minna Waminkum Siyamana Wasiyamakum
Minal Aidin Walfaizin
Mohon segala kesalahan dan kekhilafan dapat dimaafkan
Dan semoga Allah swt mengampuni kita semua serta memberi berkah untuk seluruh jalan hidup kita
Mudah-mudahan silaturahmi kita akan selalu terjaga, melintasi ruang, jarak, dan waktu


Amin yaa robbal alamin..

Saya dan segenap keluarga saya
Joko Suseno

Rabu, 18 Agustus 2010

Ingin Mati Seperti Saat Lahir


Seorang anak bercerita kepada ustadzah tentang Ibu-nya:

Ibu-ku sepanjang hidupnya tidak memiliki apapun kecuali 2 buah baju,satu dipakai sementara yg lain ia cuci,ia juga mempunyai 2 buah kerudung,mukena,sepasang sandal,sebuah sisir,cermin,piring,al-qur’an,tasbih dan sejadah.

Beliau tidak memiliki uang,perhiasan,rumah,barang dan perabotan apapun.

Saat ini ibuku tinggal dg kakak tertua-ku,bila salah satu anak-nya memberi uang dia akan menerima dg senang hati dan mendoa-kan_nya dan keesokan hari-nya uang tsb sudah tidak ada ditangannya.

Beberapa hari lalu ibu-ku mendapat hadiah selembar kain dan menyampaikannya kepada-ku:
Jika umur-ku sampai ramadhan tahun ini tolong jahitkan sbg pengganti mukena yg lama jika tidak,tolong berikan kepada si-fulanah yg rumahnya diujung jalan,kulihat mukena yg dikenakan-nya sudah usang…

Ustadzah…, Ibu-ku meninggal 3 hari lalu….aku mohon ustadzah dapat sbg saksi untuk ibu-ku beliau telah berhasil menjalani hidup seperti yg diinginkannya…setiap kali aku protes atas cara hidup-nya beliau berkata:
"Tahukah kau nak…cita-cita ku termasuk golongan orang yg diceritakan oleh nabi Muhamad SAW saat proses hisab masih berlangsung dan shirotol mustaqim masih dibentangkan,ada kelompok orang yg telah menanti Nabi Muhamad SAW di pintu2 surga hingga malaikat bertanya:
Siapakah kalian yg telah berada disini padahal proses hisab masih berlangsung dan belum selesai?
Kami adalah kelompok orang dari umat Nabi Muhamad SAW yg keluar dari dunia seperti kami masuk kedalam-nya,tak ada yg harus dihisab…jawab mereka…"

Ibu-ku berkata: "Anak-ku,aku ingin keluar dari dunia ini tanpa membawa apapun kecuali sekedar yg aku perlukan untuk bertahan hidup sehingga tak ada proses hisab yg panjang menanti ku…".

Begitu selalu jawaban Ibu-ku ustadzah…aku bercerita pada-mu agar kelak engkau berkenan menjadi saksi kebaikannya…

(cerita dari: 9 kisah wanita salehah:Halimah Alaydrus)

Semoga Allah senantiasa menambah nikmat Iman,Islam,Sehat,Rizki dan kebahagian untuk kita & Keluarga,…..amiiin……

Dikisahka kembali oleh Teh Mila Mahlia.

Kamis, 24 Juni 2010

SMS dari Bu Yan, Ngempon, Parakan

Berikut ini SMS dari Bu Yan, orang tua asuh dari sekian banyak anak2 keluarga kurang mampu.
Sms dalam bahasa jawa, namun demi memudahkan teman2 semua, saya alih bahasakan (dengan beberapa editan yg tidak mengurangi makna) sbb:

Assalamu’aalaikum wr wb.
Mohon ijin untuk menyampaikan hal ini, mungkin (bisa jadi akan terkesan) kurang pantas, kami harap dapat dipahami, karena memang keadaan kami yang mengharuskan kami untuk demikian. Apabila Bapak/Ibu berkenan, dan juga apabila ada serep/lebih, apakah bisa kami diberi pinjam laptop untuk Wiwit yang saat ini kuliah di STAN. Dia tinggal 1,5 tahun lagi akan selesai. Segera setelah laptop selesai digunakan, nanti dikembalikan. Kami tidak sanggup untuk membelikan, padahal anaknya sangat memerlukan. Kami juga harus menyediakan uang untuk bayar kost, tapi Alhamdulillah sudah dapat. Wiwit pulang sambil nangis. Terima kasih banyak. Mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila kurang berkenan.

Apakah ada di antara panjenengan/ teman2 di sini yang bisa membantu kesulitan Bu Yan ini? Bila ada yang ingin berhubungan langsung dengan Bu Yan, silakan kontak japri ke saya.
Note: sekedar mengingatkan saja, dulu saya pernah kirim e-mail di bawah ini ke beberapa milis temanggung..


Pada 14 April 2009 22:42, joko suseno menulis:
Masih inget Nanang yang pernah muncul di Kick Andy kan?Inget Bu Yan juga?Nanang hanyalah salah satu dari sekian banyak anak-anak yang semula tidak masuk hitungan. Miskin dalam arti yang sebenar-benarnya. Memang apa sih sebenarnya arti miskin? Ah, kita bukan sedang ingin membahas itu.Ketekunan, keuletan, ketelatenan Bu Yan telah mengantarkan banyak anak-anak Temanggung yang dalam posisi sangat tidak beruntung itu menjadi mempunyai harapan lagi untuk menganyam kembali cita-cita mereka. Merenda kembali mimpi-mimpi mereka. Menjadi sebagian dari orang-orang terbaik di negeri ini. Walaupun, ini masih saja, hambatan dan kendala tidak pernah berhenti menyambangi mereka.Seperti halnya saat ini.SMS Bu Yan mengabarkan bahwa salah satu anak asuh beliau (beliau selalu menggunakan istilah anak saya), Wijayanti, yang karena usaha dan jerih payah yang luar biasa bisa memperoleh bea siswa untuk kuliah di STAN, tidak lama lagi akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk membayar uang kos dan biaya hidup selama setahun kedepan. Angka Rp.3juta yang diharapkan Bu Yan.Melalui SMS ke saya, Bu Yan mengetuk pintu hati kita semua untuk meringankan beban yang sekian lama selalu dicoba beliau atasi sendiri dengan caranya.Ini mungkin salah satu cara Tuhan untuk lebih mendekatkan kita kepada-Nya.Kita bantu semampu kita yuk. Seribu, dua ribu, lima ribu, seratus ribu, atau berapapun.. Silakan transfer ke rekening di bawah ini, lalu tolong SMS ke saya untuk konfirmasi: 0816.811.330 atau (021) 71525620
No. 6760.151.899Bank BCA An. Ismawati
No. 155.00.0094723.7Bank MandiriAn. RPH Listyarini

oh iya, Bu Yan juga ingin membagi kabar gembira yaitu 2 orang anak asuh beliau yang lain, Husen dan Iwan diterima di FMIPA UGM dengan bebas biaya.
Wassalam.

Joko Suseno
Wong Kranggan
tinggal di Pamulang

Sabtu, 12 Juni 2010

Sawahku Semakin Sempit

Mbah buyutku punya sawah sangat besar. Kira-kira luasnya 10 hektar. Sawah seluas itu kemudian dibagi-bagikan kepada kesepuluh orang anaknya, seorang di antara mereka adalah kakekku. Betul, masing-masing kebagian 1 hektar.
Sekarang giliran kakekku yang membagi sawahnya yang 1 hektar itu untuk 5 orang anaknya, termasuk bapakku di antaranya. Tentu tidak seberapa luas. Nah, bila nanti tiba waktu bapakku akan membagikan sawahnya yang sudah tidak seberapa luas itu kepada ketiga anak-anaknya, tentu menjadi semakin sempit lagi.
Begitulah. Ketika seluruh sawah yang 10 hektar itu ditanami padi, apabila dilihat secara keseluruhan mungkin tidak terlalu nampak menyusut. Tapi mari kita coba pikir sebentar, ketika kakek buyutku punya 10 hektar sawah, yang butuh diberi makan hanya 12 mulut, yaitu dia sendiri berikut istri dan ke-10 orang anak-anaknya. Tetapi ketika anak-anaknya kawin dan beranak pinak, maka jumlah mulut yang mesti diberi makan dari 10 hektar sawah ini menjadi semakin banyak. Dari 12 menjadi 22, kemudian menjadi 70, dan akhirnya menjadi 300 mulut. Ini untuk sekedar menyederhanakan hitung-hitungan.

Sawah tidak akan bertambah luas. Tidak akan pernah. Sawah tidak bisa dibuat melayang seperti jalan layang, atau dibuat di bawah tanah seperti basemen yang dipunyai gedung bertingkat. Setidak-tidaknya teknologi saat ini belum mampu untuk membuat yang seperti itu. Semakin sempit sudah pasti, karena manusia yang beranak-pinak membutuhkan tanah untuk membuat rumah.

Nah, bila tiba saatnya nanti ketika manusia sudah 4-5 kali lipat jumlahnya dari saat ini, sedangkan sawah-sawah sudah tinggal 1/4 luas saat ini, sanggupkah kita membayangkan anak cuku kita nanti akan makan apa? Bayangkan jumlah manusia di dunia ini ada 20 milyar.

Kapankah waktu itu akan datang? Mungkin tidak terlalu lama lagi. Mungkin, bahkan kita pun masih akan sempat merasakan saat di mana harga sekilo beras lebih mahal dari sekilo emas murni sekalipun.

Anda prihatin? Saya iya...
Mari berbuat sesuatu...

Rabu, 09 Juni 2010

Surat Dari Gaza

Surat dari Gaza untuk Umat Islam di Indonesia

Oleh: Andi Maulana
(Sumber: milis Eramuslim)

Untuk saudaraku di Indonesia,

Saya tidak tahu, mengapa saya harus menulis dan mengirim surat ini untuk kalian di Indonesia, Namun jika kalian tetap bertanya kepadaku, kenapa? Mungkin satu-satunya jawaban yang saya miliki Adalah karena Negeri kalian berpenduduk muslim terbanyak di punggung bumi ini, bukan demikian saudaraku?

Disaat saya menunaikan ibadah haji beberapa tahun silam, ketika pulang dari melempar jumrah, saya sempat berkenalan dengan salah seorang aktivis da'wah dari Jama'ah haji asal Indonesia, dia mengatakan kepadaku, setiap tahun musim haji ada sekitar 205 ribu jama'ah haji berasal dari Indonesia datang ke Baitullah ini. Wah, sungguh jumlah angka yang sangat fantastis dan membuat saya berdecak kagum.

Lalu saya mengatakan kepadanya, saudaraku, jika jumlah jama'ah Haji asal GAZA sejak tahun 1987 Sampai sekarang digabung, itu belum bisa menyamai jumlah jama'ah haji dari negeri kalian dalam satu musim haji saja. Padahal jarak tempat kami ke Baitullah lebih dekat dibanding kalian yah?. wah, pasti uang kalian sangat banyak yah?, apalagi menurut sahabatku itu ada 5% dari rombongan tersebut yang menunaikan ibadah haji untuk yang kedua kalinya, Subhanallah.

Wahai saudaraku di Indonesia,
Pernah saya berkhayal dalam hati, kenapa saya dan kami yang ada di GAZA ini, tidak dilahirkan di negeri kalian saja. Wah, pasti sangat indah dan mengagumkan yah?. Negeri kalian aman, kaya dan subur, setidaknya itu yang saya ketahui Tentang negeri kalian.

Pasti para ibu-ibu disana amat mudah menyusui bayi-bayinya, susu formula bayi pasti dengan mudah kalian dapatkan di toko-toko dan para wanita hamil kalian mungkin dengan mudah bersalin di rumah sakit yang mereka inginkan.

Ini yang membuatku iri kepadamu saudaraku tidak seperti di negeri kami ini, saudaraku, anak-anak bayi kami lahir di tenda-tenda pengungsian. Bahkan tidak jarang tentara Israel menahan mobil ambulance yang akan mengantarkan istri kami Melahirkan di rumah sakit yang lebih lengkap alatnya di daerah Rafah, Sehingga istri-istri kami terpaksa melahirkan diatas mobil, yah diatas mobil saudaraku!.

Susu formula bayi adalah barang yang langka di GAZA sejak kami di blokade 2tahun lalu, namun isteri kami tetap menyusui bayi-bayinya dan menyapihnya hingga dua tahun lamanya, walau terkadang untuk memperlancar ASI mereka, isteri kami rela minum air rendaman gandum.

Namun, mengapa di negeri kalian, katanya tidak sedikit kasus pembuangan bayi yang tidak jelas siapa ayah dan ibunya, terkadang ditemukan mati di parit-parit, di selokan-selokan dan di tempat sampah, itu yang kami dapat dari informasi televisi.

Dan yang membuat saya terkejut dan merinding, ternyata negeri kalian adalah negeri yang tertinggi kasus Abortusnya untuk wilayah ASIA, Astaghfirullah. Ada apa dengan kalian? Apakah karena di negeri kalian tidak ada konflik bersenjata seperti kami disini, sehingga orang bisa melakukan hal hina tersebut?, sepertinya kalian belum menghargai arti sebuah nyawa bagi kami di sini.

Memang hampir setiap hari di GAZA sejak penyerangan Israel, kami menyaksikan bayi-bayi kami mati, Namun, bukanlah diselokan-selokan, atau got-got apalagi ditempat sampah? saudaraku! Mereka mati syahid, saudaraku! mati syahid, karena serangan roket tentara Israel!

Kami temukan mereka tak bernyawa lagi dipangkuan ibunya, di bawah puing-puing bangunan rumah kami yang hancur oleh serangan roket tentara Zionis Israel, Saudaraku, bagi kami nilai seorang bayi adalah Aset perjuangan perlawanan kami terhadap penjajah Yahudi. Mereka adalah mata rantai yang akan menyambung perjuangan kami memerdekakan Negeri ini.

Perlu kalian ketahui, sejak serangan Israel tanggal 27 desember (2009) kemarin, Saudara-saudara kami yang syahid sampai 1400 orang, 600 diantaranya adalah anak-anak kami, namun sejak penyerangan itu pula sampai hari ini, kami menyambut lahirnya 3000 bayi baru Dijalur Gaza, dan Subhanallah kebanyakan mereka adalah anak laki-laki dan banyak yang kembar, Allahu Akbar!

Wahai saudaraku di Indonesia,
Negeri kalian subur dan makmur, tanaman apa saja yang kalian tanam akan tumbuh dan berbuah, namun kenapa di negeri kalian masih ada bayi yang kekurangan gizi, menderita busung lapar. Apa karena kalian sulit mencari rezki disana? apa negeri kalian sedang di blokade juga?

Perlu kalian ketahui, saudaraku, tidak ada satupun bayi di Gaza yang menderita kekurangan gizi apalagi sampai mati kelaparan, walau sudah lama kami diblokade.

Kalian terlalu manja! Saya adalah pegawai Tata Usaha di kantor pemerintahan Hamas Sudah 7 bulan ini, gaji bulanan belum saya terima, tapi Allah SWT yang akan mencukupkan rezki untuk kami.

Perlu kalian ketahui pula, bulan ini saja ada sekitar 300 pasang pemuda baru saja melangsungkan pernikahan. Yah, mereka menikah di sela-sela serangan agresi Israel, Mereka mengucapkan akad nikah, diantara bunyi letupan bom dan peluru saudaraku.

Dan Perdana menteri kami, yaitu Ust Isma'il Haniya memberikan santunan awal pernikahan bagi semua keluarga baru tersebut.

Wahai Saudaraku di Indonesia,
Terkadang saya pun iri, seandainya saya bisa merasakan pengajian atau halaqoh pembinaan Di Negeri antum, seperti yang diceritakan teman saya tersebut, program pengajian kalian pasti bagus bukan, banyak kitab mungkin yang telah kalian baca, dan buku-buku pasti kalian telah lahap, kalian pun sangat bersemangat bukan, itu karena kalian punya waktu.

Kami tidak memiliki waktu yang banyak disini wahai saudaraku. Satu jam, yah satu jam itu adalah waktu yang dipatok untuk kami disini untuk halaqoh, setelah itu kami harus terjun langsung ke lapanagn jihad, sesuai dengan tugas yang Telah diberikan kepada kami.

Kami di sini sangat menanti-nantikan hari halaqoh tersebut walau cuma satu jam saudaraku, tentu kalian lebih bersyukur, kalian lebih punya waktu untuk menegakkan rukun-rukun halaqoh, Seperti ta'aruf, tafahum dan takaful di sana.

Hafalan antum pasti lebih banyak dari kami, Semua pegawai dan pejuang Hamas di sini wajib menghapal surat al anfaal sebagai nyanyian perang kami, saya menghapal di sela-sela waktu istirahat perang, bagaimana Dengan kalian?

Akhir desember kemarin, saya menghadiri acara wisuda penamatan hafalan 30 juz anakku yang pertama, ia diantara 1000 anak yang tahun ini menghapal al-qur'an, umurnya baru 10 tahun, saya yakin anak-anak kalian jauh lebih cepat menghapal al-quran ketimbang anak-anak kami disini, di Gaza tidak ada SDIT seperti di tempat kalian, yang menyebar seperti jamur sekarang.

Mereka belajar di antara puing-puing reruntuhan gedung yang hancur, yang tanahnya sudah diratakan, diatasnya diberi beberapa helai daun pohon kurma, yah di tempat itulah mereka belajar saudaraku, bunyi suara setoran hafalan al-quran mereka bergemuruh diantara bunyi-bunyi senapan tentara Israel? Ayat-ayat Jihad paling cepat mereka hafal, karena memang didepan mereka tafsirnya. Langsung Mereka rasakan.

Wahai Saudaraku di Indonesia,
Oh, iya, kami harus berterima kasih kepada kalian semua, melihat aksi solidaritas yang kalian perlihatkan kepada masyarakat dunia, kami menyaksikan demo-demo kalian disini. Subhanallah, kami sangat terhibur, karena kalian juga merasakan apa yang kami rasakan disini.

Memang banyak masyarakat dunia yang menangisi kami di sini, termasuk kalian di Indonesia. Namun, bukan tangisan kalian yang kami butuhkan saudaraku biarlah butiran air matamu adalah catatan bukti nanti di akhirat yang dicatat Allah sebagai bukti ukhuwah kalian kepada kami. Doa-doa kalian dan dana kalian telah kami rasakan manfaatnya.

Oh, iya hari semakin larut, sebentar lagi adalah giliran saya Untuk menjaga kantor, tugasku untuk menunggu jika ada telepon dan fax yang masuk Insya Allah, nanti saya ingin sambung dengan surat yang lain lagi Salam untuk semua pejuang-pejuang islam di Indonesia.

Akhhuka…..Abdullah ( Gaza City ..1430 H)

Sabtu, 05 Juni 2010

Menanti Tengah Malam


Jam 11.30 malam. Hutan cinangka, Anyer. Di saung tepi danau, kawasan pesantren Nurul Fikri. Detik-detik menuju tepat tengah malam, saat usia mama tepat 43 tahun.
Si mama dan si ade sudah tidur di dalam tenda. Sudah mimpi terbang ke Bali mungkin. Papa sama mas estu masih menunggu. Papa main hp, mas estu main laptop. Tepat pukul 12 tengah malam nanti akan genap usia si mama 43 tahun.
Malam makin senyap. "Jam berapa Pa?" tanya mas estu. Dikit lagi, jawabku.
Nah, tiba waktunya, papa sama mas estu pelan-pelan deketin tenda. Lalu bareng menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun ya ma. Semoga panjang umur, dimudahkan semua urusan, dimurahkan rejeki, selalu diberi kesehatan, makin sabar, menjadi ibu yang lemah lembut...
Lalu papa kasih kado besaaaarr....ternyata isinya celengan ayam....
Mas estu kasih kado patung ibu lagi gendong anak lelakinya...
Dan si ade, ini yang paling keren dan paling ditunggu sama si mama....hp bb gemini...

Minggu, 23 Mei 2010

Perjalan Menemukan Hasrat Aktualisasi Diri


Semua anggota kelompok lawan sudah siap dengan bola-bola di tangan, siap melempari Dinda yang di tanggannya tersangga sebuah nampan denga gelas plastik terisi penuh. Ada 4 kelompok lawan dengan masing-masing 5-7 anggota. Dinda sudah siap berdiri di garis start. Suara-suara bersautan. Wasit sudah bersiap memberi aba-aba. Teriakan lempar.. lempar..lempar pun menggema. Sampai ada suara: Woi jangan woi..nanti Bapaknya marah...Hampir semua jadi nampak ragu..

Itu adalah salah satu game, namanya bartender hebat. Seorang bartender akan berjalan lurus menyusuri tali rafia yang dibentangkan. Dia harus bisa menyelamatkan segelas air penuh di atas nampan. Masalahnya adalah nampan dan gelas akan dihujani dengan lemparan bola plastik seukuran bola tenis dari jarak 2 meteran. Tidak tertutup kemungkinan bola akan mengenai badan atau kepala bartender. Bahkan sangat mungkin justru lemparan itu diarahkan ke tubuh dengan sengaja. Sangat seru..

Lalu bagaimana dengan Dinda? Sedangkan pesertanya adalah anak buah Bapaknya semua? Ya tidak masalah. Ini toh hanyalah permainan saja..Bahkan Bapaknya Dinda saja dilempari habis-habisan..

Leemmmppaaaaaaarrrrrrrrr......

Perjalanan family gathering di Vila Ratu, Bogor (atau Sukabumi ya?) pada Sabtu dan Minggu, 22-23 Mei 2010 berjalan lancar dan penuh keceriaan. Semua melepaskan diri dari rutinitas. Hilang sudah kejenuhan dan kepenatan.

Satu harapan kembali timbul, semoga bisa habis-habisan lagi pada gathering tahun depan. Semoga...

Rabu, 28 April 2010

Suradal Mati


(Berdasar kisah nyata dengan nama tokoh dan tempat kejadian disamarkan. Di suatu daerah bernama Temanggung)

Pagi-pagi buta seisi kampung gempar. “Suradal mati.” “Suradar modar”. “Suradal dut”. “Suradal moik” “Suradal mampus...” Berita matinya Suradal begitu cepat menyebar bahkan lebih cepat dari hembusan angin. Dari cara mereka menyampaikan berita ini, sangat terbaca ada kesan senang pada wajah-wajah mereka.

Suradal. Ya, nama ini sudah lama sekali menjadi pembicaraan orang sekampung. Bahkan hampir sekecamatan. Siapakah Suradal?

Suradal adalah preman. Walaupun tidak ada yang berani menyebutnya demikian, tetapi sesungguhnya Suradal adalah benar-benar preman. Dia mempunyai seorang istri dan beberapa orang anak sah. Di luar itu tidak ada yang tahu berapa dia mempunyai selingkuhan dan anak-anak haram. Bahasa sekarang, anak biologis. Semua bagaikan telah diatur rapi oleh Suradal, walaupun sebenarnya banyak orang yang sudah tahu. Bahkan boleh dibilang semua orang sudah tahu.

Sepertinya kejadian kematian Suradal pagi itu membuat orang bisa bebas lepas membuka semua aib Suradal. Termasuk cerita Suradal di kampung itu. Bahwa Suradal punya seorang anak buah, Tukijo. Tukijo seolah-olah menikah resmi dengan seorang gadis kampung, Onarwati namanya. Onar, begitu dia dipanggil, tinggal serumah dengan orangtuanya dan suami pura-puranya ini. Dan pada malam-malam tertentu Suradal akan menyambangi istri anak buahnya ini untuk berbagi jatah. Dan ternyata begitu juga cerita serupa di beberapa kampung lain.

Jangan tanya soal uang. Suradal punya banyak uang. Dengan sekian banyak anak buahnya, dia menguasai pasar kecamatan, para tukang ojek, sopir angkutan kota, dan pedagang pasar kecamatan. Semua sudah diatur rapi. Bahkan Suradal punya banyak koneksi dengan pejabat pemerintahan maupun keamanan. Jadi jangan berpikir untuk lapor polisi atau satpol pp, karena bisa jadi justru si pelapor akan mendapat masalah baru.

Kematian Suradal adalah berkah buat banyak orang. Kematian Suradal telah mengingatkan orang-orang bahwa selama ini mereka telah menutupi aib di depan hidung mereka sendiri. Aib mereka sendiri.

Jumat, 23 April 2010

Ketika Goldy dan Silvery Mati


Pernah membayangkan kita akan berpisah dengan mereka yang setiap hari berinteraksi dengan kita? Siapa saja...Apa saja...
Teman-teman sekolah setelah bertahun-tahun bersama. Kakak atau adik yang berpisah karena sekolah atau menikah. mBak di rumah kita yang sudah bertahun-tahun menjadi asisten. Dan banyak lagi..
Bagaimana dengan binatang kesayangan? Burung buat pecinta burung misalnya. Atau kucing kesayangan bagi penyayang kucing... lalu tiba-tiba burung atau kucing itu mati...Sedihkah?

Ternyata iya.. Saya merasakan ketika ikan-ikan koi kesayangan mati. Terutama si goldy yang keemasan dan si silvery yang putih mengkilat... Iya mereka mati...
Dan ternyata tidak cuma saya sendiri yang sedih..Dinda anakku, mamanya, Mita ponakanku yang baru sekali pernah bantuin nguras kolam, bahkan Tari si mbak...
Semua sedih...
Bahkan update statusku di FB jadi lebay banget...

Selasa, 30 Maret 2010

Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang Kamu Dustakan?


Lelaki itu meringis. Jelas menahan sakit. Jalannya terseok-seok. Pincang. Sesekali harus berpegangan pada dinding atau partisi. Bahkan untuk menahan berat badannya yang kurus itu pun tetap terasa terlalu berat. Bahkan dandanan rapi berdasi tidak cukup menunjukkan jejak-jejak kegagahan. Sama sekali tidak. Benar-benar payah. Atau lebih tepatnya, kepayahan. Akhirnya, sesampainya di tempat duduknya, dihempaskan tubuhnya disertai tarikan nafas panjang...alhamdulillah, akhirnya sampai juga...Sedikit penderitaan berkurang.

Lelaki yang bahkan belum 40 tahun itu selalu tertatih-tatih. Setiap hari terseok-seok. Pincang. Kala waktu bahkan mesti menyeret sebelah kakinya. Itu semua gara-gara penyakit rematik akut yang dideritanya. Penderitaan yang bahkan dokternya pun tidak bisa mengatakan kapan bakal bisa sembuh. Penderitaan seumur hidup. Menghabiskan sisa-sisa waktu, yang mungkin masih akan sangat panjang, dengan penderitaan tiada henti. Tapi itu dulu. Itu kisah setahun yang lalu.

Kawan, mari aku ingatkan cerita penyakit rematik itu. Coba kawan tengok sejenak di sini:

http://jurnaljokosuseno.blogspot.com/search?q=alhamdulillah

Iya, setahun dan beberapa tahun sebelum itu, penyakit rematik telah menggerogoti kesehatanku. Sekarang, tepatnya setahun sejak mengikuti pengobatan SEFT, alhamdulillah tidak pernah lagi aku minum obat-obatan lagi.

Semua terasa berbeda. Bahkan istriku bilang, sisa-sisa pincangnya sekarang ini sudah tidak kelihatan lagi.

Terima kasih ya Ma. Berkat kesabaran dan ketelatenanmulah aku bisa melewati semua itu.

Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Subhanallah...


Salam hangat.


Joko Suseno
Vila Dago K-69
Pamulang

Minggu, 14 Maret 2010

Ungkapan Hati Pakne Thole


Anak Polah Bapa Kepradhah
Idiom Jawa di atas kurang lebih berarti : Apabila anak berulah, orangtua akan direpotkan karenanya.Hampir tiga tahun sudah saya dipindahkan ke luar kota. Tidak ada yang berubah dalam keluarga saya kecuali makin besarnya anak-anak saya, hingga sepertinya saya tidak memahaminya dengan seksama. Baik perkembangan fisik tubuh maupun perkembangan mental, jiwa, dan psikologis mereka.Dunia kecil saya seakan tak lagi saya kenali sepenuhnya. Hampir saya menangis, meraung-raung, mengumpat, sumpah serapah. Lalu saya elus dada saya, ternyata saya yang salah.
Tuhan baru saja membawa pelajaran baru bagi saya sebagai orang tua.Berulang kali memang, ketika saya di luar kota, istri saya menelfon bila anak lelaki saya bermain terlalu larut, bahkan kadang kala hampir seharian bila liburan. Ketika itu saya masih menghibur diri bila perilaku tersebut masih sebatas keliaran anak semata. Lalu, ketika saya bolos kerja dan tinggal di rumah Vila Dago, ternyata saya merasakan sendiri bagaimana sulitnya kembali mendisiplinkan belajar anak lelaki saya itu. Rutinitas belajar telah dilanggar, jam makan diabaikan, peluang untuk keluar rumah selalu dicari, hingga konsentrasi dalam menghadapi pelajarannya terganggu.Saya telah melakukan kesalahan, hingga perlu memperbaiki diri, lalu berbenah untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Namun dhuh Gusti, saya justru membuat kesalahan baru, saya setengahnya menyalahkan fihak lain, ampuni saya.
Berulang kali anak lelaki saya melanggar aturan main dalam keluarga saya. Ia hanyut bermain hingga lupa akan tugas utamanya. Ia terlalu banyak main internet di Warnet depan (Blok K dekat Gate Blok H). Ketika sore tadi hampir jam 20.00 WIB saya jemput ke sana untuk ke sekian kalinya, dengan terpaksa saya bilang kepada petugas jaganya : ‘Dik, tolong kalau jam belajar, anak-anak jangan dikasih masuk’. Ini saya lakukan selain karena saya sudah kesal dengan anak saya, pada saat yang sama saya ketemu ibu-ibu yang menjemput juga. Katanya sehari ini sudah 10 kali ia jemput anaknya. Saya memang salah, karena kurang bisa mendidik anak saya hingga saya melibatkan lingkungan sekitar saya yang saya anggap tidak mendukung. Namun ketika saya memperoleh jawaban yang kurang simpatik dari petugas jaganya, hampir pecah kepala saya. Lalu saya timpali, bila demikian saya sebagai warga Blok K kurang setuju dengan keberadaan warnet tersebut. Apa Jawabnya? ‘Laporkan saja pak!’ tantangnya. Lalu gelap mata saya. Saya ajak anak saya pulang. Saya mandi, terus ke pak RT tapi beliau belum pulang, lalu ke pak RW, saya mencurahkan keberatan saya. Seandainya diperlukan surat keberatan secara tertulispun, saya sanggupi.Hati kecil saya sebenarnya tidak akan sedikitpun mengganggu atau usil kepada orang lain dalam menambah kekayaannya dengan berbagai usaha. Namun demikian alangkah baiknya apabila usaha itu tidak mengakibatkan imbas negatif langsung terhadap lingkungannya. Saya memang telah gagal dalam mendidik anak lelaki saya, tetapi mudah-mudahan hal itu bisa saya perbaiki.Sebenarnya saya sudah mencoba untuk memberi arahan, marahan, dan rambu-rambu, namun demikian apabila lingkungan saya tidak kondusif, barangkali hasilnya juga tidak akan optimal. Saya juga sudah memberi fasilitas dalam mendukung kreativitas anak saya semampu saya: mainan, kursus, alat musik, alat gambar, alat olah raga, komputer, tv kabel, internet, sudah agak lengkap terinstal di rumah namun katanya tidak seramai kalau banyak teman-temannya.
Saya harus kembali ke luar kota demi sesuap nasi, saya jadi pusing. Mungkin akan lebih baik bila warnet di kompleks saya diatur sedemikian rupa misalnya dengan denah tanpa sekat agar anak-anak tidak browsing macem-macem, dan diatur jam masuknya untuk anak-anak sekolah. Bila akan mengerjakan tugas sekolahnya, petugas harus meminta tanda ijin dari orangtuanya, atau bahkan ditutup sama sekali toh sewaktu saya beli rumah dulu spek teknis developer adalah hunian murni bukan ruko, bukan rukan, atau tidak tahulah, atau barangkali ini adalah kegagalan saya berpacu dengan kemajuan jaman yang hampir saya tidak mengerti lagi.Sekali lagi, Anak polah Bapa kepradhah, Anak berulah orang tua direpotkan.
Saya sudah melapor kepada aparat warga. Mudah-mudahan tindakan saya ini tidak memburamkan masa depan anak saya sendiri.

Salam, Seorang Ayah di Blok K Vila Dago.

Jumat, 05 Maret 2010

Perempuan Bercelana Pendek, Merokok, Suka ke Diskotik Pasti Bukan Calon Istri yang Baik


Sebuah Nasehat buat Putraku

Nak, ayahmu membaca pro kontra pendapat Mario Teguh, seorang motivator terkenal, yang berpendapat bahwa seorang perempuan yang mempunyai kebiasaan merokok, suka minum (maksudnya minum minuman keras), suka main ke diskotik, pulang larut malam bahkan mungkin sampai subuh baru pulang, bukan merupakan calon istri yang baik. Bahasanya sudah ayah rubah sedemikian rupa, tapi kira-kira artinya serupa itu.

Nah, ayahmu punya tambahan satu lagi. Seperti yang saat ini sering kita lihat di sekitar kita, begitu banyak perempuan-perempuan muda yang dengan tidak malu-malu lagi keluar rumah, bahkan pergi untuk acara-acara di keramaian, hanya mengenakan celana pendek. Bahkan lebih tepat bisa disebut celana sangat pendek. Coba sekilas kamu perhatikan, setiap kali ada perempuan bercelana sangat pendek, sekitar 20-30 cm di atas lutut, maka lihatlah setiap laki-laki akan mengikuti dengan pandangan mata yang terus melekat. Tukang ojek, tukang gorengan, tukang parkir, tukang palak, kuli bangunan, sopir angkot terus melotot.

Paha mulus (ini kalau kebetulan si perempuan punya paha mulus) akan menjadi tontonan gratis semua orang. Begitu murah nak.

Ayahmu punya perumpamaan tentang perempuan yang berharga nak. Jadi (perempuan itu) seumpama emas permata, karena dia adalah barang-barang bernilai tinggi, maka tidak sembarang orang bisa mendapatkannya. Bahkan untuk sekedar melihatnya saja butuh modal, minimal keberanian untuk mendatangi toko emas permata itu. Artinya nak, hanya orang-orang yang punya banyak uang yang bisa melihat, kemudian kalau tertarik bisa memiliki emas permata.

Begitulah perumpamaan ayahmu tentang seorang perempuan. Dia adalah emas permata yang bernilai sangat tinggi. Tapi sayangnya perempuan bisa menempatkan dirinya sendiri menjadi seumpama emas palsu yang dijual murah dipinggir-pinggir jalan. Semua orang bisa memandang rendah. Semua orang bisa menyentuhnya. Gratis nak. Gratis.

Nah yang terakhir ini, tentunya kamu sepakat, dia tidak pantas menjadi calon istrimu kelak.

Jumat, 12 Februari 2010

Perjalanan 19 Tahun Sudah


8 Februari 1991 adalah awal sejarah bagi saya. Hari itu adalah hari pertama saya bekerja di perusahaan ini. Cecilia Masidin adalah Kepala Bagian Administrasi Kredit waktu itu. Dia yang mewawancarai dan menerima saya.

Di bagian itu sudah ada Erni Susdekawati (Mbak Erni), Nur Nugraha (Mas Nug), Erwin Soedianto (Ndut), Aprilillyanti Pertamasya (Yanti), Dina Chadiana, Ernawati, Evi Sophia, Lisa Nulhaq, Cony Pramagdiyani, Endah Nurnendah, dan Sarmi.

Pada saat pertama kali masuk, mBak Yanti (Aprilillyanti Pertamasya) sedang cuti melahirkan. Endah pengantin baru. Erna sedang hamil besar.

Begitulah. Setelah 19 tahun berlalu semuanya sudah berubah.

Mbak Cicil, Mbak Erni, Evi, Erna, Lisa sudah keluar dari BCA. Mas Nug ditugaskan di BCA Syariah. Saya dan Sarmi pindah ke UBKK. Erwin di BCA Menara Bidakara. Yang masih tinggal di sana hanya Mbak Yanti dan Endah saja.

Apa yang sudah saya dapatkan setelah 19 tahun. Banyak sekali. Insya Allah bisa diposting di lain kesempatan.

Kamis, 04 Februari 2010

Jeruk Lokam Cina Haram


Jeruk haram? Yang bener Pa? Jeruk kan buah-buahan? Apa karena berasal dari Cina terus Papa kuatir kecampur daging babi? Kan buah-buahan dari Cina bukan hanya jeruk lokam ini saja kan Pa? Papa ini aneh deh...

Itu adalah pertanyaan Dinda, putri kecilku. Pertanyaan yang bertubi-tubi mendengar laranganku agar dia tidak ikut-ikutan mencicipi buah jeruk kecil-kecil itu. Kami sedang berada di sebuah supermarket dan menyaksikan beberapa orang memilih-milih jeruk lokam. Satu dua orang terlihat membuka dan mencicipi jeruk sebelum dibayar ke kasir. “Iya bener, yang warnanya oranye lebih manis nih..” seorang Ibu berkomentar kepada seorang perempuan muda yang juga terlihat sedang mencicipi jeruk lokam itu.

“Ade, buah jeruknya tidak haram. Kan minggu kemarin mama juga beli. Maksud papa yang haram itu kalau kita mencicipi jeruk itu. Ade coba lihat, yang dicicipi itu kan belum dibayar. Mereka ambil dari tempatnya terus dimakan tanpa ijin. Berarti mereka makan sesuatu yang bukan haknya nak..Walaupun cuma satu buah, kecil lagi, yang haram tetap haram De... Nanti akan tetap diminta pertanggungjawaban di akherat...” jawabku.

Aku melanjutkan “Ade harus tahu, makanan itu haram bukan hanya karena ada babinya. Atau mengandung unsur babi. Kita makan yang bukan hak kita, itu juga haram. Makan daging ayam yang ketika disembelih tidak dengan cara yang benar juga haram. Gitu hlo de..Termasuk jeruk, kalo Ade ngambil jeruk punya orang tanpa ijin, itu berarti Ade makan jeruk yang haram. Itu maksud Papa tadi bilang Ade tidak boleh makan jeruk itu sebelum kita beli. Nanti setelah ditimbang, mama sudah bayar, Ade boleh makan semua deh...”

Aku tidak tahu si Ade Dinda ngerti apa tidak, karena ternyata dia lebih asyik milih berbagai macam snack untuk bekal sekolahnya. Ah, setelah ngomong panjang lebar begini, ternyata tidak didengar...

Rabu, 03 Februari 2010

Kotang Darat

Komunitas Pendaki Tangga Darurat

Teman-teman semua, cerita nenek jago lari di bawah ini bisa jadi terasa berlebihan bagi kita. Kemajuan tehnologi telah memberi kita banyak kemudahan. Jangankan gedung pencakar langit berlantai ratusan, gedung tidak seberapa tinggi dengan jumlah lantai 4-5 saja pasti telah memanfaatkan lift untuk memudahkan pengguna dalam hal naik-turun lantai.

Sementara itu jarak tempuh yang semakin jauh dari tempat tinggal ke kantor (karena rumah kita di Tambun, Bogor, Mauk, atau Gunung Sindur sementara kantor berada di Gatot Subroto atau Thamrin) atau waktu tempuh yang semakin lama karena kemacetan lalu lintas, menuntut kita untuk berangkat kerja lebih pagi. Begitu pun pulang kerjanya, sampai di rumah akan menjadi semakin malam. Dengan demikian waktu kita menjadi semakin habis tersita.

Lalu masihkah kita punya waktu untuk berolah raga? Jawabnya mungkin: boro-boro olah raga, untuk ngurus rumah dan anak-anak saja sudah tidak cukup waktu. Hari gini olah raga adalah barang mewah.

Namun benarkah demikian? Tidak adakah lagi sedikit waktu tersisa untuk menjaga kebugaran tubuh? Tentu kita tidak ingin hidup bersama penyakit yang bersarang di tubuh kita bukan? Kolesterol tinggi, stroke, jantung dll disamping karena kita tidak baik dalam menjaga pola makan, hal lainnya lagi adalah karena kita kurang olah raga. Bahkan mungkin bukan kurang, tapi TIDAK PERNAH.

Ada di lantai berapa kantor Anda? Lantai 2 atau 10 atau 30? Jam berapa jam kerja kantor Anda? Jam 8 pagi? Lalu jam berapa tiba di kantor? Jam 7.30 atau 7.45 ataukah 7.59?

Nah, saya punya tantangan menarik untuk Anda. Kenapa tidak coba lewat tangga darurat saja? Kalau kantor Anda di lantai 2 dan Anda mau lewat tangga, maka tidak butuh waktu sampai 1 menit. Bahkan mungkin lebih cepat dari waktu Anda untuk menunggu lift. Kalau Anda di lantai 10, Anda akan butuh waktu sekitar 5 menit. Tentu saya tidak menyarankan agar Anda naik tangga ke lantai 10 dari sejak awal Anda mau ikut tantangan ini. Tidak begitu. Anda bisa berlatih dulu dengan 2-3 lantai terlebih dulu, lalu meningkat setiap hari. Silakan Anda ukur sendiri kemampuan Anda.

Kantor saya di lantai 5 Wisma BCA Pondok Indah. Karena akses tangga darurat tidak bisa dimasuki dari ruang lobby utama, maka begitu saya tiba di lobby kantor, saya mesti berjalan ke memutar ke kiri gedung, menyusuri samping jalan utama, lalu masuk ke pintu tangga darurat. Dan pendakian pun dimulai. Tidak butuh waktu lama. Hanya sekitar 2-3 menit.

Saya baru memulai. Saya mengikuti jejak teman saya, Danu. Dia sudah lebih dulu melakukan ini. Anda bisa memulainya juga sekarang. Anda juga bisa menundanya sampai entah kapan. Karena menjaga diri kita untuk sehat atau bermalas-malasan dan akhirnya badan tidak siap menghadapi penyakit sejatinya adalah masalah pilihan.

Ajak teman2 Anda, sahabat Anda, kekasih Anda, suami atau istri Anda, untuk memanfaatkan seikit waktu yang kita punya untuk berolah raga. Mari bergabung dalam komunitas sehat, Komunitas Pendaki Tangga Darurat (KOTANG DARAT) di kantor kita. Kalau kita konsisten bisa menjalani ini, maka insya Allah kesehatan kita akan selalu prima. Tidak percaya? Ayo kita coba. Kalo Anda belum berani mencoba, minimal sebar e-mail ini ke teman atau kenalan Anda. Siapa tahu bisa menginspirasi mereka.

Salam sehat.


Joko Suseno
Blog: http://jurnaljokosuseno.blogspot.com


NENEK JAGO LARI
By. Achmad Taufik
“Kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang. Karena itu, keunggulan bukanlah suatu perbuatan, melainkan sebuah kebiasaan.” (Aristoteles)
Bagi yang tidak terbiasa, jangankan berlari, berjalan mendaki anak tangga sebuah gedung bertingkat delapan tentu terasa sangat melelahkan. Langkah demi langkah seiring bertambahnya anak tangga yang dipijak, ayunan kaki terasa semakin berat, semakin lambat. Bertambah ke atas, komplikasi antara nafas ngos-ngosan, paha nyut-nyutan, bahkan pandangan yang pyar-pyaran misalnya, sangat mungkin terjadi. Itu baru delapan lantai, bagaimana kalau sepuluh kali lipatnya (80-an lantai), kalau tidak jantungnya copot, minimal pingsan barangkali.
Tapi beberapa bulan yang lalu saya menyimak sebuah berita mengejutkan di televisi: SEORANG NENEK BERUMUR 72 TAHUN BERHASIL MENYELESAIKAN (DENGAN SELAMAT) LOMBA LARI MENAIKI TANGGA GEDUNG EMPIRE STATE BUILDING (NEW YORK, AS) SETINGGI 86 LANTAI, DENGAN CATATAN WAKTU: 22 MENIT.
Masya Allah…., sambil geleng-geleng kepala, komentar saya antara: “Sampun tho..Mbah, Mbah!” (Sudahlah ..Nek, Nek !), dan “Koq, nenek-nenek masih kuat ya..?!”
Lalu, bagaimana seorang nenek yang sudah berumur 72 tahun bisa melakukan itu?
Bila komentar kita kepada sang nenek: “Nek, Luar Biasa..!!” Maka dengan santai ala gadis belia, barangkali ia akan menjawab: “Sudah biasa, tuh!” Dan jawabannya tersebut benar. Ia bisa karena biasa. Biasa berolahraga, jogging misalnya, dan latihan lari mendaki anak tangga tentunya.
Kegiatan mengulang-ulang sesuatu sebagai bentuk dari kebiasaan merupakan elemen dasar pembelajaran (basic element of learning). Dengan terbentuknya kebiasaan tersebut, maka gerak tubuh dan fikiran seseorang akan berjalan spontan, nyaris tanpa hambatan. Sesuatu yang terlihat sukar bagi orang lain menjadi tampak mudah bagi yang biasa melakukan.
Bagi Mbak Atik dan Mas Reza ‘Dedaunan’ misalnya, menulis barangkali terasa mudah bahkan nikmat, karena sudah biasa. Tapi bagi yang belum terbiasa, pekerjaan tulis-menulis mungkin terasa begitu sulit bahkan menyiksa. Komputer sudah panas, tulisan satu alinea belum kelar-kelar juga. ‘Menthelengi’ monitor terus! Begitulah, kurang lebih gambarannya.
Padahal apa pun wujud kebiasaan, baik maupun buruk, pastilah tidak mudah pada awalnya. Itu sudah menjadi rumus. Contoh buruk: maling, misalnya. Pada awal menjalankan kebiasaan jeleknya, tentu tidak mudah. Keringat yang segede-gede jagung, rasa takut yang sangat, dan gampang kepergok, mewarnai pekerjaan amatirannya. Proyek maling berikutnya berjalan lebih lancar, rasa takut berkurang dan operasi pun berjalan lebih mulus. Setelah menjadi kebiasaan dan profesional, rasa takut tak ada lagi, hasil jarahan bertambah besar, dan untuk menangkapnya pun polisi mengalami kesulitan. Na’udzubillah!
Begitu pula kebiasaan baik, awalnya pun tidak mudah. Bila Anda sekarang begitu lihai menggeber sepeda motor, masih ingatkah Anda pertama kali belajar naik sepeda? Bila Anda sekarang begitu lancar memberikan konsultasi kepada Wajib Pajak sehingga membuatnya terpesona (“Wuiih.., dasar Cah STAN!”), masih ingatkah Anda pertama kali belajar Akuntansi dan Perpajakan waktu kuliah dulu? Bagaimana bila posisi Anda dibalik, Anda yang mendengarkan uraian WP tentang bidang pekerjaannya, bukankah ganti Anda yang terpesona? Biasa buat Anda, barangkali luar biasa buat orang lain. Sebaliknya, biasa buat orang lain, mungkin luar biasa buat Anda. Begitulah istimewanya sebuah kebiasaan.
Yang patut menjadi perhatian kita adalah apa pun bentuk kebiasaan, baik maupun buruk, pada akhirnya akan mewujud sebagai sebuah karakter. Dan sebuah karakter menjadi ciri kepribadian seseorang yang meskipun tidak mustahil, namun seringkali tidak mudah untuk diubah. Orang Jawa bilang,“Watek digawa ngurek!” (Watak dibawa mati!).
Dari sekelumit kisah dan uraian singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa kita adalah apa yang biasa kita kerjakan. Menyadari bahwa kebiasaan seringkali tidak mudah untuk diubah, maka sudah seharusnya kita untuk bersungguh-sungguh mencegah diri untuk memulai kebiasaan buruk. Dan karena keunggulan kita terletak bukan semata-mata dari suatu perbuatan melainkan dari kebiasaan baik yang senantiasa kita kerjakan, maka marilah kita memulainya dari sekarang, meskipun dari hal yang kecil. Bukankah, dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Allah SWT lebih menyukai amal ibadah yang kecil tetapi dikerjakan terus menerus daripada besar tapi kemudian terputus?!
Perhatikan minat, bakat, dan keunggulan Anda, lalu kerjakanlah berulang-ulang, Insya Allah Anda akan sukses!
Wallahu a’lam bish-showab.

Jumat, 15 Januari 2010

Setelah 19 tahun


Tidak terasa 19 tahun sudah berkantor di Jl. Sudirman, Jakarta Selatan. Selama itu pula masa kerja saya di perusahaan ini.

Hari ini adalah hari terakhir saya berkantor di Jl. Jend. Sudirman, karena mulai tanggal 18 Januari 2010, atau Senin depan sudah mesti menempati kantor baru di Wisma BCA Pondok Indah, Jl. Metro Pondok Indah No.10 Jakarta Selatan.

Sudah banyak suka duka yang saya alami selama berkantor di Sudirman. Pada masa awal-awal dulu, ketika masih numpang tinggal di rumah paman di Cibubur, berangkat ke kantor harus pagi-pagi sekali. Ba’da subuh mesti berangkat, karena sedikit saja terlambat maka akan kesulitan mendapatkan bis Mayasari P16 jurusan Tanah Abang. Dan itu berarti absen terlambat.

Saat kos di daerah Setiabudi, belakang kantor, tentu saja tidak pernah merasakan kemacetan. Sangat berbeda ketika sesudah berkeluarga terus tinggal di rumah kontrakan di Kramatjati, Jakarta Timur. Banyak sekali titik kemacetan yang harus dilewati. Mulai Cililitan, Cawang, sepanjang jalan MT. Haryono, Pancoran, Mampang, Gatot Subroto. Uiih parah. Apalagi kini, saat sudah punya rumah sendiri di Pamulang, titik kemacetan bertambah dari sejak Ciputat, Pasar Jum’at, Pondok Indah, Radio Dalam, Bendungan Hilir, dan masih banyak lagi. Jarak tempuh sekitar 26 KM dibutuhkan waktu 1,5 jam.

Senin besok, setelah pindah di Pondok Indah (lebih tepatnya Lebak Bulus, karena posisinya berseberangan dengan Carrefoure Lebak Bulus), jarak perjalanan menjadi tinggal 12 KM. Waktu tempuh sekitar ½ jam atau kalau hari senin (biasanya hari paling macet dalam seminggu) butuh waktu ¾ jam.

Alhamdulillah, akhirnya setelah 19 tahun, Allah kasih kemudahan dengan mendekatkan jarak rumah ke kantor. Patut disyukuri bukan? Harus disyukuri tentu saja.

Tentu saja ada yang sedih karena kantornya menjadi lebih jauh dari rumah. Bersabar ya. Seperti saya juga telah bersabar selama 19 tahun.

(Hihihiii jadi ingat pelajaran mengarang sewaktu masih SD dulu...begini ini model tulisannya).