DUKA PAK ABDURAHMAN SI PENJUAL KORAN

Sahabatku...sekali waktu, cobalah kita perhatikan tubuh kita yg terlihat dari ujung rambut hingga ujung kaki, betapa sempurnanya Allah menciptakan kita. Andai salah satu saja bagian tubuh kita tidak ada, betapa rumitnya hidup yang akan kita hadapi kendati pun kita tetap mampu bertahan hidup tanpa salah satu bagian tubuh kita. Bersyukur kita yang diberi anugerah oleb Allah dengan anggota badan yang lengkap. Bersyukur kita yang diberi Allah dengan rizki lebih. Bersyukur kita kepada Allh yang memberi pekerjaan yang baik. Tapi tidak untuk Pak Abdurahman. Segala keterbatasan telah menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari, akibat dari kanker yang dideritanya beliau harus rela kehilangan hidung. Penghasilannya sebagai seorang penjual koran di pompa bensin di daerah Kasablanka, Jakarta Selatan hanya cukup untuk sekedar makan sehari-hari. Namun demikian, dengan segala keterbatasannya itu tidak menjadikan Pak Abdurahman mempunyai niat untuk menjadi pengemis atau peminta-minta. Tidak.! Baginya bekerja adalah wajib hukumnya. Tak peduli berapapun riski yang didapatkan. Bersyukur karena ia sering mendapatkan uang lebih dari mereka yang membeli koran dan merelakan uang kembalian. Namun begitu menjelang lebaran ini Pak Abdurahman berharap dapat membelikan baju baru dan ketupat lebaran buat keluarganya. Syukur-syukur ada uang lebih untuk ia bisa kembali berobat. Hidungnya yang sumbing dan hanya ditutup dengan plester membuat orang menjadi tidak tega untuk memandangnya. Sahabat..yuk lakukan kabaikan meskipun orang lain tak membalasnya dengan hal serupa. Kita niatkan segala kabaikan hanya untuk menggapai ridho Allah semata. Untuk sahabat yang Allah lebihkan rezekinya, silakan bila ingin membantu bisa transfer melalu rekening milik pengelola Musholla BCA UBKK Wisma Pondok Indah No. 035-611 2622 atas nama Eko Supriyanto. Dalam salah satu foto Pak Abdurahman berdampingan dengan Sdr. Arief Fauzi (Benzo), salah seorang aktifis di komunitas Pengajian Al`Quran Learning Musholla BCA UBKK Wisma Pondok Indah, Jakarta Selatan. Contact Person: 0816811330 (joko) atau 08990773322 (eko) MULIA KITA DENGAN MEMBERI, ABADIKAN HARTA KITA DENGAN SEDEKAH, TAK AKAN JATUH MISKIN ORANG YANG BERSEDEKAH, DAN TAK AKAN TAMBAH KAYA ORANG YANG MENAHAN HARTANYA RAMADHAN, SAATNYA MENGUMPULKAN BEKAL BUKAN MENAMBAH BEBAN, AYO KITA BORONG SELURUH AMAL SHOLEH DI BULAN MULIA INI Sekecil apapun bantuan Anda sangat berarti buat pak Abdurahman, semoga kerelaan Anda akan meringankan beban penderitaanNya

Sabtu, 03 Desember 2011

Siapa yang Bertanggung Jawab?


Sebuah pertanyaan yang sederhana. Siapa yang bertanggung jawab?

Siapa yang bertanggung jawab atas semburan lumpur Lapindo? Keluarga Bakrie? Anda yakin? Coba cek lagi deh..

Siapa yang bertanggung jawab atas kontrak bisnis dengan PT. Freeport?
Siapa yang bertanggung jawab atas jebolnya situ Gintung?
Siapa yang bertanggung jawab atas meledaknya ratusan (atau ribuan?) tabung gas elpiji?
Siapa yang bertanggung jawab atas ambruknya jembatan Kutai Kartanegara?
Siapa yang bertanggung jawab bila kualitas wakil rakyat kita seperti yang sekarang ini?

Begitu mudah menyampaikan pertanyaan-pertanyaan serupa. Tetapi ternyata jawabannya tidak cukup mudah bukan?

Yang paling mudah adalah bukan mencari siapa yang bertanggung jawab, tetapi mencari kambing hitam. Bahkan ini lebih mudah daripada mencari kambing untuk kurban.

Sudah semestinya kita mulai mengajari anak-anak kita belajar apa itu tanggung jawab dari semenjak mereka kecil. Insya Allah nanti mereka akan mengerti dengan sendirinya apa itu arti tanggung jawab, bukan kambing hitam.

Serba Mirip di TV One


Pernahkan Anda memperhatikan ada begitu banyak kemiripan di stasiun TV One?

Dita Faisal dan Dina Faisal
Kedua orang ini adalah reporter yang mirip baik wajah maupun suaranya, bahkan kadang sulit untuk membedakannya. maklumlah, mereka ini saudara kembar.

Dwi Anggia dan Balquees Manisang
Dua pengganti Tina Talisa dalam Apa Kabar Indonesia Malam ini sangat mirip suaranya. Kalau hanya mendengar tanpa melihat wajah Anda akan kesulitan membedakan keduanya.

Karni Ilyas dan Bang One
Kedua tokoh ini sangat mirip suaranya. Serak-serak bingung gitu deh...

Tina Talisa dan Marshanda
Kedua orang ini wajahnya mirip, juga dua-duanya pintar menyanyi. Tetapi Marshanda bukan penyiar TV One. Begitu pula ternyata Tina Talisa, kini dia bukan lagi penyiar di TV One.

Kamis, 08 September 2011

Sungkeman Lebaran 2011 in Video

Ini videonya:

http://www.youtube.com/watch?v=gnNjg_38abo

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=lebaran%202011%20haji%20muh%20ismail&source=web&cd=1&sqi=2&ved=0CBkQtwIwAA&url=http%3A%2F%2Fwww.youtube.com%2Fwatch%3Fv%3DgnNjg_38abo&ei=vSO5ToXyEcbprAeCyrHUBg&usg=AFQjCNFJe0ZUM-5Pcq0p-GdxPFfj0twRDQ&sig2=yUz4POEYhIUotOa4LfyFVA

Sungkeman Lebaran 2011 Keluarga Muh Ismail











Ini foto-fotonya ya:

Rabu, 17 Agustus 2011

Pak SBY Bertindaklah. Sekarang atau Tidak Sama Sekali.

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuh.

Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang saya hormati, bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan ke-66 dan puasa Ramadhan 1432 H hari ke-17 ini, saya memberanikan diri untuk menyampaikan sesuatu kepada Bapak melalui blog saya ini, dengan harapan akan menjadi bagian dari kontribusi seorang anak bangsa yang ikut memikirkan nasib negeri ini, negeri tercinta Indonesia. Walau sekecil apapun bentuknya.

Sejatinya saya masih bingung mau mulai dari mana, karena begitu banyak hal yang berkecamuk di dalam hati saya. Satu hal yang saya ingin pastikan adalah bahwa tidak ada maksud sedikitpun dari tulisan saya ini untuk menyakiti, menyudutkan, menginjak-injak, atau apapun istilahnya untuk sesuatu hal yang dianggap merendahkan harkat dan martabat seseorang atau institusi. Juga tidak ada niat untuk menghujat atau membenci. Sama sekali tidak. Namun kalau pun toh nanti akan ada pihak-pihak yang tersinggung atau sakit hati, maka dengan ini juga saya menyampaikan permohonan maaf dari sejak sekarang.

Pak Presiden, satu hal yang saya yakini adalah bahwa harus ada seseorang yang berbuat sesuatu. Harus ada seseorang yang dengan kekuatan besar mau melakukan sebuah upaya yang bisa memperbaiki keadaan yang, kalau tetap dibiarkan saja seperti sekarang ini maka tinggal tunggu waktu saja hancurnya negeri ini. Seseorang yang punya hati nurani. Seseorang yang kalau dia melakukan perbuatan itu maka yakinlah bahwa seluruh negeri ini akan memberikan dukungan sepenuhnya. Seseorang yang, mestinya dengan tetap menjaga hati nuraninya bersih, berani melakukan suatu tindakan yang 'lua biasa'. Sebuah gebrakan. Dan seseorang itu, yang saya tahu untuk saat ini, hanyalah Bapak Presiden seorang.

Pak, sebelum saya lanjutkan, saya ingin bertanya tentang beberapa hal, sekedar untuk konfirmasi apakah persepsi dan pemahaman kita sama.

1. Jaman dulu, dulu sekali, sudah berabad-abad lamanya, Khalifah Umar sering pergi berkeliling negeri dengan cara menyamar, semata untuk memastikan kondisi rakyat dan wilayahnya dengan mata kepala sendiri. Saat ini mungkin Bapak tidak punya waktu untuk melakukan itu, kalau saya tidak salah istilahnya incognito, karena begitu banyak kesibukan yang Bapak hadapi. Jadi mau tidak mau, suka tidak suka, Bapak akan menerima informasi dan laporan dari pembantu dan orang-orang kepercayaan Bapak. Apakah benar demikian adanya Pak?

2. Ketika Khalifah Umar mendapat laporan bahwa ada seorang Gubernurnya yang berbuat zalim atau tidak adil dalam memimpin rakyatnya, maka Khalifah tidak akan ragu untuk memecat dan menggantikannya dengan yang lebih amanah. Saya yakin Bapak setuju dengan tindakan beliau ini kan?

3. Pelajaran sejarah sewaktu saya duduk di bangku SMP, kalau saya tidak salah ingat, yaitu ada sebuah kerajaan bernama Kalingga yang dipimpin oleh seorang Ratu Shima, telah menerapkan hukum potong tangan bagi siapapun, bagi siapapun Pak, yang berani melakukan pencurian. Dan itu bukan hanya omong kosong. Bukan hanya slogan. Benar-benar dijalankan. Hukuman ini berlaku bahkan bagi orang terdekat sang Ratu sendiri. Dari kalangan ring satu kalau meminjam istilah jaman sekarang. Jadi hukuman berat bagi penjahat merupakan warisan leluhur kita. Karena itulah maka sejarah tetap menyimpan catatan peristiwa di Kerajaan Kalingga ini dengan sangat rapi. Apakah Bapak pernah mendengar atau membaca sejarah ini dan apakah Bapak setuju dengan ini?

Baiklah Pak, mohon ijin saya lanjutkan.

Bapak punya Menteri Perhubungan. Namanya Pak Freddy Numberi. Tolong tanya beliau, apakah pernah dalam masa jabatannya ini menyamar naik truk-truk angkutan barang, melihat apa yang terjadi jalan-jalan raya dari sepanjang Pulau Sumatera, sepanjang Pulau Jawa, atau rute pendek sajalah, misalnya dari Jakarta menuju Merak. Apa yang terjadi di setiap titik jembatan penimbangan. Apa yang beliau lihat pada titik-titik di mana ada petugas Dishub memberhentikan kendaraan. Tanya juga ke Pak Freddy, apakah pernah naik bis-bis umum atau kereta api. Tentu dengan cara menyamar, karena kalau tidak, pasti semua sudah diatur sedemikian rupa sehingga menjadi nampak baik-baik saja.

Bapak punya Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara. Mohon maaf Pak, saya lupa namanya. Bapak boleh tanya beliau, apakah pernah menyamar untuk melihat bagaimana para aparat negara itu bekerja sehari-harinya.

Bapak punya Pak Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri yang hebat itu. Tanya beliau, tahukah bagaimana aparat kelurahan, kecamatan, kabupaten/kotamadya melayani rakyatnya. Apakah beliau tahu bahwa kebanyakan rakyat bukannya dilayani, tetapi rakyatlah yang harus melayani maunya aparat bila ingin kebutuhannya didapatkan.

Bapak punya Kepala BPN. Mohon maaf juga, saya tidak kenal beliau. Mohon Bapak tanya beliau, bagaimana kalau masyarakat mengurus surat-surat tanah. Minta beliau tanya kepada pada Notaris dan PPAT, betapa setiap urusan yang berhubungan dengan BPN, tidak ada yang sesuai tarif resmi. Atau jangan-jangan bahkan tidak ada daftar tarif resmi.

Bapak punya Pak Timur Pradopo. Namun sebaiknya jangan tanya beliau Pak. Sebaiknya Bapak tanya saja para penasehat hukum. Para lawyer ini pasti tahu apa itu istilah vitamin atau jamu. Begitupun pada setiap urusan dengan pengadilan. Pak Basrif Arif pasti tahu Pak. Pak Patrialis Akbar juga. Silakan Bapak tanya Bapak-Bapak ini. Mudah-mudahan mereka berkenan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi di lingkungan kerja mereka. Apakah Bapak tahu berapa dana yang harus disediakan untuk seorang kandidat sersan Polisi Pak? Apakah Bapak tahu berapa uang yang dibayar oleh masyarakat untuk mengurus surat-surat kendaraan bermotor dan berapa yang masuk ke dalam kas negara? Contoh sederhananya Pak, berapa seseorang harus membayar untuk mendapat nomor polisi dengan hanya 1 angka saja, misalnya B 1 RMA.

Masih banyak lagi hal lain Pak. Masih sangat banyak. Akan sangat sulit dan butuh waktu banyak untuk Bapak bisa mendalami semua itu. Saya bisa memahami.

Ada masalah yang sangat mendasar di negeri ini Pak yang sudah mendarah daging, berurat berakar, yaitu masalah korupsi dengan segala macam turunannya seperti pungli, suap, dll berikut berbagai macam modusnya. Ini yang harus dibenahi Pak. Ini yang mesti Bapak bereskan.

Mungkin sudah terlalu banyak masalah-masalah besar yang harus Bapak selesaikan. Masalah Muhammad Nazarudin misalnya, bisa jadi telah menyita waktu dan perhatian Bapak. Sangat sedikit waktu istirahat Bapak. Mungkin Bapak hanya sempat tidur 1-2 jam sehari.

Jadi saya sangat bisa memahami apabila tidak ada lagi waktu yang tersedia bagi Bapak untuk melakukan penyamaran atau incognito seperti halnya Khalifah Umar. Jadi mau tidak mau, suka tidak suka, Bapak harus percaya dengan laporan anak buah Bapak.

Namun sesuatu hal besar mesti Bapak lakukan. Sebuah gebrakan.

Apabila sebuah reshufle kabinet tidak bisa Bapak lakukan, masih ada hal lain Pak. Apa itu Pak? Ya misalnya saja, Bapak beri target para menteri Bapak ini untuk membereskan borok-borok yang mengakar di kementrian masing-masing. Juga di kepolisian, kejaksaan, BPN dan lain-lain. Kalau dalam 6 bulan, ini hanya misalnya, maka minta menteri Bapak untuk memecat pejabat eselon 1 dan 2. Ganti dengan yang lain. Iya Pak, bukan menterinya, tapi lapis kedua atau ketiganya saja. Kenapa? Ya karena pejabat lapis kedua dan ketiga ini yang paham masalah tehnis dan operasional. Minta mereka buat kontrak jabatan di lingkungan kerja masing-masing. Menteri Pendayagunaan Aparatus Negara bisa membuat draft dan formatnya. Atau hal lain yang menggebrak. Sesuatu yang tegas. Apa kek. Rakyat memerlukan itu Pak. Menghukum mati para koruptor misalnya. Bukan semata-mata meniru Negeri China Pak (yang nyata-nyata mampu menurunkan korupsi secara signifikan), tetapi meneruskan tradisi leluhur seperti yang pernah dijalankan di Kerajaan Kalingga.

Hanya masalah kemauan Pak. Dan harus segera. Masa jabatan Bapak tinggal sebentar lagi. Jangan kuatir untuk tidak populer Pak. Jangan takut dikenang sebagai Presiden yang kontroversial. Jangan berpikir bahwa rakyat akan membenci ,....Bapak. Tidak perlu Lakukan segera Pak. Bertindaklah. Sekarang atau tidak sama sekali.

Kami kelak akan mengenang Bapak sebagai seseorang yang memberi warna bagi negeri ini. Ratusan tahun kelak, insya Allah nama Bapak akan disebutkan di kelas-kelas sekolah dalam mata pelajaran sejarah.

Semoga.


Salam dari salah seorang rakyat negeri ini yang sangat mendambakan adanya Indonesia yang baldatun thoyibatun wa robbun ghofur. Gemah ripah loh jinawi. Toto titi tentrem kerta raharja.

Joko Suseno
Dari Temanggung
Tinggal di Pamulang, Kota Tangerang Selatan



















Rabu, 03 Agustus 2011

Penyesalan Seorang Ibu


Seorang Ibu duduk memojok. Duduknya terlihat tidak nyaman. Gelisah. Pada raut wajah yang sudah banyak dihiasi dengan garis-garis perjalanan waktu itu jelas nampak tergambar kegelisahan itu.

Majelis ta’lim itu lumayan penuh. Maklum hari libur perayaan hari besar Islam. Mungkin juga karena ustadz yang memberi tausiyah sering muncul di layar televisi. Pada kata pengantarnya Pak Ustadz sudah menyampaikan bahwa akan ada sesi khusus untuk dialog. Sejak saat itu bahasa tubuh si Ibu sudah menggambarkan ketidaktenangannya. Terus saja merubah posisi duduk. Walaupun nampak menyimak isi tausiyah, namun rasanya hatinya entah ada di mana. Ada yang ingin meloncat dari dalam dirinya. Seolah-olah saat ini juga si Ibu ingin mengutarakan suatu masalah yang sangat berat.

Akhirnya sesi dialog itu pun tiba. Si Ibu mengangkat tangan yang kulitnya sudah nampak layu. Panitia memberinya mikropon tanpa kabel. Dan mulailah si Ibu dengan kisahnya.

Saya punya 3 orang anak. Semuanya laki-laki. Semuanya sudah berkeluarga dan sudah punya anak. Alhamdulillah saya nenek dari banyak cucu. Mestinya tinggal kebahagiaan yang kini saya rasakan sebagai seorang Ibu yang telah diberi kesempatan oleh Allah untuk melihat anak-anak saya memasuki kehidupan rumah tangga mereka. Mestinya saya bisa bercerita dengan bangganya sebagai lazimnya seorang Ibu dan nenek menceritakan tentang anak cucunya. Cucu-cucu yang banyak dan menggemaskan. Anak-anak dan menantu yang berbakti. Maka cukuplah itu menjadi kebahagiaan di usia saya yang sudah memasuki senja hari ini.

Ijinkan saya bercerita tentang masa kecil anak-anak saya Ustadz. Semasa kecil dulu, anak-anak saya penurut. Senakal-nakalnya anak-anak, mereka selalu mendengarkan omongan saya. Juga menuruti kata-kata ayahnya. Mereka juga rajin ke mesjid. Rajin mengaji.

Mata si Ibu mulai berkaca-kaca. Lalu mengalir butir-butir air bening membasahi pipi keriputnya. Suasana hening. Sangat hening. Lalu si Ibu melanjutkan sambil terisak.

Sekarang semua berbeda. Saat ini mereka semua tinggal tidak jauh dai rumah saya. Jadi tidak saja pada hari libur saya bisa menjumpai mereka. Saban hari selalu saja ada yang berkunjung. Atau sebentar saya mengunjungi mereka. Jadi sehari-hari saya bisa tahu apa kegiatan anak-anak dan cucu-cucu saya. Dan ini yang membuat saya sangat sedih. Ada perasaan sangat berat menggantung di hati saya. Beban dosa yang tidak tertanggungkan. Saya merasa gagal menjadi Ibu. Anak-anak saya tidak pernah menjalankan sholat. Juga istri dan anak-anak mereka. Jangankan pergi berbondong-bondong ke mesjid, sedang mendengar adzan saja mereka acuh. Mereka tetap saja asyik dengan kegiatan mereka sampai waktu sholat habis. Kalau saya ajak atau saya ingatkan, selalu jawabannya Ibu saja sholat dulu. Masih nanggung nih. Begitu terus. Apa yang salah dengan saya. Saya merasa sudah mendidik mereka dengan benar. Saya dan almarhum ayah mereka sudah mengajari mereka sholat dan mengaji. Kita panggilkan mereka guru ke rumah. Kita suruh mereka ke mesjid. Tapi sekarang......

Si Ibu menangis sesenggukan. Tidak sanggup dia melanjutkan ceritanya. Seorang Ibu merangkulnya. Ibu yang lain mengelus punggungnya. Ada juga yang memegang tangannya. Semua ingin memberi kekuatan kepada si Ibu.

Pak Ustadz mengambil alih.

Bunda, kewajiban orang tua adalah membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Tidak saja memberi mereka makan cukup, tapi juga mengajari mereka berkomunikasi bahkan sejak anak-anak lahir, berbicara dengan baik, berjalan, mengurus kebutuhan mereka sendiri. Juga mengajari akhlak dan budi pekerti yang baik. Bertegur sapa. Membalas salam. Memberi senyum. Bersikap ramah. Menjaga kata-kata dan perilaku. Banyak hal.

Orang tua juga wajib menuntun anak untuk mengenal Tuhannya. Bahkan ketika baru saja lahir si ayah wajib mengumandangkan adzan di telingan kanan dan iqomah di telinga kiri si bayi. Begitulah agama kita menuntun kita untuk memperkenalkan Tuhan kepada anak-anak sejak dini.

Bayi ibarat kertas putih bersih. Belum ada satu coretan pun. Bahkan tidak juga satu titik.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak mempersekutukan Allah) tetapi orang tuanya lah yang menjadikan dia seorang yahudi atau nasrani atau majusi sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor hewan yang sempurna. Apakah kau melihatnya buntung?” kemudian Abu Hurairah membacakan ayat-ayat suci ini: (tetaplah atas) fitrah Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. (Hukum-hukum) ciptaan Allah tidak dapat diubah. Itulah agama yang benar. Tapi sebagian besar manusia tidak mengetahui (QS Ar Rum [30]:30)

Dari cerita Ibu rasanya Ibu sudah menjalankan semua kewajiban Ibu dengan benar. Lalu apanya yang salah? Siapa yang salah?

Tanpa bermaksud untuk menghakimi siapapun, saya ingin mengajak kita semua sebagai orang tua untuk merenungi kembali, bagaimana kita telah mengasuh dan membesarkan anak-anak kita. Kemarin, kini, dan nanti.

Jaman sudah semakin maju. Anak-anak SD sekarang sudah punya HP. Bahkan tidak sedikit yang diberi blackberry oleh orang tuanya, entah dengan pertimbangan apa. Akses internet semakin mudah. Sinetron dan tayangan reality show silih berganti. Sementara itu ayah dan bundanya dua-duanya bekerja mencari nafkah. Anak-anak besar bersama baby sister atau pembantu rumah tangga. Itu sekarang ini. Ayah Ibunya memang menyuruh anak-anaknya mengaji dan sholat, tapi tidak memberi contoh. Anak-anak disuruh pergi ke mesjid, tapi ayah ibunya asyik dengan kisah sinetron yang tayang tiap hari berseri-seri panjangnya. Begitulah. Anak kehilangan figur panutan. Anak tidak punya contoh. Yang mereka temui adalah intruktur. Orang tua yang mereka kenal laksana mandor yang kerjanya menyuruh-nyuruh tapi tidak mengerjakan. Kenapa tidak ayah pergi ke mesjid lalu ajak serta putranya? Kenapa tidak bunda membaca al Qur’an lalu ajak pula putrinya? Itulah yang namanya memberi teladan.

Lalu menjawab pertanyaan Ibu. Mereka anak-anak Ibu sudah dewasa. Sudah mengerti hak dan kewajiban beragama. Ibu sudah memenuhi kewajiban Ibu. Sekarang serahkan saja semua kepada Allah. Berdoalah tanpa henti, semoga putra-putra dan cucu-cucu Ibu diberi hidayah.

Hingga akhirnya Allah memanggil si Ibu, belum nampak ada perubahan perilaku anak-anaknya. Mohon doa untuk Ibu Fulan, semoga kegundahan hatinya menjadi jalan menuju ampunan dari Allah swt.

Berdasar kisah nyata dengan penambahan redaksi.
Klik saja: http://www.jurnaljokosuseno.blogspot.com

Rabu, 16 Februari 2011

Outbond Santri Abu Bakar

OUTBOND Menjelang Ujian Nasional

Saya, setelah sempat berdiskusi dengan Ustadz Yazid dan Bu Nina (mama Indana), mengusulkan kepada segenap orang tua santri Asrama Abu Bakar (dan asrama Ali khusus kelas 9), sebelum anak-anak kita melaksanakan Ujian Nasional pada bulan April nanti, kita adakan suatu kegiatan.

Tujuan kegiatan ini antara lain:
- mengurangi ketegangan (nervous) anak2 dalam menghadapi ujian
- memberikan dorongan semangat (motivasi) bahwa kita, para orang tua, selalu mendukung mereka..
- memberikan tambahan gizi...
- mempertebal semangat persaudaraan dan sportivitas
- dan masih ada lagi hlo..

Oleh karena itu kami mengharap bantuan dan partisipasi segenap orang tua untuk kelancaraan pelaksaan rencana acara ini. Adapun dukungan yang kami butuhkan antara lain:

- ide/usulan2 terkait dengan logistik (dana, makanan, hadiah dll)
- kepanitiaan (dalam outbond tersebut dibutuhkan sekurang-kurangnya 12 orang sebagai penanggungjawab area/titik TKP)
- memberi semangat anak2
- dan lain-lain tentunya..

Sedangkan materi outbond itu sendiri insya Allah memenuhi unsur-unsur sbb:
- petualangan
- kebersamaan
- analisis
- keuletan
- kedisiplinan
- keceriaan
- lainnya masih ada, tapi lagi dipikirin hehehee

Silakan berlomba-lomba untuk berpendapat dan memberi usulan.

Mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan.

Wassalam.

Joko Suseno