Tertipu. Perasaan itu yang hinggap di diri istri saya, Ismawati. Begitu lama dia menunggu hadirnya buku keempat, novel tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Tiga novel sebelumnya Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Edensor dia lahap dalam tempo sangat singkat. Semalem untuk satu buku. Maka Maryamah Karpov telah menjadi obsesinya.
Sekian kali mengunjungi toko buku Gramedia, sebanyak itu pula harus menelan kekecewaan. Sampai suatu ketika di penghujung bulan Nopember 2008, dalam suatu kunjungan berkala di Summarecon Mall Serpong, Maryamah Karpov sudah berjajar manis di deretan depan Gramedia. What a very wonderful day. Sepertinya hari itu adalah hari yang paling indah. Ah, ada-ada saja.
Begitulah. Mulailah istriku tenggelam dalam keasyikan menyusuri pulai Belitong. Hanyut dalam aliran sungai Linggang. Menangis haru getir seperti ikut menatap ayah Ikal berdiri kebingungan di tengah lapangan karena tak kunjung dipanggil mandor Jurasim. Berdecak kagum pada kecemerlangan Lintang yang melebihi Albert Einstein. Kagum dengan kegigihan Ketua Karmun. Tertawa terpingkal-pingkal dengan aksi Mahmudin Pelupa. Salut luar biasa akan kekompakan Laskar Pelangi. Masih banyak lagi. Juga nama-nama julukan itu. Rustam Simpan Pinjam. Muharam Ini Budi. Zainul Helikopter. Marhaban Hormat Grak. Rofi’i Bruce Lee. Berahim Harap Tenang. Ah, lucu luar biasa. Tapi Maryamah Karpov?
Tak ada yang begitu istimewa dengan Maryamah Karpov. Bahkan disebutkannya pun nyaris hanya sekali. Lalu kenapa Andrea memilih Maryamah Karpov sebagai judul novel keempatnya ini? Benar-benar sulit dimengerti.
Bolehlah kalau Mimpi-mimpi Lintang. Karena perahu yang menjadi mahakarya ciptaan Ikal itu tak lain dan tak bukan adalah ide cemerlang si Lintang. Kenapa tidak Mengejar A Ling? Atau A Ling di sarang penyamun? Atau Membelah Samudera? Atau Biola Nurmi seperti gambar ilustrasi sampulnya? Kenapa harus Maryamah Karpov?
Lepas dari perasaan tertipu istriku, Ismawati, atas judul novel ini, sungguh saya ingin menyampaikan apresiasi yang tertinggi buat Andrea Hirata. Tertalogi ini adalah mahakarya. Dan Maryamah Karpov ini adalah puncaknya.
Maryamah Karpov telah mampu menggiring ilusi, ketidakmasukakalan, menjadi sebuah mimpi yang bisa diraih. Bisa digapai dengan keteguhan dan cucuran keringat. Maryamah Karpov adalah inspirasi buat semua orang. Maryamah Karpov adalah monumen yang pantas dijadikan rujukan bahwa tidak ada yang mustahil di dunia ini bila kita memimpikannya.
Terus berkarya wahai Andrea Hirata. Soal istriku, biarlah itu menjadi bagianku untuk menghiburnya.
Salam.
Joko Suseno
Sekian kali mengunjungi toko buku Gramedia, sebanyak itu pula harus menelan kekecewaan. Sampai suatu ketika di penghujung bulan Nopember 2008, dalam suatu kunjungan berkala di Summarecon Mall Serpong, Maryamah Karpov sudah berjajar manis di deretan depan Gramedia. What a very wonderful day. Sepertinya hari itu adalah hari yang paling indah. Ah, ada-ada saja.
Begitulah. Mulailah istriku tenggelam dalam keasyikan menyusuri pulai Belitong. Hanyut dalam aliran sungai Linggang. Menangis haru getir seperti ikut menatap ayah Ikal berdiri kebingungan di tengah lapangan karena tak kunjung dipanggil mandor Jurasim. Berdecak kagum pada kecemerlangan Lintang yang melebihi Albert Einstein. Kagum dengan kegigihan Ketua Karmun. Tertawa terpingkal-pingkal dengan aksi Mahmudin Pelupa. Salut luar biasa akan kekompakan Laskar Pelangi. Masih banyak lagi. Juga nama-nama julukan itu. Rustam Simpan Pinjam. Muharam Ini Budi. Zainul Helikopter. Marhaban Hormat Grak. Rofi’i Bruce Lee. Berahim Harap Tenang. Ah, lucu luar biasa. Tapi Maryamah Karpov?
Tak ada yang begitu istimewa dengan Maryamah Karpov. Bahkan disebutkannya pun nyaris hanya sekali. Lalu kenapa Andrea memilih Maryamah Karpov sebagai judul novel keempatnya ini? Benar-benar sulit dimengerti.
Bolehlah kalau Mimpi-mimpi Lintang. Karena perahu yang menjadi mahakarya ciptaan Ikal itu tak lain dan tak bukan adalah ide cemerlang si Lintang. Kenapa tidak Mengejar A Ling? Atau A Ling di sarang penyamun? Atau Membelah Samudera? Atau Biola Nurmi seperti gambar ilustrasi sampulnya? Kenapa harus Maryamah Karpov?
Lepas dari perasaan tertipu istriku, Ismawati, atas judul novel ini, sungguh saya ingin menyampaikan apresiasi yang tertinggi buat Andrea Hirata. Tertalogi ini adalah mahakarya. Dan Maryamah Karpov ini adalah puncaknya.
Maryamah Karpov telah mampu menggiring ilusi, ketidakmasukakalan, menjadi sebuah mimpi yang bisa diraih. Bisa digapai dengan keteguhan dan cucuran keringat. Maryamah Karpov adalah inspirasi buat semua orang. Maryamah Karpov adalah monumen yang pantas dijadikan rujukan bahwa tidak ada yang mustahil di dunia ini bila kita memimpikannya.
Terus berkarya wahai Andrea Hirata. Soal istriku, biarlah itu menjadi bagianku untuk menghiburnya.
Salam.
Joko Suseno
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus