Suara anakku di telpon malam itu terdengar lebih antusias. Estu yang berbeda. Rupanya siang tadi ada pengumuman dari Ustadz Agung bahwa diberi kesempatan kepada yang berminat untuk mengikuti jambore yaitu bagi pramuka atau pelajar dari sekolah Islam Indonesia ke Malaysia. Bagi yang berminat maka kepadanya dibebani biaya tiket pesawat, akomodasi untuk 7 hari, dan city tour sejumlah empat juta lima ratus ribu rupiah. Itu rupanya masalahnya.
Sebagai orangtua tentu kami mendukung. Biarlah kami cari uangnya entah kemana, sementara saya minta Estu mencari informasi sejelas-jelasnya. Kami akan mengusahakan untuk mengurus paspos untuknya.
Besok paginya, dengan meminjam hp salah seorang Ustadz, Estu telpon untuk minta ditelpon balik. Dalam antusiasnya ada kepanikan. Rupanya besok adalah batas terakhir pendaftaran peserta jambore. Saya bilang, bagaimana mungkin urus paspor secepat itu. Sedang urus KTP yang lebih sederhana saja tidak secepat itu. Sedang untuk urus paspor Estu mesti datang ke kantor imigrasi, sedang sekarang saja masih di sekolah, di Anyer sana.
Masih belum puas, agak sore Estu kembali pinjam hp. Kali ini Ustadz Idris yang menjadi korban. Sama, hanya untuk minta ditelpon balik. Masih dengan penasarannya, panik dan terbaca antusiasnya untuk bagaimana caranya bisa ikut ke Malaysia, kembali dia menanyakan ada perkembangan apa sejauh ini. Dia minta agar saya bicara dengan Ustadz Idris, barangkali ada jalan keluar. Rupanya Ustadz Idris menyarankan untuk menghubungi Ustadz Win saja, Bapak Kepala Sekolah SMP.
Singkat cerita Ustadz Win minta maaf dengan apa yang terjadi dan memberi panawaran jalan keluar lain yaitu dengan menambah waktu pendaftaran menjadi satu minggu lagi tetapi ada resiko biaya tiket berubah. Naik tentu saja.
OK, besoknya berkoordinasilah saya ke sana sini.Tanya prosedur pembuatan paspor ke saudara yang kebetulan bekerja di biro jasa. Minta ijin Ustadz Uyun, wali asrama dan Ustadz Tatwa, wali kelas, agar Estu boleh pulang urus paspor. Tanya yayasan apakah bisa nitip Estu untuk pulang.Ternyata mobil yayasan tidak bisa, sudah terlalu penuh. Ya sudah, malam-malam kami jemput Estu. Rupanya Malik dan Gary ikut kami pulang.
Besoknya, yaitu hari ini, mulailah proses pengurusan paspor. Terpaksa saya ambil cuti sehari. Sebenarnya proses sudah dimulai sejak kemarin, yaitu mendaftar melalui biro jasa. Biaya pembuatan paspor tujuh ratus lima puluh ribu (rp.750.000,-). Kami pikir cukup mahal karena Mama Indana dengan proses yang sama, di tempat yang sama pula, yaitu kantor imigrasi Jakarta Selatan, biayanya hanya lima ratus ribu (rp.500.000,-).
Baiklah, kami sedang butuh. Lagian kami buta urusan begini. Kami pikir yang penting masalah ini bisa segera selesai.
Masalah lain muncul, yaitu KTP saya sudah kadaluarsa. Sudah habis awal bulan lalu. Mana sempat urus KTP secepat itu. Untunglah biro jasa bilang, bisa dengan resi pengurusan KTP. Jadilah pagi ini urusannya ke BCA tarik tunai, terus ke BSM setor untuk rekening panitia jambore, ke kelurahan ketemu Bu Sintia urus resi KTP, lalu pulang lagi karena surat undangan dari Malaysia yang mau ditunjukkan ke imigrasi tertinggal di rumah, terus ngebut ke kantor istri di BCA Ciputat karena ada berkas-berkas dari biro jasa yang mesti ditanda tangan oleh ibunya Estu, istri saya.
Menuju ke Ciputat macet parah. Hanya dari simpangan fly over ke BCA yang jaraknya sekitar 500 meter saja butuh waktu sepuluh menit. Saat itu sudah jam 10 lewat, padahal janjian sama biro jasa ketemu di imigrasi jam 11 siang ini. Tinggal tunggu foto saja katanya.
Selepas Ciputat jalan masih macet parah. Padat merayap. Begitu berhasil masuk tol pondok indah langsung tancap gas. Lewat perempatan ragunan - warung buncit sudah jam 11 lewat. Di situ juga macet parah. Telpon Pendi si petugas dari biro jasa, dia sudah di lantai dua kantor imigrasi. Dia minta agar kita bisa cepat atau nanti saja setelah jam satu lewat. Saya minta dia nunggu. Kita usahakan cepat. OK, salip kanan salip kiri, akhirnya sampai juga.
Ketemu Pendi, lalu diminta menunggu panggilan. Tidak ada sepuluh menit, kita dipanggil masuk.
Rupanya di dalam ruangan tidak kalah sibuk. Banyak sekali petugas imigrasi yang menangani pembuat paspor. Sibuk dan serius. Seorang petugas khusus memanggil antrian sambil mondar-mandir mengatur lalu lintas berkas. Sangat sigap. Lebih banyak lagi para pengunjung, karena setiap petugas melayani satu orang pengunjung berikutnya sudah diminta menunggu di dekatnya.
Begitulah. Estu dipanggil. Ditanya ini itu. Konfirmasi data saja. Dan lebih banyak saya yang jawab. Selesai. Estu diminta tanda tangan beberapa lembar dokumen. Lalu proses scaning sepuluh jari tangan. Tidak ada sepuluh menit. Efisien. Lalu saya tanya apakah masih ada dokumen yang kurang? Dia jawab tidak, sudah lengkap. Saya tanya lagi, kapan paspor akan selesai? Dia jawab, silakan tanya sama Bapak yang tadi antar.
Baiklah, cerita kita persingkat. Saat keluar, sebelum kami sholat dhuhur dan bermasuk pulang, kami sempat melihat papan pengumuman tentang syarat dan prosedur pembuatan paspos dan berapa biayanya. Detail Rinci. Sangat jelas. Jelas jauh berbeda dengan biaya yang diminta oleh si biro jasa. Biaya pembuatan paspor baru 48 halaman hanya Rp.200.000,- bukan Rp.500.000,- apalagi Rp.750.000,- seperti yang sudah kami bayarkan.
Akhirnya kami sadar bahwa sangat penting untuk mencari informasi sebanyak mungkin sebelum kita melakukan sesuatu hal yang baru.
Tapi sudahlah. Kami sedang terburu-buru. Yang penting kekawatiran Estu tidak bisa ikut ke Malaysia terhapus sudah.
Semoga pengalaman ini bermanfaat untuk kita semua.
Sebagai orangtua tentu kami mendukung. Biarlah kami cari uangnya entah kemana, sementara saya minta Estu mencari informasi sejelas-jelasnya. Kami akan mengusahakan untuk mengurus paspos untuknya.
Besok paginya, dengan meminjam hp salah seorang Ustadz, Estu telpon untuk minta ditelpon balik. Dalam antusiasnya ada kepanikan. Rupanya besok adalah batas terakhir pendaftaran peserta jambore. Saya bilang, bagaimana mungkin urus paspor secepat itu. Sedang urus KTP yang lebih sederhana saja tidak secepat itu. Sedang untuk urus paspor Estu mesti datang ke kantor imigrasi, sedang sekarang saja masih di sekolah, di Anyer sana.
Masih belum puas, agak sore Estu kembali pinjam hp. Kali ini Ustadz Idris yang menjadi korban. Sama, hanya untuk minta ditelpon balik. Masih dengan penasarannya, panik dan terbaca antusiasnya untuk bagaimana caranya bisa ikut ke Malaysia, kembali dia menanyakan ada perkembangan apa sejauh ini. Dia minta agar saya bicara dengan Ustadz Idris, barangkali ada jalan keluar. Rupanya Ustadz Idris menyarankan untuk menghubungi Ustadz Win saja, Bapak Kepala Sekolah SMP.
Singkat cerita Ustadz Win minta maaf dengan apa yang terjadi dan memberi panawaran jalan keluar lain yaitu dengan menambah waktu pendaftaran menjadi satu minggu lagi tetapi ada resiko biaya tiket berubah. Naik tentu saja.
OK, besoknya berkoordinasilah saya ke sana sini.Tanya prosedur pembuatan paspor ke saudara yang kebetulan bekerja di biro jasa. Minta ijin Ustadz Uyun, wali asrama dan Ustadz Tatwa, wali kelas, agar Estu boleh pulang urus paspor. Tanya yayasan apakah bisa nitip Estu untuk pulang.Ternyata mobil yayasan tidak bisa, sudah terlalu penuh. Ya sudah, malam-malam kami jemput Estu. Rupanya Malik dan Gary ikut kami pulang.
Besoknya, yaitu hari ini, mulailah proses pengurusan paspor. Terpaksa saya ambil cuti sehari. Sebenarnya proses sudah dimulai sejak kemarin, yaitu mendaftar melalui biro jasa. Biaya pembuatan paspor tujuh ratus lima puluh ribu (rp.750.000,-). Kami pikir cukup mahal karena Mama Indana dengan proses yang sama, di tempat yang sama pula, yaitu kantor imigrasi Jakarta Selatan, biayanya hanya lima ratus ribu (rp.500.000,-).
Baiklah, kami sedang butuh. Lagian kami buta urusan begini. Kami pikir yang penting masalah ini bisa segera selesai.
Masalah lain muncul, yaitu KTP saya sudah kadaluarsa. Sudah habis awal bulan lalu. Mana sempat urus KTP secepat itu. Untunglah biro jasa bilang, bisa dengan resi pengurusan KTP. Jadilah pagi ini urusannya ke BCA tarik tunai, terus ke BSM setor untuk rekening panitia jambore, ke kelurahan ketemu Bu Sintia urus resi KTP, lalu pulang lagi karena surat undangan dari Malaysia yang mau ditunjukkan ke imigrasi tertinggal di rumah, terus ngebut ke kantor istri di BCA Ciputat karena ada berkas-berkas dari biro jasa yang mesti ditanda tangan oleh ibunya Estu, istri saya.
Menuju ke Ciputat macet parah. Hanya dari simpangan fly over ke BCA yang jaraknya sekitar 500 meter saja butuh waktu sepuluh menit. Saat itu sudah jam 10 lewat, padahal janjian sama biro jasa ketemu di imigrasi jam 11 siang ini. Tinggal tunggu foto saja katanya.
Selepas Ciputat jalan masih macet parah. Padat merayap. Begitu berhasil masuk tol pondok indah langsung tancap gas. Lewat perempatan ragunan - warung buncit sudah jam 11 lewat. Di situ juga macet parah. Telpon Pendi si petugas dari biro jasa, dia sudah di lantai dua kantor imigrasi. Dia minta agar kita bisa cepat atau nanti saja setelah jam satu lewat. Saya minta dia nunggu. Kita usahakan cepat. OK, salip kanan salip kiri, akhirnya sampai juga.
Ketemu Pendi, lalu diminta menunggu panggilan. Tidak ada sepuluh menit, kita dipanggil masuk.
Rupanya di dalam ruangan tidak kalah sibuk. Banyak sekali petugas imigrasi yang menangani pembuat paspor. Sibuk dan serius. Seorang petugas khusus memanggil antrian sambil mondar-mandir mengatur lalu lintas berkas. Sangat sigap. Lebih banyak lagi para pengunjung, karena setiap petugas melayani satu orang pengunjung berikutnya sudah diminta menunggu di dekatnya.
Begitulah. Estu dipanggil. Ditanya ini itu. Konfirmasi data saja. Dan lebih banyak saya yang jawab. Selesai. Estu diminta tanda tangan beberapa lembar dokumen. Lalu proses scaning sepuluh jari tangan. Tidak ada sepuluh menit. Efisien. Lalu saya tanya apakah masih ada dokumen yang kurang? Dia jawab tidak, sudah lengkap. Saya tanya lagi, kapan paspor akan selesai? Dia jawab, silakan tanya sama Bapak yang tadi antar.
Baiklah, cerita kita persingkat. Saat keluar, sebelum kami sholat dhuhur dan bermasuk pulang, kami sempat melihat papan pengumuman tentang syarat dan prosedur pembuatan paspos dan berapa biayanya. Detail Rinci. Sangat jelas. Jelas jauh berbeda dengan biaya yang diminta oleh si biro jasa. Biaya pembuatan paspor baru 48 halaman hanya Rp.200.000,- bukan Rp.500.000,- apalagi Rp.750.000,- seperti yang sudah kami bayarkan.
Akhirnya kami sadar bahwa sangat penting untuk mencari informasi sebanyak mungkin sebelum kita melakukan sesuatu hal yang baru.
Tapi sudahlah. Kami sedang terburu-buru. Yang penting kekawatiran Estu tidak bisa ikut ke Malaysia terhapus sudah.
Semoga pengalaman ini bermanfaat untuk kita semua.