Alkisah tentang 3 buah masjid yang ada di suatu komplek perumahan. Ketiga masjid itu, mari kita sebut saja Ar Rahmah, An Nur, dan Al Jannah.
Banyak kesamaan ketiganya, di antaranya semua dibangun dengan swadaya umat, ketiganya terletak di satu komplek perumahan yang sama, ketiganya berada di klaster dan sangat dekat dengan rumah warga. Masing-masing masjid terletak di klaster 1, 2, dan 3.
Yang membedakan ketiganya barangkali hanyalah suasananya. Masjid 1 dan 2, boleh juga kita sebut saja begitu, sangat dekat dengan alam. Kedua masjid ini terbuka. Dengan pepohonan yang mengelilingi, maka berada di dalam masjid akan berasa adem. Sejuk. Juga terang benderang. Tidak dibutuhkan tambahan cahaya lampu pada siang hari.
Itulah yang membedakan dengan masjid 3. Masjid ini tertutup rapat. Bahkan sangat rapat. Walaupun sama-sama dikelilingi dengan pepohonan, bahkan dibandingkan dengan masjid 1 dan 2, pepohonannya jauh lebih rimbun, tetapi berada di dalam masjid ini akan merasa panas dan pengap. Dibutuhkan 5 unit pendingin ruangan agar masjid terasa sejuk. Dibutuhkan sekian banyak lampu agar masjid ini terlihat terang. Bisa dibayangkan, dibutuhkan biaya mahal untuk membayar biaya listrik. Maka dana zakat, infaq dan sadaqah akan lebih banyak dibayarkan ke PLN daripada ke anak yatim atau fakir miskin.
Bahkan untuk sholat subuh pun, di mana udara pagi masih sangat dingin, kelima AC harus menyala agar di dalam masjid tidak panas.
Memang beginikah seharusnya sebuah masjid di jaman modern ini? Mungkin ini tuntutan modernitas supaya umat yang di rumah masing-masing sudah terbiasa dengan pendingin ruangan akan betah dan datang lagi datang lagi ke masjid? Bisa jadi.
Saya pernah berandai-andai. Andai Baginda Nabi menyaksikan ketiga masjid ini, saya sangat yakin beliau tidak akan mau lagi sholat di masjid yang ber-AC ini.
Wallohu a'lam bishawab.
Banyak kesamaan ketiganya, di antaranya semua dibangun dengan swadaya umat, ketiganya terletak di satu komplek perumahan yang sama, ketiganya berada di klaster dan sangat dekat dengan rumah warga. Masing-masing masjid terletak di klaster 1, 2, dan 3.
Yang membedakan ketiganya barangkali hanyalah suasananya. Masjid 1 dan 2, boleh juga kita sebut saja begitu, sangat dekat dengan alam. Kedua masjid ini terbuka. Dengan pepohonan yang mengelilingi, maka berada di dalam masjid akan berasa adem. Sejuk. Juga terang benderang. Tidak dibutuhkan tambahan cahaya lampu pada siang hari.
Itulah yang membedakan dengan masjid 3. Masjid ini tertutup rapat. Bahkan sangat rapat. Walaupun sama-sama dikelilingi dengan pepohonan, bahkan dibandingkan dengan masjid 1 dan 2, pepohonannya jauh lebih rimbun, tetapi berada di dalam masjid ini akan merasa panas dan pengap. Dibutuhkan 5 unit pendingin ruangan agar masjid terasa sejuk. Dibutuhkan sekian banyak lampu agar masjid ini terlihat terang. Bisa dibayangkan, dibutuhkan biaya mahal untuk membayar biaya listrik. Maka dana zakat, infaq dan sadaqah akan lebih banyak dibayarkan ke PLN daripada ke anak yatim atau fakir miskin.
Bahkan untuk sholat subuh pun, di mana udara pagi masih sangat dingin, kelima AC harus menyala agar di dalam masjid tidak panas.
Memang beginikah seharusnya sebuah masjid di jaman modern ini? Mungkin ini tuntutan modernitas supaya umat yang di rumah masing-masing sudah terbiasa dengan pendingin ruangan akan betah dan datang lagi datang lagi ke masjid? Bisa jadi.
Saya pernah berandai-andai. Andai Baginda Nabi menyaksikan ketiga masjid ini, saya sangat yakin beliau tidak akan mau lagi sholat di masjid yang ber-AC ini.
Wallohu a'lam bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar