Anak Polah Bapa Kepradhah
Idiom Jawa di atas kurang lebih berarti : Apabila anak berulah, orangtua akan direpotkan karenanya.Hampir tiga tahun sudah saya dipindahkan ke luar kota. Tidak ada yang berubah dalam keluarga saya kecuali makin besarnya anak-anak saya, hingga sepertinya saya tidak memahaminya dengan seksama. Baik perkembangan fisik tubuh maupun perkembangan mental, jiwa, dan psikologis mereka.Dunia kecil saya seakan tak lagi saya kenali sepenuhnya. Hampir saya menangis, meraung-raung, mengumpat, sumpah serapah. Lalu saya elus dada saya, ternyata saya yang salah.
Tuhan baru saja membawa pelajaran baru bagi saya sebagai orang tua.Berulang kali memang, ketika saya di luar kota, istri saya menelfon bila anak lelaki saya bermain terlalu larut, bahkan kadang kala hampir seharian bila liburan. Ketika itu saya masih menghibur diri bila perilaku tersebut masih sebatas keliaran anak semata. Lalu, ketika saya bolos kerja dan tinggal di rumah Vila Dago, ternyata saya merasakan sendiri bagaimana sulitnya kembali mendisiplinkan belajar anak lelaki saya itu. Rutinitas belajar telah dilanggar, jam makan diabaikan, peluang untuk keluar rumah selalu dicari, hingga konsentrasi dalam menghadapi pelajarannya terganggu.Saya telah melakukan kesalahan, hingga perlu memperbaiki diri, lalu berbenah untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Namun dhuh Gusti, saya justru membuat kesalahan baru, saya setengahnya menyalahkan fihak lain, ampuni saya.
Berulang kali anak lelaki saya melanggar aturan main dalam keluarga saya. Ia hanyut bermain hingga lupa akan tugas utamanya. Ia terlalu banyak main internet di Warnet depan (Blok K dekat Gate Blok H). Ketika sore tadi hampir jam 20.00 WIB saya jemput ke sana untuk ke sekian kalinya, dengan terpaksa saya bilang kepada petugas jaganya : ‘Dik, tolong kalau jam belajar, anak-anak jangan dikasih masuk’. Ini saya lakukan selain karena saya sudah kesal dengan anak saya, pada saat yang sama saya ketemu ibu-ibu yang menjemput juga. Katanya sehari ini sudah 10 kali ia jemput anaknya. Saya memang salah, karena kurang bisa mendidik anak saya hingga saya melibatkan lingkungan sekitar saya yang saya anggap tidak mendukung. Namun ketika saya memperoleh jawaban yang kurang simpatik dari petugas jaganya, hampir pecah kepala saya. Lalu saya timpali, bila demikian saya sebagai warga Blok K kurang setuju dengan keberadaan warnet tersebut. Apa Jawabnya? ‘Laporkan saja pak!’ tantangnya. Lalu gelap mata saya. Saya ajak anak saya pulang. Saya mandi, terus ke pak RT tapi beliau belum pulang, lalu ke pak RW, saya mencurahkan keberatan saya. Seandainya diperlukan surat keberatan secara tertulispun, saya sanggupi.Hati kecil saya sebenarnya tidak akan sedikitpun mengganggu atau usil kepada orang lain dalam menambah kekayaannya dengan berbagai usaha. Namun demikian alangkah baiknya apabila usaha itu tidak mengakibatkan imbas negatif langsung terhadap lingkungannya. Saya memang telah gagal dalam mendidik anak lelaki saya, tetapi mudah-mudahan hal itu bisa saya perbaiki.Sebenarnya saya sudah mencoba untuk memberi arahan, marahan, dan rambu-rambu, namun demikian apabila lingkungan saya tidak kondusif, barangkali hasilnya juga tidak akan optimal. Saya juga sudah memberi fasilitas dalam mendukung kreativitas anak saya semampu saya: mainan, kursus, alat musik, alat gambar, alat olah raga, komputer, tv kabel, internet, sudah agak lengkap terinstal di rumah namun katanya tidak seramai kalau banyak teman-temannya.
Saya harus kembali ke luar kota demi sesuap nasi, saya jadi pusing. Mungkin akan lebih baik bila warnet di kompleks saya diatur sedemikian rupa misalnya dengan denah tanpa sekat agar anak-anak tidak browsing macem-macem, dan diatur jam masuknya untuk anak-anak sekolah. Bila akan mengerjakan tugas sekolahnya, petugas harus meminta tanda ijin dari orangtuanya, atau bahkan ditutup sama sekali toh sewaktu saya beli rumah dulu spek teknis developer adalah hunian murni bukan ruko, bukan rukan, atau tidak tahulah, atau barangkali ini adalah kegagalan saya berpacu dengan kemajuan jaman yang hampir saya tidak mengerti lagi.Sekali lagi, Anak polah Bapa kepradhah, Anak berulah orang tua direpotkan.
Saya sudah melapor kepada aparat warga. Mudah-mudahan tindakan saya ini tidak memburamkan masa depan anak saya sendiri.
Salam, Seorang Ayah di Blok K Vila Dago.
Idiom Jawa di atas kurang lebih berarti : Apabila anak berulah, orangtua akan direpotkan karenanya.Hampir tiga tahun sudah saya dipindahkan ke luar kota. Tidak ada yang berubah dalam keluarga saya kecuali makin besarnya anak-anak saya, hingga sepertinya saya tidak memahaminya dengan seksama. Baik perkembangan fisik tubuh maupun perkembangan mental, jiwa, dan psikologis mereka.Dunia kecil saya seakan tak lagi saya kenali sepenuhnya. Hampir saya menangis, meraung-raung, mengumpat, sumpah serapah. Lalu saya elus dada saya, ternyata saya yang salah.
Tuhan baru saja membawa pelajaran baru bagi saya sebagai orang tua.Berulang kali memang, ketika saya di luar kota, istri saya menelfon bila anak lelaki saya bermain terlalu larut, bahkan kadang kala hampir seharian bila liburan. Ketika itu saya masih menghibur diri bila perilaku tersebut masih sebatas keliaran anak semata. Lalu, ketika saya bolos kerja dan tinggal di rumah Vila Dago, ternyata saya merasakan sendiri bagaimana sulitnya kembali mendisiplinkan belajar anak lelaki saya itu. Rutinitas belajar telah dilanggar, jam makan diabaikan, peluang untuk keluar rumah selalu dicari, hingga konsentrasi dalam menghadapi pelajarannya terganggu.Saya telah melakukan kesalahan, hingga perlu memperbaiki diri, lalu berbenah untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Namun dhuh Gusti, saya justru membuat kesalahan baru, saya setengahnya menyalahkan fihak lain, ampuni saya.
Berulang kali anak lelaki saya melanggar aturan main dalam keluarga saya. Ia hanyut bermain hingga lupa akan tugas utamanya. Ia terlalu banyak main internet di Warnet depan (Blok K dekat Gate Blok H). Ketika sore tadi hampir jam 20.00 WIB saya jemput ke sana untuk ke sekian kalinya, dengan terpaksa saya bilang kepada petugas jaganya : ‘Dik, tolong kalau jam belajar, anak-anak jangan dikasih masuk’. Ini saya lakukan selain karena saya sudah kesal dengan anak saya, pada saat yang sama saya ketemu ibu-ibu yang menjemput juga. Katanya sehari ini sudah 10 kali ia jemput anaknya. Saya memang salah, karena kurang bisa mendidik anak saya hingga saya melibatkan lingkungan sekitar saya yang saya anggap tidak mendukung. Namun ketika saya memperoleh jawaban yang kurang simpatik dari petugas jaganya, hampir pecah kepala saya. Lalu saya timpali, bila demikian saya sebagai warga Blok K kurang setuju dengan keberadaan warnet tersebut. Apa Jawabnya? ‘Laporkan saja pak!’ tantangnya. Lalu gelap mata saya. Saya ajak anak saya pulang. Saya mandi, terus ke pak RT tapi beliau belum pulang, lalu ke pak RW, saya mencurahkan keberatan saya. Seandainya diperlukan surat keberatan secara tertulispun, saya sanggupi.Hati kecil saya sebenarnya tidak akan sedikitpun mengganggu atau usil kepada orang lain dalam menambah kekayaannya dengan berbagai usaha. Namun demikian alangkah baiknya apabila usaha itu tidak mengakibatkan imbas negatif langsung terhadap lingkungannya. Saya memang telah gagal dalam mendidik anak lelaki saya, tetapi mudah-mudahan hal itu bisa saya perbaiki.Sebenarnya saya sudah mencoba untuk memberi arahan, marahan, dan rambu-rambu, namun demikian apabila lingkungan saya tidak kondusif, barangkali hasilnya juga tidak akan optimal. Saya juga sudah memberi fasilitas dalam mendukung kreativitas anak saya semampu saya: mainan, kursus, alat musik, alat gambar, alat olah raga, komputer, tv kabel, internet, sudah agak lengkap terinstal di rumah namun katanya tidak seramai kalau banyak teman-temannya.
Saya harus kembali ke luar kota demi sesuap nasi, saya jadi pusing. Mungkin akan lebih baik bila warnet di kompleks saya diatur sedemikian rupa misalnya dengan denah tanpa sekat agar anak-anak tidak browsing macem-macem, dan diatur jam masuknya untuk anak-anak sekolah. Bila akan mengerjakan tugas sekolahnya, petugas harus meminta tanda ijin dari orangtuanya, atau bahkan ditutup sama sekali toh sewaktu saya beli rumah dulu spek teknis developer adalah hunian murni bukan ruko, bukan rukan, atau tidak tahulah, atau barangkali ini adalah kegagalan saya berpacu dengan kemajuan jaman yang hampir saya tidak mengerti lagi.Sekali lagi, Anak polah Bapa kepradhah, Anak berulah orang tua direpotkan.
Saya sudah melapor kepada aparat warga. Mudah-mudahan tindakan saya ini tidak memburamkan masa depan anak saya sendiri.
Salam, Seorang Ayah di Blok K Vila Dago.
Bismillah...
BalasHapusSemua anak yang terlahir itu terlahir dgn fitrahnya (Islam), suci bagai kertas putih tanpa ada satupun noda, orangtualah yang membentuk dia menjadi Yahudi, Nasrani, Majusi, preman, baik, atau Muslim yang ta'at.
Tergantung bagaimana cara ortu mendidik, mengarahkan & membentuk aqiedah dan kepribadian anak.
Salah satu kesalahan ortu adalah jika sdh terpenuhi materi maka itu sdh cukup, sdh membuktikan bhw mereka sayang trhadap si anak.
Apa yg menimpa Mas Joko merupakan ujian, bersabarlah, dan berdoalah kpd ALLOH smg dimudahkan dan diberikan jalan yang mudah dlm persoalan hidup ini.
Apa yg Mas Joko lakukan sdh tepat trhadap warnet tsb.
Mohon maaf jk komentar saya ada yg keliru.
Walhamdulillah
Wallohu musta'an
Abu Jihad
Tanah Abang
0818-699623
Pak Abu,
BalasHapusTerima kasih atas tanggapan Bapak.
Sebenarnya ini ungkapan hati Bapak sebelah rumah. Beliau sedang menghadapi cobaan itu. Dan kebetulan memang ada warnet yang sedang kita perhatikan dan ingin kita berikan teguran.
Anak saya sendiri, alhamdulillah, baik2 saja. Yang pertama tinggal di asrama pesantren Ibnu Salam, Nurul Fikri Boarding School.
Yang kecil, perempuan, 8 tahun, kelas 3 SD.
Terima kasih untuk doanya.
Semoga Bapak dan keluarga selalu dilimpahi berkah dan kesehatan dari Allah swt. Amin.
Jazakallah khairan khatsira
Joko Suseno
Vila Dago Blok K 69
Pamulang