Kami mengundang Bapak/Ibu orangtua santri kelas 8 Nurul Fikri Boarding School - Anyer yang putra-putranya (tholib) tinggal di asrama Abu Bakar untuk bertemu menjalin silaturahmi sebagai berikut:
- Hari / Tanggal : Ahad, 3 Januari 2010
- Waktu : Jam 10.00 s/d 12.00 WIB
- Tempat : Masjid Tholib
- Agenda : 1. Ramah tamah dengan wali asrama
2. Menggali kebutuhan asrama
3. Curhat kondisi santri dan komunikasi dengan wali asrama
4. Rencana rihlah, dll
Mengingat bahwa sesudah pertemuan tersebut akan ada pertemuan antara Yayasan - Sekolah - Orangtua seluruh santri (Tholib dan Tholibah kelas 7 SMP s/d kelas 12 SMA), maka pertemuan di asrama Abu Bakar ini menjadi sangat strategis karena hasilnya dapat dibawa pada forum yang lebih besar.
Apabila Bapak Ibu memerlukan informasi lebih lanjut, silakan hubungi kami melalui e-mail dan Hp berikut:
e-mail: pakneestu@gmail.com dan jokosuseno34@yahoo.com
hp : 0816.811.330 atau (021) 71525620
atau dapat bergabung di: NFBS@yahoogroups.com
Demikian dan terima kasih.
Joko Suseno
Orangtua M. Estu Kresnha
DUKA PAK ABDURAHMAN SI PENJUAL KORAN
Sahabatku...sekali waktu, cobalah kita perhatikan tubuh kita yg terlihat dari ujung rambut hingga ujung kaki, betapa sempurnanya Allah menciptakan kita.
Andai salah satu saja bagian tubuh kita tidak ada, betapa rumitnya hidup yang akan kita hadapi kendati pun kita tetap mampu bertahan hidup tanpa salah satu bagian tubuh kita.
Bersyukur kita yang diberi anugerah oleb Allah dengan anggota badan yang lengkap.
Bersyukur kita yang diberi Allah dengan rizki lebih. Bersyukur kita kepada Allh yang memberi pekerjaan yang baik.
Tapi tidak untuk Pak Abdurahman.
Segala keterbatasan telah menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari, akibat dari kanker yang dideritanya beliau harus rela kehilangan hidung. Penghasilannya sebagai seorang penjual koran di pompa bensin di daerah Kasablanka, Jakarta Selatan hanya cukup untuk sekedar makan sehari-hari.
Namun demikian, dengan segala keterbatasannya itu tidak menjadikan Pak Abdurahman mempunyai niat untuk menjadi pengemis atau peminta-minta. Tidak.! Baginya bekerja adalah wajib hukumnya. Tak peduli berapapun riski yang didapatkan. Bersyukur karena ia sering mendapatkan uang lebih dari mereka yang membeli koran dan merelakan uang kembalian.
Namun begitu menjelang lebaran ini Pak Abdurahman berharap dapat membelikan baju baru dan ketupat lebaran buat keluarganya.
Syukur-syukur ada uang lebih untuk ia bisa kembali berobat. Hidungnya yang sumbing dan hanya ditutup dengan plester membuat orang menjadi tidak tega untuk memandangnya.
Sahabat..yuk lakukan kabaikan meskipun orang lain tak membalasnya dengan hal serupa. Kita niatkan segala kabaikan hanya untuk menggapai ridho Allah semata.
Untuk sahabat yang Allah lebihkan rezekinya, silakan bila ingin membantu bisa transfer melalu rekening milik pengelola Musholla BCA UBKK Wisma Pondok Indah
No. 035-611 2622 atas nama Eko Supriyanto.
Dalam salah satu foto Pak Abdurahman berdampingan dengan Sdr. Arief Fauzi (Benzo), salah seorang aktifis di komunitas Pengajian Al`Quran Learning Musholla BCA UBKK Wisma Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Contact Person:
0816811330 (joko) atau
08990773322 (eko)
MULIA KITA DENGAN MEMBERI, ABADIKAN HARTA KITA DENGAN SEDEKAH, TAK AKAN JATUH MISKIN ORANG YANG BERSEDEKAH, DAN TAK AKAN TAMBAH KAYA ORANG YANG MENAHAN HARTANYA
RAMADHAN, SAATNYA MENGUMPULKAN BEKAL BUKAN MENAMBAH BEBAN, AYO KITA BORONG SELURUH AMAL SHOLEH DI BULAN MULIA INI
Sekecil apapun bantuan Anda sangat berarti buat pak Abdurahman, semoga kerelaan Anda akan meringankan beban penderitaanNya
Rabu, 09 Desember 2009
Kamis, 26 November 2009
Lika-liku pembuatan paspor
Suara anakku di telpon malam itu terdengar lebih antusias. Estu yang berbeda. Rupanya siang tadi ada pengumuman dari Ustadz Agung bahwa diberi kesempatan kepada yang berminat untuk mengikuti jambore yaitu bagi pramuka atau pelajar dari sekolah Islam Indonesia ke Malaysia. Bagi yang berminat maka kepadanya dibebani biaya tiket pesawat, akomodasi untuk 7 hari, dan city tour sejumlah empat juta lima ratus ribu rupiah. Itu rupanya masalahnya.
Sebagai orangtua tentu kami mendukung. Biarlah kami cari uangnya entah kemana, sementara saya minta Estu mencari informasi sejelas-jelasnya. Kami akan mengusahakan untuk mengurus paspos untuknya.
Besok paginya, dengan meminjam hp salah seorang Ustadz, Estu telpon untuk minta ditelpon balik. Dalam antusiasnya ada kepanikan. Rupanya besok adalah batas terakhir pendaftaran peserta jambore. Saya bilang, bagaimana mungkin urus paspor secepat itu. Sedang urus KTP yang lebih sederhana saja tidak secepat itu. Sedang untuk urus paspor Estu mesti datang ke kantor imigrasi, sedang sekarang saja masih di sekolah, di Anyer sana.
Masih belum puas, agak sore Estu kembali pinjam hp. Kali ini Ustadz Idris yang menjadi korban. Sama, hanya untuk minta ditelpon balik. Masih dengan penasarannya, panik dan terbaca antusiasnya untuk bagaimana caranya bisa ikut ke Malaysia, kembali dia menanyakan ada perkembangan apa sejauh ini. Dia minta agar saya bicara dengan Ustadz Idris, barangkali ada jalan keluar. Rupanya Ustadz Idris menyarankan untuk menghubungi Ustadz Win saja, Bapak Kepala Sekolah SMP.
Singkat cerita Ustadz Win minta maaf dengan apa yang terjadi dan memberi panawaran jalan keluar lain yaitu dengan menambah waktu pendaftaran menjadi satu minggu lagi tetapi ada resiko biaya tiket berubah. Naik tentu saja.
OK, besoknya berkoordinasilah saya ke sana sini.Tanya prosedur pembuatan paspor ke saudara yang kebetulan bekerja di biro jasa. Minta ijin Ustadz Uyun, wali asrama dan Ustadz Tatwa, wali kelas, agar Estu boleh pulang urus paspor. Tanya yayasan apakah bisa nitip Estu untuk pulang.Ternyata mobil yayasan tidak bisa, sudah terlalu penuh. Ya sudah, malam-malam kami jemput Estu. Rupanya Malik dan Gary ikut kami pulang.
Besoknya, yaitu hari ini, mulailah proses pengurusan paspor. Terpaksa saya ambil cuti sehari. Sebenarnya proses sudah dimulai sejak kemarin, yaitu mendaftar melalui biro jasa. Biaya pembuatan paspor tujuh ratus lima puluh ribu (rp.750.000,-). Kami pikir cukup mahal karena Mama Indana dengan proses yang sama, di tempat yang sama pula, yaitu kantor imigrasi Jakarta Selatan, biayanya hanya lima ratus ribu (rp.500.000,-).
Baiklah, kami sedang butuh. Lagian kami buta urusan begini. Kami pikir yang penting masalah ini bisa segera selesai.
Masalah lain muncul, yaitu KTP saya sudah kadaluarsa. Sudah habis awal bulan lalu. Mana sempat urus KTP secepat itu. Untunglah biro jasa bilang, bisa dengan resi pengurusan KTP. Jadilah pagi ini urusannya ke BCA tarik tunai, terus ke BSM setor untuk rekening panitia jambore, ke kelurahan ketemu Bu Sintia urus resi KTP, lalu pulang lagi karena surat undangan dari Malaysia yang mau ditunjukkan ke imigrasi tertinggal di rumah, terus ngebut ke kantor istri di BCA Ciputat karena ada berkas-berkas dari biro jasa yang mesti ditanda tangan oleh ibunya Estu, istri saya.
Menuju ke Ciputat macet parah. Hanya dari simpangan fly over ke BCA yang jaraknya sekitar 500 meter saja butuh waktu sepuluh menit. Saat itu sudah jam 10 lewat, padahal janjian sama biro jasa ketemu di imigrasi jam 11 siang ini. Tinggal tunggu foto saja katanya.
Selepas Ciputat jalan masih macet parah. Padat merayap. Begitu berhasil masuk tol pondok indah langsung tancap gas. Lewat perempatan ragunan - warung buncit sudah jam 11 lewat. Di situ juga macet parah. Telpon Pendi si petugas dari biro jasa, dia sudah di lantai dua kantor imigrasi. Dia minta agar kita bisa cepat atau nanti saja setelah jam satu lewat. Saya minta dia nunggu. Kita usahakan cepat. OK, salip kanan salip kiri, akhirnya sampai juga.
Ketemu Pendi, lalu diminta menunggu panggilan. Tidak ada sepuluh menit, kita dipanggil masuk.
Rupanya di dalam ruangan tidak kalah sibuk. Banyak sekali petugas imigrasi yang menangani pembuat paspor. Sibuk dan serius. Seorang petugas khusus memanggil antrian sambil mondar-mandir mengatur lalu lintas berkas. Sangat sigap. Lebih banyak lagi para pengunjung, karena setiap petugas melayani satu orang pengunjung berikutnya sudah diminta menunggu di dekatnya.
Begitulah. Estu dipanggil. Ditanya ini itu. Konfirmasi data saja. Dan lebih banyak saya yang jawab. Selesai. Estu diminta tanda tangan beberapa lembar dokumen. Lalu proses scaning sepuluh jari tangan. Tidak ada sepuluh menit. Efisien. Lalu saya tanya apakah masih ada dokumen yang kurang? Dia jawab tidak, sudah lengkap. Saya tanya lagi, kapan paspor akan selesai? Dia jawab, silakan tanya sama Bapak yang tadi antar.
Baiklah, cerita kita persingkat. Saat keluar, sebelum kami sholat dhuhur dan bermasuk pulang, kami sempat melihat papan pengumuman tentang syarat dan prosedur pembuatan paspos dan berapa biayanya. Detail Rinci. Sangat jelas. Jelas jauh berbeda dengan biaya yang diminta oleh si biro jasa. Biaya pembuatan paspor baru 48 halaman hanya Rp.200.000,- bukan Rp.500.000,- apalagi Rp.750.000,- seperti yang sudah kami bayarkan.
Akhirnya kami sadar bahwa sangat penting untuk mencari informasi sebanyak mungkin sebelum kita melakukan sesuatu hal yang baru.
Tapi sudahlah. Kami sedang terburu-buru. Yang penting kekawatiran Estu tidak bisa ikut ke Malaysia terhapus sudah.
Semoga pengalaman ini bermanfaat untuk kita semua.
Sebagai orangtua tentu kami mendukung. Biarlah kami cari uangnya entah kemana, sementara saya minta Estu mencari informasi sejelas-jelasnya. Kami akan mengusahakan untuk mengurus paspos untuknya.
Besok paginya, dengan meminjam hp salah seorang Ustadz, Estu telpon untuk minta ditelpon balik. Dalam antusiasnya ada kepanikan. Rupanya besok adalah batas terakhir pendaftaran peserta jambore. Saya bilang, bagaimana mungkin urus paspor secepat itu. Sedang urus KTP yang lebih sederhana saja tidak secepat itu. Sedang untuk urus paspor Estu mesti datang ke kantor imigrasi, sedang sekarang saja masih di sekolah, di Anyer sana.
Masih belum puas, agak sore Estu kembali pinjam hp. Kali ini Ustadz Idris yang menjadi korban. Sama, hanya untuk minta ditelpon balik. Masih dengan penasarannya, panik dan terbaca antusiasnya untuk bagaimana caranya bisa ikut ke Malaysia, kembali dia menanyakan ada perkembangan apa sejauh ini. Dia minta agar saya bicara dengan Ustadz Idris, barangkali ada jalan keluar. Rupanya Ustadz Idris menyarankan untuk menghubungi Ustadz Win saja, Bapak Kepala Sekolah SMP.
Singkat cerita Ustadz Win minta maaf dengan apa yang terjadi dan memberi panawaran jalan keluar lain yaitu dengan menambah waktu pendaftaran menjadi satu minggu lagi tetapi ada resiko biaya tiket berubah. Naik tentu saja.
OK, besoknya berkoordinasilah saya ke sana sini.Tanya prosedur pembuatan paspor ke saudara yang kebetulan bekerja di biro jasa. Minta ijin Ustadz Uyun, wali asrama dan Ustadz Tatwa, wali kelas, agar Estu boleh pulang urus paspor. Tanya yayasan apakah bisa nitip Estu untuk pulang.Ternyata mobil yayasan tidak bisa, sudah terlalu penuh. Ya sudah, malam-malam kami jemput Estu. Rupanya Malik dan Gary ikut kami pulang.
Besoknya, yaitu hari ini, mulailah proses pengurusan paspor. Terpaksa saya ambil cuti sehari. Sebenarnya proses sudah dimulai sejak kemarin, yaitu mendaftar melalui biro jasa. Biaya pembuatan paspor tujuh ratus lima puluh ribu (rp.750.000,-). Kami pikir cukup mahal karena Mama Indana dengan proses yang sama, di tempat yang sama pula, yaitu kantor imigrasi Jakarta Selatan, biayanya hanya lima ratus ribu (rp.500.000,-).
Baiklah, kami sedang butuh. Lagian kami buta urusan begini. Kami pikir yang penting masalah ini bisa segera selesai.
Masalah lain muncul, yaitu KTP saya sudah kadaluarsa. Sudah habis awal bulan lalu. Mana sempat urus KTP secepat itu. Untunglah biro jasa bilang, bisa dengan resi pengurusan KTP. Jadilah pagi ini urusannya ke BCA tarik tunai, terus ke BSM setor untuk rekening panitia jambore, ke kelurahan ketemu Bu Sintia urus resi KTP, lalu pulang lagi karena surat undangan dari Malaysia yang mau ditunjukkan ke imigrasi tertinggal di rumah, terus ngebut ke kantor istri di BCA Ciputat karena ada berkas-berkas dari biro jasa yang mesti ditanda tangan oleh ibunya Estu, istri saya.
Menuju ke Ciputat macet parah. Hanya dari simpangan fly over ke BCA yang jaraknya sekitar 500 meter saja butuh waktu sepuluh menit. Saat itu sudah jam 10 lewat, padahal janjian sama biro jasa ketemu di imigrasi jam 11 siang ini. Tinggal tunggu foto saja katanya.
Selepas Ciputat jalan masih macet parah. Padat merayap. Begitu berhasil masuk tol pondok indah langsung tancap gas. Lewat perempatan ragunan - warung buncit sudah jam 11 lewat. Di situ juga macet parah. Telpon Pendi si petugas dari biro jasa, dia sudah di lantai dua kantor imigrasi. Dia minta agar kita bisa cepat atau nanti saja setelah jam satu lewat. Saya minta dia nunggu. Kita usahakan cepat. OK, salip kanan salip kiri, akhirnya sampai juga.
Ketemu Pendi, lalu diminta menunggu panggilan. Tidak ada sepuluh menit, kita dipanggil masuk.
Rupanya di dalam ruangan tidak kalah sibuk. Banyak sekali petugas imigrasi yang menangani pembuat paspor. Sibuk dan serius. Seorang petugas khusus memanggil antrian sambil mondar-mandir mengatur lalu lintas berkas. Sangat sigap. Lebih banyak lagi para pengunjung, karena setiap petugas melayani satu orang pengunjung berikutnya sudah diminta menunggu di dekatnya.
Begitulah. Estu dipanggil. Ditanya ini itu. Konfirmasi data saja. Dan lebih banyak saya yang jawab. Selesai. Estu diminta tanda tangan beberapa lembar dokumen. Lalu proses scaning sepuluh jari tangan. Tidak ada sepuluh menit. Efisien. Lalu saya tanya apakah masih ada dokumen yang kurang? Dia jawab tidak, sudah lengkap. Saya tanya lagi, kapan paspor akan selesai? Dia jawab, silakan tanya sama Bapak yang tadi antar.
Baiklah, cerita kita persingkat. Saat keluar, sebelum kami sholat dhuhur dan bermasuk pulang, kami sempat melihat papan pengumuman tentang syarat dan prosedur pembuatan paspos dan berapa biayanya. Detail Rinci. Sangat jelas. Jelas jauh berbeda dengan biaya yang diminta oleh si biro jasa. Biaya pembuatan paspor baru 48 halaman hanya Rp.200.000,- bukan Rp.500.000,- apalagi Rp.750.000,- seperti yang sudah kami bayarkan.
Akhirnya kami sadar bahwa sangat penting untuk mencari informasi sebanyak mungkin sebelum kita melakukan sesuatu hal yang baru.
Tapi sudahlah. Kami sedang terburu-buru. Yang penting kekawatiran Estu tidak bisa ikut ke Malaysia terhapus sudah.
Semoga pengalaman ini bermanfaat untuk kita semua.
Jumat, 30 Oktober 2009
Sebuah Wasiat
Bismillah.
Saya ingin berwasiat kepada istriku, anak-anakku, Ibu dan Bapakku, serta adik-adik dan kakakku. Juga untuk kalian semua.
Semerti kita semua tahu bahwa umur itu di tangan Allah swt. Itu betul-betul hak prerogatif yang tidak seorang pun bisa menggugatnya. Namun sudah tahu demikian, kita seringkali masih merasa tidak rela bila Allah akan menjalankan hak prerogatifnya itu.
Maka dari itu saya ingin berwasiat di sini. Bila waktunya tiba, Allah mengirimkan utusannya si malaikatul maut untuk mencabut nyawa saya mendahaului kalian semua, maka saya ingin kalian menjalankan ini.
Istriku, jadilah wanita yang kuat. Beri contoh dan teladan anak-anakmu agar mereka juga menjadi pribadi-pribadi yang kuat, tapi juga santun, lemah lembut, baik pada semua orang, menjaga rasa malu, dan takut hanya sama Allah ta’ala. Kalau suatu saat Mama berfikir bahwa menikah lagi akan membuat Mama lebih tenang menjalani hidup, terlebih apabila anak-anak kita jauh karena harus sekolah atau bekerja, misalnya, jalani saja. Niatkan semata-mata hanya untuk mendapat ridho Allah. Pilihlah laki-laki yang menjaga sholatnya, itu saja cukup.
Mas Estu, Papa selalu bangga sama Mas. Papa tidak terlalu ingin Mas jadi orang hebat dalam segala hal. Buat Papa, cukuplah Mas jadi orang hebat di mata Allah saja. Pendidikan dan kehidupan pesantren yang Mas jalani selama ini, Papa sangat yakin akan menjadi bekal yang sempurna bagi Mas untuk menjalani kehidupan Mas nanti. Kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Jadilah orang yang lemah lembut, santun, baik pada semua orang, jaga rasa malu, disiplin, bekerja keras, dan takutlah pada Allah saja. Dengan itu semua Papa yakin, apapun yang Mas ingin raih, insya Allah akan tercapai.
Ade ntes, Dindanya Papa. Princess tercantik yang pernah Allah ciptakan di dunia ini. Ade itu anak hebat. Pinter. Hanya Papa sangat berharap agar Ade tidak lagi marah-marah, galak, dan malas. Anak pintar sebesar Ade bisa pakai baju sendiri, ambil barang-barang sendiri, susun jadwal sendiri, mandi sendiri. Jangan terlalu banyak makan, karena kalau sudah terlanjur gendut, akan susah untuk menguruskannya lagi. Jangan terlalu sering jajan di sekolah. Lebih sehat makanan dari rumah. Perbanyak hafalan al Qur’annya, karena ternyata Ade tahu bahwa ketika Ade mau benar-benar menghafal, semua terasa begitu mudah. Tahu-tahu Ade sudah hafal satu surat yang terdiri dari belasan ayat dalam waktu singkat. Ade beda dengan Mas, tapi sayangnya Papa sama. Jadilah anak yang menyenangkan orang banyak ya Nak. I love you.
Bu’e, kalau ternyata ketika Bu’e baca wasiat ini saya mendahului Bu’e, maka tolong ikhlaskan saja. Jangan saya ditangisi. Kalau boleh saya hanya ingin minta Bu’e selalu membacakan surat la Fatikhah 5 kali sehari setiap kali habis sholat. Itu saja. Yang lain, beri senyum pada semua orang, toh tidak perlu beli. Jangan beri orang prengutan, karena toh tidak ada manfaatnya.
Bapak, banyak hal baik yang saya dapat dari Bapak. Saya bangga sama Bapak. Ada juga beberapa hal yang rasanya tidak perlu saya ikuti dari Bapak, misalnya rasa kurang percaya diri. Tapi di atas itu semua, saya tidak pernah menyesal menjadi anak Bapak. Doakan saya selalu Pak, supaya nanti Allah pertemukan kita di syurga.
Adik-adikku semua, hidup ini memang sering kali tidak indah. Kadang terasa begitu berat dan kadang menyakitkan. Hanya dengan berserah diri kepada Allah sajalah maka kita akan bisa menjalani semua ini dengan ikhlas. Jangan pernah sekalipun meninggal Allah, maka niscaya Allah tidak akan pernah meninggalkan kita. Berdoalah, maka Allah akan memberikan yang kita minta. Kalau tidak sekarang, suatu hari ini nanti. Pasti. Karena Allah itu Maha Menepati Janji.
Mbake, beban di hati saya yang sekian lama terpendam, alhamdulillah hilang sudah. Setelah sekian lama cobaan demi cobaan silih berganti, sekarang karunia dan berkah Allah sudah kamu rasakan. Bersyukurlah, karena dengan bersyukur Allah akan melipatgandakan nikmat yang sudah kita terima. Percayalah.
Untuk semuanya, maafkan semua kesalahan dan kekhilafan saya. Mohon ikhlaskan kalau saya pernah punya hutang tetapi lupa untuk melunasinya, dalam bentuk apapun. Termasuk janji-janji saya yang belum sempat terbayar.
Saya titipkan anak-anak saya, Muhammad Estu Kresnha Prameswara dan Aisyah Estu Dhannoviandra Prameswara. Tolong ingatkan mereka jika suatu hari nanti kalian dapati mereka lalai atau melenceng dari nilai-nilai Islami.
Itu saja ya. Saya pamit ya. Assalamu’alaikum.
Saya ingin berwasiat kepada istriku, anak-anakku, Ibu dan Bapakku, serta adik-adik dan kakakku. Juga untuk kalian semua.
Semerti kita semua tahu bahwa umur itu di tangan Allah swt. Itu betul-betul hak prerogatif yang tidak seorang pun bisa menggugatnya. Namun sudah tahu demikian, kita seringkali masih merasa tidak rela bila Allah akan menjalankan hak prerogatifnya itu.
Maka dari itu saya ingin berwasiat di sini. Bila waktunya tiba, Allah mengirimkan utusannya si malaikatul maut untuk mencabut nyawa saya mendahaului kalian semua, maka saya ingin kalian menjalankan ini.
Istriku, jadilah wanita yang kuat. Beri contoh dan teladan anak-anakmu agar mereka juga menjadi pribadi-pribadi yang kuat, tapi juga santun, lemah lembut, baik pada semua orang, menjaga rasa malu, dan takut hanya sama Allah ta’ala. Kalau suatu saat Mama berfikir bahwa menikah lagi akan membuat Mama lebih tenang menjalani hidup, terlebih apabila anak-anak kita jauh karena harus sekolah atau bekerja, misalnya, jalani saja. Niatkan semata-mata hanya untuk mendapat ridho Allah. Pilihlah laki-laki yang menjaga sholatnya, itu saja cukup.
Mas Estu, Papa selalu bangga sama Mas. Papa tidak terlalu ingin Mas jadi orang hebat dalam segala hal. Buat Papa, cukuplah Mas jadi orang hebat di mata Allah saja. Pendidikan dan kehidupan pesantren yang Mas jalani selama ini, Papa sangat yakin akan menjadi bekal yang sempurna bagi Mas untuk menjalani kehidupan Mas nanti. Kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Jadilah orang yang lemah lembut, santun, baik pada semua orang, jaga rasa malu, disiplin, bekerja keras, dan takutlah pada Allah saja. Dengan itu semua Papa yakin, apapun yang Mas ingin raih, insya Allah akan tercapai.
Ade ntes, Dindanya Papa. Princess tercantik yang pernah Allah ciptakan di dunia ini. Ade itu anak hebat. Pinter. Hanya Papa sangat berharap agar Ade tidak lagi marah-marah, galak, dan malas. Anak pintar sebesar Ade bisa pakai baju sendiri, ambil barang-barang sendiri, susun jadwal sendiri, mandi sendiri. Jangan terlalu banyak makan, karena kalau sudah terlanjur gendut, akan susah untuk menguruskannya lagi. Jangan terlalu sering jajan di sekolah. Lebih sehat makanan dari rumah. Perbanyak hafalan al Qur’annya, karena ternyata Ade tahu bahwa ketika Ade mau benar-benar menghafal, semua terasa begitu mudah. Tahu-tahu Ade sudah hafal satu surat yang terdiri dari belasan ayat dalam waktu singkat. Ade beda dengan Mas, tapi sayangnya Papa sama. Jadilah anak yang menyenangkan orang banyak ya Nak. I love you.
Bu’e, kalau ternyata ketika Bu’e baca wasiat ini saya mendahului Bu’e, maka tolong ikhlaskan saja. Jangan saya ditangisi. Kalau boleh saya hanya ingin minta Bu’e selalu membacakan surat la Fatikhah 5 kali sehari setiap kali habis sholat. Itu saja. Yang lain, beri senyum pada semua orang, toh tidak perlu beli. Jangan beri orang prengutan, karena toh tidak ada manfaatnya.
Bapak, banyak hal baik yang saya dapat dari Bapak. Saya bangga sama Bapak. Ada juga beberapa hal yang rasanya tidak perlu saya ikuti dari Bapak, misalnya rasa kurang percaya diri. Tapi di atas itu semua, saya tidak pernah menyesal menjadi anak Bapak. Doakan saya selalu Pak, supaya nanti Allah pertemukan kita di syurga.
Adik-adikku semua, hidup ini memang sering kali tidak indah. Kadang terasa begitu berat dan kadang menyakitkan. Hanya dengan berserah diri kepada Allah sajalah maka kita akan bisa menjalani semua ini dengan ikhlas. Jangan pernah sekalipun meninggal Allah, maka niscaya Allah tidak akan pernah meninggalkan kita. Berdoalah, maka Allah akan memberikan yang kita minta. Kalau tidak sekarang, suatu hari ini nanti. Pasti. Karena Allah itu Maha Menepati Janji.
Mbake, beban di hati saya yang sekian lama terpendam, alhamdulillah hilang sudah. Setelah sekian lama cobaan demi cobaan silih berganti, sekarang karunia dan berkah Allah sudah kamu rasakan. Bersyukurlah, karena dengan bersyukur Allah akan melipatgandakan nikmat yang sudah kita terima. Percayalah.
Untuk semuanya, maafkan semua kesalahan dan kekhilafan saya. Mohon ikhlaskan kalau saya pernah punya hutang tetapi lupa untuk melunasinya, dalam bentuk apapun. Termasuk janji-janji saya yang belum sempat terbayar.
Saya titipkan anak-anak saya, Muhammad Estu Kresnha Prameswara dan Aisyah Estu Dhannoviandra Prameswara. Tolong ingatkan mereka jika suatu hari nanti kalian dapati mereka lalai atau melenceng dari nilai-nilai Islami.
Itu saja ya. Saya pamit ya. Assalamu’alaikum.
Sabtu, 22 Agustus 2009
Pesan Penting dari Temanggung (bukan dari Noordin M. Top)
Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh.
Selamat menjalankan ibadah shaum Ramadhan 1430 Hijriyah. Semoga seluruh rangkaian amal ibadah kita yaitu puasa kita, tarawih kita, bacaan al Qur'an kita, sedekah kita dan bukan hanya itu, tetapi termasuk juga tegur sapa kita, senyum kita, memberi kesempatan orang menyeberang jalan, menyalakan lampu sein saat hendak berhenti, berbelok atau mendahului, dan termasuk apapun juga yang kita niatkan ikhlas lillahi ta'ala, maka akan diperhitungkan sebagai jariyah kita dengan balasan berlipat ganda dari Allah swt, baik di dunia ini maupun kelak di akherat nanti. Amin.
Di awal puasa ini kami ingin mengajak Anda semua berwisata kuliner sejenak. Hanya imajiner. Mari bayangkan sore nanti Anda mendapatkan undangan berbuka puasa dari kedutaan Kuawait. Acara buka puasa dilaksanakan di sebuah restoran terbaik di hotel termewah di Jakarta. Hidangan disiapkan oleh chef utama dengan menu beraneka rupa pilihan. Masakan tradisional Indonesia ada. Masakan ala timur tengah ada. Masakan international lengkap. Pendek kata, apapun makanan terlezat yang pernah terbayang di pikiran Anda, semua ada di sana. Prasmanan. Kita bebas mondar-mandir ambil sana comot sini. Sekenyangnya. Sampai kemlakaren. Begitulah.
Singkat cerita, Anda sudah kembali di rumah. Besok pagi, menjelang sahur, perut memberi aba-aba Anda harus ke belakang segera. Panggilan alam yang tidak bisa ditunda-tunda. Tergopoh-gopoh. Buumm. Ah, lega...
Eit..tunggu dulu, bukan begitu ceritanya. Di-rewind dulu. Saat Anda nongkrong, ternyata ada masalah. Tidak bisa keluar. Perut sakit dan mendesak-desak, tapi tetap tidak bisa keluar. Keringat dingin bercucuran..Bahkan air mata. Sakit luar biasa. Anda pun teriak-teriak minta tolong orang rumah. Akhirnya harus dilarikan ke dokter atau rumah sakit.
Maaf, mungkin cerita itu terlalu ekstrim. Berlebihan. Lebay..
Tapi coba mari kita bayangkan apa yang dialami oleh Slamet. Lebih dari 25 tahun penderitaan yang mungkin lebay buat kita, dia alami selama bertahun-tahun. Kenapa? Karena Slamet tidak punya alat pembuangan. Kanal yang mestinya menggelontorkan kotoran, seperti yang kita sama-sama miliki, tidak dipunyai oleh Slamet. Sebuah penderitaan yang bahkan kita tidak ingin membayangkannya bukan...? Slamet Imtichan, anak pasangan Parwito dan Sriyani dari dusun Lembujati, kecamatan Gemawang, Temanggung harus menanggung semua itu sekian lama. Akan selamanyakah?
Lalu kenapa bisa begitu lama? Bukankah ada rumah sakit? Kenapa tidak dioperasi? Kenapa begini? Kenapa begitu? Pertanyaan yang logis. Tentu dari kaca mata kita.
Kemiskinan yang mengharu biru keluarga Slamet membuat pertanyaan-pertanyaan logis itu tidak bisa terjawab. Sulit untuk bisa dijawab.
Hanya saja, lewat tangan LZT, Slamet mengharapkan Anda semua dapat membantunya memberi jawaban. Kita semua dapat membantunya mencarikan "jalan keluar" yang sebenarnya. Meringankan penderitaan yang telah dia sandang bertahun-tahun.
Momentum bulan Ramadhan ini adalah kesempatan emas untuk kita berlomba-lomba berbuat kebaikan. Bahkan Anda diperbolehkan untuk mencuri start. Kita boleh memberi lebih. Lebih baik sekarang, sesegera mungkin, atau Allah tidak akan memberi kita kesempatan berikutnya.
Untuk keperluan operasi ini, Slamet membutuhkan biaya sekita Rp.7-8 jutaan.
Lumbung Zakat Temanggung, insya Allah siap membantu Anda untuk menyalurkan bantuan untuk Slamet Imtichan.
Silakan transfer zakat, infaq dan sedekah Anda ke rekening LZT:
Rekening ZAKAT
No. 6760.151.899
Bank BCA
An. Ismawati
No. 155.00.0094723.7
Bank Mandiri
An. RPH Listyarini
Rekening INFAQ dan SADAQAH
No. 6760.151.988
Bank BCA
An. Ismawati
No. 155.00.0094724.5
Bank Mandiri
An. RPH Listyarini
Rekening TABUNGAN KURBAN
No. 6760.151.881
Bank BCA
An. Ismawati
No. 155.00.0094728.6
Bank Mandiri
An. RPH Listyarini
Konfirmasi ke Pengurus harian LZT:
RPH Listyarini (Ririen)
Telp: (021) 557.44.560 HP: 0816.1180.754
e-mail: http://us.mc1101.mail.yahoo.com/mc/compose?to=rphririen@gmail.com
Falakiyatun Muniroh (Mun)
Telp: (021) 546.37.16 HP:0815.8469.2641
e-mail: http://us.mc1101.mail.yahoo.com/mc/compose?to=f_muniroh@yahoo.com
Ismawati (Isma)
Telp: (021) 746.33.728 / 746.33.730 HP: 0812.8144.226
e-mail: http://us.mc1101.mail.yahoo.com/mc/compose?to=ismawati.bujoko@gmail.com
Wabillahi taufiq wal hidayah.
Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuh
Selamat menjalankan ibadah shaum Ramadhan 1430 Hijriyah. Semoga seluruh rangkaian amal ibadah kita yaitu puasa kita, tarawih kita, bacaan al Qur'an kita, sedekah kita dan bukan hanya itu, tetapi termasuk juga tegur sapa kita, senyum kita, memberi kesempatan orang menyeberang jalan, menyalakan lampu sein saat hendak berhenti, berbelok atau mendahului, dan termasuk apapun juga yang kita niatkan ikhlas lillahi ta'ala, maka akan diperhitungkan sebagai jariyah kita dengan balasan berlipat ganda dari Allah swt, baik di dunia ini maupun kelak di akherat nanti. Amin.
Di awal puasa ini kami ingin mengajak Anda semua berwisata kuliner sejenak. Hanya imajiner. Mari bayangkan sore nanti Anda mendapatkan undangan berbuka puasa dari kedutaan Kuawait. Acara buka puasa dilaksanakan di sebuah restoran terbaik di hotel termewah di Jakarta. Hidangan disiapkan oleh chef utama dengan menu beraneka rupa pilihan. Masakan tradisional Indonesia ada. Masakan ala timur tengah ada. Masakan international lengkap. Pendek kata, apapun makanan terlezat yang pernah terbayang di pikiran Anda, semua ada di sana. Prasmanan. Kita bebas mondar-mandir ambil sana comot sini. Sekenyangnya. Sampai kemlakaren. Begitulah.
Singkat cerita, Anda sudah kembali di rumah. Besok pagi, menjelang sahur, perut memberi aba-aba Anda harus ke belakang segera. Panggilan alam yang tidak bisa ditunda-tunda. Tergopoh-gopoh. Buumm. Ah, lega...
Eit..tunggu dulu, bukan begitu ceritanya. Di-rewind dulu. Saat Anda nongkrong, ternyata ada masalah. Tidak bisa keluar. Perut sakit dan mendesak-desak, tapi tetap tidak bisa keluar. Keringat dingin bercucuran..Bahkan air mata. Sakit luar biasa. Anda pun teriak-teriak minta tolong orang rumah. Akhirnya harus dilarikan ke dokter atau rumah sakit.
Maaf, mungkin cerita itu terlalu ekstrim. Berlebihan. Lebay..
Tapi coba mari kita bayangkan apa yang dialami oleh Slamet. Lebih dari 25 tahun penderitaan yang mungkin lebay buat kita, dia alami selama bertahun-tahun. Kenapa? Karena Slamet tidak punya alat pembuangan. Kanal yang mestinya menggelontorkan kotoran, seperti yang kita sama-sama miliki, tidak dipunyai oleh Slamet. Sebuah penderitaan yang bahkan kita tidak ingin membayangkannya bukan...? Slamet Imtichan, anak pasangan Parwito dan Sriyani dari dusun Lembujati, kecamatan Gemawang, Temanggung harus menanggung semua itu sekian lama. Akan selamanyakah?
Lalu kenapa bisa begitu lama? Bukankah ada rumah sakit? Kenapa tidak dioperasi? Kenapa begini? Kenapa begitu? Pertanyaan yang logis. Tentu dari kaca mata kita.
Kemiskinan yang mengharu biru keluarga Slamet membuat pertanyaan-pertanyaan logis itu tidak bisa terjawab. Sulit untuk bisa dijawab.
Hanya saja, lewat tangan LZT, Slamet mengharapkan Anda semua dapat membantunya memberi jawaban. Kita semua dapat membantunya mencarikan "jalan keluar" yang sebenarnya. Meringankan penderitaan yang telah dia sandang bertahun-tahun.
Momentum bulan Ramadhan ini adalah kesempatan emas untuk kita berlomba-lomba berbuat kebaikan. Bahkan Anda diperbolehkan untuk mencuri start. Kita boleh memberi lebih. Lebih baik sekarang, sesegera mungkin, atau Allah tidak akan memberi kita kesempatan berikutnya.
Untuk keperluan operasi ini, Slamet membutuhkan biaya sekita Rp.7-8 jutaan.
Lumbung Zakat Temanggung, insya Allah siap membantu Anda untuk menyalurkan bantuan untuk Slamet Imtichan.
Silakan transfer zakat, infaq dan sedekah Anda ke rekening LZT:
Rekening ZAKAT
No. 6760.151.899
Bank BCA
An. Ismawati
No. 155.00.0094723.7
Bank Mandiri
An. RPH Listyarini
Rekening INFAQ dan SADAQAH
No. 6760.151.988
Bank BCA
An. Ismawati
No. 155.00.0094724.5
Bank Mandiri
An. RPH Listyarini
Rekening TABUNGAN KURBAN
No. 6760.151.881
Bank BCA
An. Ismawati
No. 155.00.0094728.6
Bank Mandiri
An. RPH Listyarini
Konfirmasi ke Pengurus harian LZT:
RPH Listyarini (Ririen)
Telp: (021) 557.44.560 HP: 0816.1180.754
e-mail: http://us.mc1101.mail.yahoo.com/mc/compose?to=rphririen@gmail.com
Falakiyatun Muniroh (Mun)
Telp: (021) 546.37.16 HP:0815.8469.2641
e-mail: http://us.mc1101.mail.yahoo.com/mc/compose?to=f_muniroh@yahoo.com
Ismawati (Isma)
Telp: (021) 746.33.728 / 746.33.730 HP: 0812.8144.226
e-mail: http://us.mc1101.mail.yahoo.com/mc/compose?to=ismawati.bujoko@gmail.com
Wabillahi taufiq wal hidayah.
Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuh
Sabtu, 08 Agustus 2009
Komunitas Sol Sepatu
Nama yang aneh. Sama seperti aktifitasnya yang juga aneh. Aneh di mata orang-orang kebanyakan.
Adalah Pak Eko, staf admin di kantor saya dan Firdaus, staf outsourcing yang menjadi aktifis utamanya. Beberapa yang lain masih banyak yang belum konsisten. Kadang ikut, kadang tidak. Saya sendiri masih masuk ke dalam golongan yang belum benar-benar konsisten.
Di kantor ada sebuah mushola kecil. Hanya muat dua shaf pendek. Paling banyak 6 laki-laki di depan, dan 7 sampai 8 perempuan di shaf belakang. Pak Eko dan Firdaus selalu sudah ada di mushola sebelum waktu sholat. Kemudian satu dua susul menyusul. Karena kami saling menunggu bila tahu masih ada yang sedang mengambil wudhu.
Paling tidak 3 kali waktu sholat kami usahakan berjamaah di awal waktu, yaitu dhuhur, asar, dan maghrib. Menjelang waktu dhuhur tiba, sementara orang-orang sedang sibuk untuk keluar makan siang, Pak Eko dan Firdaus sudah menunggu di musholla.
Komunitas yang aneh. Komunitas Solat Selalu Tepat Waktu atau Sol Sepatu, menjadi aneh karena orang-orang mendahulukan makan siang, mereka mendahulukan solat tepat waktu.
Adalah Pak Eko, staf admin di kantor saya dan Firdaus, staf outsourcing yang menjadi aktifis utamanya. Beberapa yang lain masih banyak yang belum konsisten. Kadang ikut, kadang tidak. Saya sendiri masih masuk ke dalam golongan yang belum benar-benar konsisten.
Di kantor ada sebuah mushola kecil. Hanya muat dua shaf pendek. Paling banyak 6 laki-laki di depan, dan 7 sampai 8 perempuan di shaf belakang. Pak Eko dan Firdaus selalu sudah ada di mushola sebelum waktu sholat. Kemudian satu dua susul menyusul. Karena kami saling menunggu bila tahu masih ada yang sedang mengambil wudhu.
Paling tidak 3 kali waktu sholat kami usahakan berjamaah di awal waktu, yaitu dhuhur, asar, dan maghrib. Menjelang waktu dhuhur tiba, sementara orang-orang sedang sibuk untuk keluar makan siang, Pak Eko dan Firdaus sudah menunggu di musholla.
Komunitas yang aneh. Komunitas Solat Selalu Tepat Waktu atau Sol Sepatu, menjadi aneh karena orang-orang mendahulukan makan siang, mereka mendahulukan solat tepat waktu.
Senin, 27 Juli 2009
Mencari Jasmin Jutting
Jasmin Jutting adalah Sri Winarsih, anak pasangan Sumidah dan Dahuri dari sebuah desa terpencil di lereng gunung Sumbing bernama desa Kebon Agung, kecamatan Tembarak, Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia.
Jasmin Jütting is Sri Winarsih. She is the daughter of Sumidah and Dahuri. The couple lived in Kebon Agung village, located at the Sumbing Hill, Temanggung (Middle Java, Indonesia).
Jasmin Jutting ist Sri Winarsih .Sie ist die Tocher von Ehepaar Sumidah und Dahuri von einem kleinen Dorf ,das auf niedrigen ebene von dem Berg von Sumbing,Dorfer Kebon Agung,Bezirk Tembarak,Temanggung,mittel von Java,Indonesia
Lama sekali keluarga kami mencari jejak Jasmin Jutting, sampai suatu ketika, sekitar tahun tahun 1999, Jasmin Jutting muncul di Kebon Agung. Hanya beberapa saat untuk kemudian menghilang lagi. Karena kemiskinan dan kebodohan keluarga saya di sana maka tidak terpikir untuk menjalin komunikasi selanjutnya.
Since a long time ago, my family has been looking for Jasmin Jütting. Until one day in year 1999, Jasmin Jütting visited Kebon Agung for a short period of time and disappeared afterward. Because of poverty and foolishness, my family did not even think of weaving their relationship or involving in any further communication with Jasmin.
Seit langer Zeit hatten unsere Familie nach Jasmin Juetting ‘s Spuere,Befinden gesucht.Einmal im Jahre 1999 tauchtet jusmin Juetting in sehr kurze Zeit in Dorf Kebon Agung auf und schnell verschwindet .Da wegen Armut und Dummheit von Familie hatten die Adresse, telefon Nummer von Jasmin juetting fuer zukuenftige Verbindungen nicht gefragt.
Cerita selengkapnya tentang Jasmin Jutting adalah begini:
The following is the detailed story of Jasmin Jütting:
Die Geschichte von Jasmin Juetting ist folgendes:
Bapak saya namanya Sudarno. Saat ini usianya 67 tahun. Kakek saya dari Bapak namanya Suyitno, yang setelah menikah berganti nama menjadi Tjipto Sumarto. Beliau telah meninggal ketika Bapak belum dewasa.
My father’s name is Sudarno. He is currently 67 years old. The name of grandfather, from my father’s side, is Suyitno, who then changed his name to Tjipto Sumarto after he got married. He passed away before my father stepped into adulthood.
Mein vater hiess Sudarmo. Er ist 67 Jahre alt. Mein Grossvater hiess Sujitno, nach geheiratet hat seinen Namen geaendert ,bekommen Tjipto Sumarto.Er war schon gestorben wenn mein Vater noch klein kind war.
Suyitno, kakek saya, punya 2 orang adik yaitu Sumidah (70 tahun), perempuan, dan Sutrisno (68 tahun), laki-laki. Sumidah pernah 3 kali menikah dan memiliki 7 orang anak. Sutrisno pindah ke Jambi, Sumatera bersama anak istrinya dan saat ini tidak tahu kabar beritanya.
Suyitno, my grandfather, has a sister, Sumidah, and a brother, Sutrisno. His sister, Sumidah, has been married for three times and she has seven children from those marriages. His brother, Sutrisno, moved to Jambi, Sumatra, with his wive and children, and currently his whereabouts is unkown.
Suyitno,mein Grossvater hatten eine Schwester,hiess Sumidah und einen Bruder,hiess Sutrisno.
Sumidah hatten shon dreimal geheiratet und hatten 7 Kinder.
Der Sumitro zog mit seine Familie nach Jambi,Sumatra um. Wo bis jetz noch keine Nachricht von ihn.
Sudarwati (50 tahun), Siti Watiah (48 tahun), dan Katon Topo (46 tahun) adalah anak dari suami pertama Sumidah. Utami ( 40 tahun) dan Wahono (37 tahun) adalah anak dari suami kedua. Sri Winarsih (34 tahun) dan Lulik Widyabakti (32 tahun) adalah anak dari suami terakhir. Suami terakhir Sumidah bernama Dahuri.
From Sumidah first marriage, she got three children (Sudarwati, Siti Watiah and Katon), two children from her second marriage (Utami and Wahono), and two children from her last marriage (Sri Winarsih and Lulik Widyabakti). The name of Sumidah’s last husband is Dahuri.
Sudarwati,Siti Watiah und Katon waren die Kinder von erste ihre Eheman
von Sumidah. Utami und Wahono waren die Kinder von zweiten Eheman von Sumidah. Sri Winarsih und Lulik Widyabakti waren die Kinder von dritten,letzen Eheman von Sumidah, genante Dahuri.
Saat Sri Winarsih berumur 3,5 tahun, Sumidah menyerahkan kepada seseorang untuk diadopsi. Alasannya adalah kesulitan ekonomi yang teramat sangat. Miskin yang mendalam. Menghidupi 5 orang anak saja bukan pekerjaan mudah. Ditambah Sri Winarsih dan adiknya, maka lengkap sudah kemiskinan yang mengharu biru.
When Sri Winarsih was 3,5 years old, Sumidah gave her away for adoption. Great poverty was the main reason for her in making that difficult decision. Moreover, maintaining a decent living for her five children is not an easy task. Hence, having Sri Winarsih and her little sister has worsened the inevitable curse, great poverty.
Sumidah hat Sri Warnasih, als sie 3,5 Jahre alt war zu Jemanden gegeben um sie zu adoptieren lassen. Wegen der ganz tiefen Armut und die wirtschaftliche Situation ,war die Familie nicht in der Lage die 5 Kindern plus Sri Winarsih und noch ihre Schwester zu ernaehren und erzogen.Das war die katastrophal im Leben, welt utergang begonnen.
Belakangan diketahui bahwa ternyata Winarsih dibawa ke Jerman dan diadopsi oleh warga negara Jerman. Namanya pun diganti menjadi Jasmin Jutting. Sejak saat itu hubungan pun terputus.
Recently, we found out that Sri Winarsih was taken to Germany and adopted by the German citizen. Her name was changed from Sri Winarsih to Jasmin Jütting. Since then, there is no information about her whereabouts.
Nach der letzten Information Sri Winarsih war adoptiert werden bei einer deutchen Familien und den Namen Jasmin Jutting ernant. Seit der Zeit ist kommunikation gebrochen.
Jadi Jasmin Jutting adalah adik sepupu Bapak saya.
Thus, Jasmin Jütting is my father’s cousin.
So Jasmin Jutting ist nicht anders als der kusine von mein Vater.
Kami sangat mengharap bantuan semua pihak untuk menemukan Jasmin Jutting. Informasi berantai melalui facebook mudah-mudahan akhirnya akan sampai kepada Jasmin. Ibunya dan adiknya sangat merindukannya. Di penghujung usia Ibu Sumidah, beliau sangat ingin bertemu kembali dengan Sri Winarsih atau Jasmin Jutting atau siapapun namanya kini.
We really need everyone’s helping to find Jasmin Jütting. I hope that this information, which then will be spread through facebok or any other social networking device, will be able to reach Jasmin. Her mother and sister are missing her a lot. Sumidah deeply wants to meet Sri Winarsih or Jasmin Jütting.
Wir bitten sehr um die Hilfe von irgend Jemand ,die zufaellige weisse Jasmin kennt, uns ueber E- mail adresse, zu infomieren oder durch Facebook.
Durch ketten und hoch technologieshe Info. sind unsere Hoffnungen gelegt.
Die alte Mutter und alte Schwester von Jasmin, haben die Sehnsucht sie zu sehen.
Yang berkenan memberi informasi, mohon hubungi saya:
For those who have information regarding Jasmin Jütting, please do not hesitate to contact me:
Joko Suseno
Vila Dago Blok K No.69 Pamulang, Tangerang, Banten, Indonesia
HP: +62816811330
Rumah: +622174633728
e-mail: jokosuseno34@yahoo.com atau pakneestu@gmail.com atau joko_suseno@bca.co.id
blog: http://jurnaljokosuseno.blogspot.com/
Jasmin Jütting is Sri Winarsih. She is the daughter of Sumidah and Dahuri. The couple lived in Kebon Agung village, located at the Sumbing Hill, Temanggung (Middle Java, Indonesia).
Jasmin Jutting ist Sri Winarsih .Sie ist die Tocher von Ehepaar Sumidah und Dahuri von einem kleinen Dorf ,das auf niedrigen ebene von dem Berg von Sumbing,Dorfer Kebon Agung,Bezirk Tembarak,Temanggung,mittel von Java,Indonesia
Lama sekali keluarga kami mencari jejak Jasmin Jutting, sampai suatu ketika, sekitar tahun tahun 1999, Jasmin Jutting muncul di Kebon Agung. Hanya beberapa saat untuk kemudian menghilang lagi. Karena kemiskinan dan kebodohan keluarga saya di sana maka tidak terpikir untuk menjalin komunikasi selanjutnya.
Since a long time ago, my family has been looking for Jasmin Jütting. Until one day in year 1999, Jasmin Jütting visited Kebon Agung for a short period of time and disappeared afterward. Because of poverty and foolishness, my family did not even think of weaving their relationship or involving in any further communication with Jasmin.
Seit langer Zeit hatten unsere Familie nach Jasmin Juetting ‘s Spuere,Befinden gesucht.Einmal im Jahre 1999 tauchtet jusmin Juetting in sehr kurze Zeit in Dorf Kebon Agung auf und schnell verschwindet .Da wegen Armut und Dummheit von Familie hatten die Adresse, telefon Nummer von Jasmin juetting fuer zukuenftige Verbindungen nicht gefragt.
Cerita selengkapnya tentang Jasmin Jutting adalah begini:
The following is the detailed story of Jasmin Jütting:
Die Geschichte von Jasmin Juetting ist folgendes:
Bapak saya namanya Sudarno. Saat ini usianya 67 tahun. Kakek saya dari Bapak namanya Suyitno, yang setelah menikah berganti nama menjadi Tjipto Sumarto. Beliau telah meninggal ketika Bapak belum dewasa.
My father’s name is Sudarno. He is currently 67 years old. The name of grandfather, from my father’s side, is Suyitno, who then changed his name to Tjipto Sumarto after he got married. He passed away before my father stepped into adulthood.
Mein vater hiess Sudarmo. Er ist 67 Jahre alt. Mein Grossvater hiess Sujitno, nach geheiratet hat seinen Namen geaendert ,bekommen Tjipto Sumarto.Er war schon gestorben wenn mein Vater noch klein kind war.
Suyitno, kakek saya, punya 2 orang adik yaitu Sumidah (70 tahun), perempuan, dan Sutrisno (68 tahun), laki-laki. Sumidah pernah 3 kali menikah dan memiliki 7 orang anak. Sutrisno pindah ke Jambi, Sumatera bersama anak istrinya dan saat ini tidak tahu kabar beritanya.
Suyitno, my grandfather, has a sister, Sumidah, and a brother, Sutrisno. His sister, Sumidah, has been married for three times and she has seven children from those marriages. His brother, Sutrisno, moved to Jambi, Sumatra, with his wive and children, and currently his whereabouts is unkown.
Suyitno,mein Grossvater hatten eine Schwester,hiess Sumidah und einen Bruder,hiess Sutrisno.
Sumidah hatten shon dreimal geheiratet und hatten 7 Kinder.
Der Sumitro zog mit seine Familie nach Jambi,Sumatra um. Wo bis jetz noch keine Nachricht von ihn.
Sudarwati (50 tahun), Siti Watiah (48 tahun), dan Katon Topo (46 tahun) adalah anak dari suami pertama Sumidah. Utami ( 40 tahun) dan Wahono (37 tahun) adalah anak dari suami kedua. Sri Winarsih (34 tahun) dan Lulik Widyabakti (32 tahun) adalah anak dari suami terakhir. Suami terakhir Sumidah bernama Dahuri.
From Sumidah first marriage, she got three children (Sudarwati, Siti Watiah and Katon), two children from her second marriage (Utami and Wahono), and two children from her last marriage (Sri Winarsih and Lulik Widyabakti). The name of Sumidah’s last husband is Dahuri.
Sudarwati,Siti Watiah und Katon waren die Kinder von erste ihre Eheman
von Sumidah. Utami und Wahono waren die Kinder von zweiten Eheman von Sumidah. Sri Winarsih und Lulik Widyabakti waren die Kinder von dritten,letzen Eheman von Sumidah, genante Dahuri.
Saat Sri Winarsih berumur 3,5 tahun, Sumidah menyerahkan kepada seseorang untuk diadopsi. Alasannya adalah kesulitan ekonomi yang teramat sangat. Miskin yang mendalam. Menghidupi 5 orang anak saja bukan pekerjaan mudah. Ditambah Sri Winarsih dan adiknya, maka lengkap sudah kemiskinan yang mengharu biru.
When Sri Winarsih was 3,5 years old, Sumidah gave her away for adoption. Great poverty was the main reason for her in making that difficult decision. Moreover, maintaining a decent living for her five children is not an easy task. Hence, having Sri Winarsih and her little sister has worsened the inevitable curse, great poverty.
Sumidah hat Sri Warnasih, als sie 3,5 Jahre alt war zu Jemanden gegeben um sie zu adoptieren lassen. Wegen der ganz tiefen Armut und die wirtschaftliche Situation ,war die Familie nicht in der Lage die 5 Kindern plus Sri Winarsih und noch ihre Schwester zu ernaehren und erzogen.Das war die katastrophal im Leben, welt utergang begonnen.
Belakangan diketahui bahwa ternyata Winarsih dibawa ke Jerman dan diadopsi oleh warga negara Jerman. Namanya pun diganti menjadi Jasmin Jutting. Sejak saat itu hubungan pun terputus.
Recently, we found out that Sri Winarsih was taken to Germany and adopted by the German citizen. Her name was changed from Sri Winarsih to Jasmin Jütting. Since then, there is no information about her whereabouts.
Nach der letzten Information Sri Winarsih war adoptiert werden bei einer deutchen Familien und den Namen Jasmin Jutting ernant. Seit der Zeit ist kommunikation gebrochen.
Jadi Jasmin Jutting adalah adik sepupu Bapak saya.
Thus, Jasmin Jütting is my father’s cousin.
So Jasmin Jutting ist nicht anders als der kusine von mein Vater.
Kami sangat mengharap bantuan semua pihak untuk menemukan Jasmin Jutting. Informasi berantai melalui facebook mudah-mudahan akhirnya akan sampai kepada Jasmin. Ibunya dan adiknya sangat merindukannya. Di penghujung usia Ibu Sumidah, beliau sangat ingin bertemu kembali dengan Sri Winarsih atau Jasmin Jutting atau siapapun namanya kini.
We really need everyone’s helping to find Jasmin Jütting. I hope that this information, which then will be spread through facebok or any other social networking device, will be able to reach Jasmin. Her mother and sister are missing her a lot. Sumidah deeply wants to meet Sri Winarsih or Jasmin Jütting.
Wir bitten sehr um die Hilfe von irgend Jemand ,die zufaellige weisse Jasmin kennt, uns ueber E- mail adresse, zu infomieren oder durch Facebook.
Durch ketten und hoch technologieshe Info. sind unsere Hoffnungen gelegt.
Die alte Mutter und alte Schwester von Jasmin, haben die Sehnsucht sie zu sehen.
Yang berkenan memberi informasi, mohon hubungi saya:
For those who have information regarding Jasmin Jütting, please do not hesitate to contact me:
Joko Suseno
Vila Dago Blok K No.69 Pamulang, Tangerang, Banten, Indonesia
HP: +62816811330
Rumah: +622174633728
e-mail: jokosuseno34@yahoo.com atau pakneestu@gmail.com atau joko_suseno@bca.co.id
blog: http://jurnaljokosuseno.blogspot.com/
Selasa, 21 Juli 2009
Mencari Miyanti
Perjalanan ke dusun Senden, desa Jambon, kecamatan Gemawang, Temanggung adalah perjalanan yang mengasyikkan. Iya, ada tugas dari LZT untuk menemukan Miyanti. Seorang ketua RW di dusun itu, Maryono, mengirim proposal bantuan dana pendidikan ke sekretariat LZT di perumahan Taman Royal, Tangerang.
Miyanti Rahayu, 15 tahun, anak pertama dari 3 bersaudara, anak pasangan Nariyono dan Irahayu, telah lulus dari SMP Muhamadiyah 5 Kandangan. Dengan NEM 33 koma sekian, dari 4 mata pelajaran, Miyanti memperoleh nilai 10 untuk pelajaran matematika. Mungkin bukan nilai yang fantastis untuk ukuran anak perkotaan, tetapi untuk anak dari pelosok pedesaan dengan perekonomian keluarga yang sangat jauh dari berkecukupan, nilai itu tentu saja menjadi istimewa.
Dengan berbekal SMS dari Ketua LZT, akhirnya rumah orang tua Miyanti berhasil kami temukan. Sungguh dari rumah yang sangat sederhana itu, lahir seorang anak berotak cerdas tentulah sangat membanggakan kedua orang tuanya. Namun menjadi menyedihkan dan memprihatinkan ketika untuk mendapatkan biaya melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi ternyata mengalami banyak kendala. Bahkan untuk sekedar mengambil ijazah kelulusan dari SMP Muhammadiyah 5 sebesar Rp.200.000,- pun belum mampu.
Berbekal kunjungan itu dan dari hasil rapat pengurus secara on line, LZT setuju untuk membantu biaya pendaftaran sekolah di SMK Temanggung (STM Pertanian Maron, Temanggung) sebesar Rp.2.500.000,- Untuk biaya-biaya berikutnya (transportasi, SPP, dll) orang tua Miyanti berjanji untuk mengusahakan sendiri semaksimal mungkin. Dan akhirnya saat ini Miyanti Rahayu telah kembali sekolah.
Sekolah gratis? Tidak juga ya…
Sekolah, harus bisa. Insya Allah, yang ini mudah-mudahan benar.
Miyanti Rahayu, 15 tahun, anak pertama dari 3 bersaudara, anak pasangan Nariyono dan Irahayu, telah lulus dari SMP Muhamadiyah 5 Kandangan. Dengan NEM 33 koma sekian, dari 4 mata pelajaran, Miyanti memperoleh nilai 10 untuk pelajaran matematika. Mungkin bukan nilai yang fantastis untuk ukuran anak perkotaan, tetapi untuk anak dari pelosok pedesaan dengan perekonomian keluarga yang sangat jauh dari berkecukupan, nilai itu tentu saja menjadi istimewa.
Dengan berbekal SMS dari Ketua LZT, akhirnya rumah orang tua Miyanti berhasil kami temukan. Sungguh dari rumah yang sangat sederhana itu, lahir seorang anak berotak cerdas tentulah sangat membanggakan kedua orang tuanya. Namun menjadi menyedihkan dan memprihatinkan ketika untuk mendapatkan biaya melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi ternyata mengalami banyak kendala. Bahkan untuk sekedar mengambil ijazah kelulusan dari SMP Muhammadiyah 5 sebesar Rp.200.000,- pun belum mampu.
Berbekal kunjungan itu dan dari hasil rapat pengurus secara on line, LZT setuju untuk membantu biaya pendaftaran sekolah di SMK Temanggung (STM Pertanian Maron, Temanggung) sebesar Rp.2.500.000,- Untuk biaya-biaya berikutnya (transportasi, SPP, dll) orang tua Miyanti berjanji untuk mengusahakan sendiri semaksimal mungkin. Dan akhirnya saat ini Miyanti Rahayu telah kembali sekolah.
Sekolah gratis? Tidak juga ya…
Sekolah, harus bisa. Insya Allah, yang ini mudah-mudahan benar.
Rabu, 17 Juni 2009
Pengakuan Gudam Garang
Namaku Gudam Garang. Panggil saja Gudam. Umurku 50 tahun lebih. Bisnisku membunuh. Ya, membunuh. Membunuh orang. Aku tidak sendirian. Jaringanku sangat luas. Istriku, Milda Soemparna, adalah partner utamaku. Mertuaku, Emha Soemparna, cukup lama mendidiknya untuk menguasai bisnis ini. Bisnis membunuh.
Di bisnis ini aku punya banyak pesaing yang sekaligus menjadi kolega. Sebut saja Djuram Koclat, Boentel Briu, dan Djoe Samsi. Mereka ini orang-orang lama yang sudah sangat menguasai medan. Bersama-sama kami membentuk kartel yang bisa menentukan bisnis ini. Ya, kartel. Karena dalam bisnis ini butuh banyak bahan baku untuk membuat racun yang disebut korok dari tanaman bernama mbetakau. Kamilah yang menentukan harga beli, kami juga yang menentukan mutu daun mbetakau ini. Semua kami yang menentukan. Petani, biarlah mereka menderita dengan mimpi dan harapan agar harga daun mbetakau bisa setinggi langit.
Meski bisnisku membunuh, namun tidak seorangpun pernah menuntutku. Semua birokrat sudah aku kuasai. Bupati, Gubernur, Menteri. Semua. Mereka semua teman-temanku. Mereka tidak akan pernah menggangguku. Bahkan presiden pun tidak akan. Tidak akan pernah. Di mata mereka aku adalah dermawan. Aku adalah pahlawan. Mau bikin even apa saja mereka akan mencariku. Liga sepak bola, basket, tinju atau apa sajalah. Semua kegiatan olah raga bisa aku sponsori. Orang selalu berfikir bahwa aku sangat berjasa dalam menyehatkan bangsa ini. Juga konser-konser besar. Pasti ada campur tanganku di situ. Paling tidak pasti ada kolegaku.
Tentang bisnisku, sesungguhnya ini memang keahlian turun temurun. Orangtuaku mengajariku meracik dan mengemas sedemikian rupa sehingga orang-orang akan menyukai racun yang aku buat itu. Tak lupa aku mesti pasang iklan sangat gencar. Besar-besaran. Bahkan untuk biaya iklan ini aku rela menghabiskan uang milyaran rupiah. Tidak masalah. Karena keuntungan sudah menunggu di depan mata. Tidak dalam tempo lama keuntungan yang akan aku raih bisa berpuluh-puluh kali lipat. Bahkan ribuan kali lipat. Dan orang-orang tidak pernah merasa bahwa secara pelan-pelan aku telah membunuh ayah mereka, saudara mereka, anak-anak mereka. Mereka tidak akan pernah menyadari, karena yang mereka tahu keluarga yang sakit dan kemudian meninggal itu hanya karena sakit jantung, paru-paru, atau kanker. Mereka tidak pernah tahu akulah yang telah meracuni mereka.
Bahkan dari bisnis membunuh orang pun aku bisa menjadi orang kaya. Saat ini aku dan Djuram masih menjadi orang terkaya di negeri ini. Sementara di mata orang-orang, aku adalah pahlawan yang sangat berjasa memakmurkan negeri ini. Sesungguhnyalah aku adalah pembunuh berdarah dingin.
Namaku Gudam. Ya, aku Gudam Garang. Aku si pembunuh itu.
Di bisnis ini aku punya banyak pesaing yang sekaligus menjadi kolega. Sebut saja Djuram Koclat, Boentel Briu, dan Djoe Samsi. Mereka ini orang-orang lama yang sudah sangat menguasai medan. Bersama-sama kami membentuk kartel yang bisa menentukan bisnis ini. Ya, kartel. Karena dalam bisnis ini butuh banyak bahan baku untuk membuat racun yang disebut korok dari tanaman bernama mbetakau. Kamilah yang menentukan harga beli, kami juga yang menentukan mutu daun mbetakau ini. Semua kami yang menentukan. Petani, biarlah mereka menderita dengan mimpi dan harapan agar harga daun mbetakau bisa setinggi langit.
Meski bisnisku membunuh, namun tidak seorangpun pernah menuntutku. Semua birokrat sudah aku kuasai. Bupati, Gubernur, Menteri. Semua. Mereka semua teman-temanku. Mereka tidak akan pernah menggangguku. Bahkan presiden pun tidak akan. Tidak akan pernah. Di mata mereka aku adalah dermawan. Aku adalah pahlawan. Mau bikin even apa saja mereka akan mencariku. Liga sepak bola, basket, tinju atau apa sajalah. Semua kegiatan olah raga bisa aku sponsori. Orang selalu berfikir bahwa aku sangat berjasa dalam menyehatkan bangsa ini. Juga konser-konser besar. Pasti ada campur tanganku di situ. Paling tidak pasti ada kolegaku.
Tentang bisnisku, sesungguhnya ini memang keahlian turun temurun. Orangtuaku mengajariku meracik dan mengemas sedemikian rupa sehingga orang-orang akan menyukai racun yang aku buat itu. Tak lupa aku mesti pasang iklan sangat gencar. Besar-besaran. Bahkan untuk biaya iklan ini aku rela menghabiskan uang milyaran rupiah. Tidak masalah. Karena keuntungan sudah menunggu di depan mata. Tidak dalam tempo lama keuntungan yang akan aku raih bisa berpuluh-puluh kali lipat. Bahkan ribuan kali lipat. Dan orang-orang tidak pernah merasa bahwa secara pelan-pelan aku telah membunuh ayah mereka, saudara mereka, anak-anak mereka. Mereka tidak akan pernah menyadari, karena yang mereka tahu keluarga yang sakit dan kemudian meninggal itu hanya karena sakit jantung, paru-paru, atau kanker. Mereka tidak pernah tahu akulah yang telah meracuni mereka.
Bahkan dari bisnis membunuh orang pun aku bisa menjadi orang kaya. Saat ini aku dan Djuram masih menjadi orang terkaya di negeri ini. Sementara di mata orang-orang, aku adalah pahlawan yang sangat berjasa memakmurkan negeri ini. Sesungguhnyalah aku adalah pembunuh berdarah dingin.
Namaku Gudam. Ya, aku Gudam Garang. Aku si pembunuh itu.
Namaku Don
Aku lahir sekitar 45 tahun lalu di sebuah desa di Tembarak. Tidak perlu aku sebutkan nama desaku. Tidak terlalu penting. Sebut saja aku Don, itu lebih penting Lengkapnya Sudono bin Juanto.
Bapakku lurah. Kakekku juga. Walaupun orang-orang di kota yang suka sok membuat aturan maunya menyebut Bapakku sebagai kepala desa, tetapi semua warga desa menyebut Bapakku dengan Pak Lurah. Jadi Bapakku adalah Pak Lurah untuk warganya. Persetan dengan peraturan orang-orang kota itu.
Namaku Don. Panggil saja aku begitu.
Sebenarnya namaku panjang, Sudhono Wisnu Murti Bayu Kartiko Aji bin Juanto. Tidak penting. Setidaknya buatku. Dari kecil orang tua dan teman-temanku memanggilku Dhono atau Dhon. Aku lebih suka menulisnya Don. Teman kecilku banyak. Dari dulu aku selalu menjadi pemimpin. Bahkan anak-anak yang lebih tua pun selalu menurut, juga yang sebaya, apalagi yang lebih muda. Pendeknya aku mau pergi kemana atau mau main apa, mereka semua pasti mengikuti. Makanya beberapa orangtua menganggapku sebagai pemimpin anak nakal. Ah, aku tidak peduli.
Namaku Don. Aku si bintang kelas.
Dari SD, SMP, hingga SMA aku selalu menjadi bintang kelas. Hanya ketika di SMA aku sedikit kesulitan. Aku punya masalah dengan rasa percaya diriku. Aku sangat minder.
Aku sekolah di SMA paling faforit di Temanggung, dan ternyata aku mati gaya. Pada awal sekolah, aku sering menjadi bahan tertawaan teman-teman sekolahku karena tidak bisa menyesuaikan dengan gaya dan kehidupan kota. Aku menjadi terganggu. Dan ini sangat membebaniku.
Namaku Don. Aku jatuh cinta.
Di tahun terakhir sekolahku di SMA, ada anak kelas satu yang cantik sekali. Namanya Diah. Ternyata dia anak bupati. Aduh, kenapa aku jatuh cinta. Walau Bapakku orang yang paling terpandang di desaku, tapi anak bupati... ah, bermimpi pun tidak berani. Aku tidak pernah berani menyapanya, hanya curi-curi pandang setiap ada kesempatan. Aku hanya bisa jatuh cinta dari jauh. Ya, hanya dari jauh. Dan aku frustasi.
Namaku Don. Aku pergi merantau.
Setamat SMA aku ke Jakarta. Aku ikut kakak sepupu. Aku bisa bekerja dengan ijazah SMA-ku. Yah kerja apa sajalah, di bagian administrasi. Selang beberapa waktu aku bisa kuliah. Aku memang sangat ingin bisa kulaih. Lalu aku mulai tinggal sendiri. Di kantor ini aku jatuh cinta dengan Wulan, orang baru. Lalu aku menikah. Aku pindah kerja.
Namaku Don. Si kutu loncat.
Pindah dari satu pekerjaan yang satu ke pekerjaan lain ternyata membuatku merasa semakin tertantang. Aku menjadi semakin percaya diri. Bahkan aku berhasil menyelesaikan masterku. Dan kini anakku sudah tiga, itu yang dari Wulan. Sekarang aku sudah kandidat doktor.
Namaku Don. Aku di puncak karier.
Sekarang aku pejabat tinggi di sebuah bank terkemuka. Tidak penting nama banknya. Wauw, aku semakin percaya diri. Aku juga semakin leluasa bepergian ke luar kota atau ke luar negeri. Kemanapun aku mau. Semua dengan biaya kantor. Sangat gampang buatku untuk mengatur perjalanan dinas kemanapun, kapanpun. Ah, alasan bisa dicari. Sekretarisku akan mengatur semua itu. Begini mudahnya ternyata.
Namaku Don. Aku si playboy.
Pacarku banyak. Yang masih single maupun istri orang. Siapa peduli. Istri simpanan juga ada beberapa. Mungkin anakku juga banyak. Namun istri sahku tetap Wulan. Hanya Wulan. Tapi aku pintar mengelola itu semua. Soal ini aku jagonya. Tidak akan ada satupun dari mereka akan menelponku atau mendatangi rumahku yang di Pondok Indah pada hari sabtu atau minggu. Tidak akan pernah, dalam kondisi apapun. Terlebih pacar-pacarku yang tinggalnya di Medan, Denpasar, Menado, Singapore, atau Malaysia. Ini pekerjaan gampang. Sangat gampang.
Namaku Don. Calon Bupati Temanggung.
Aku butuh pengakuan baru. Aku akan mencalonkan diri menjadi bupati Temanggung. Dan untuk itu semua, sudah kuatur dan aku persiapkan dengan sangat rapi. Seorang teman, perwira menengah di Mabes Polri sudah bersedia menjadi wakilku. Aku juga sangat dekat dengan beberapa pengurus partai dari pusat dampai daerah. Orang-orang di Kejaksaan Agung, Mabes TNI, Mabes Polri, sudah aku dekati. Juga beberapa pejabat penting di Temanggung. Semua aman. Beberapa LSM juga sudah sangat tergantung dengan bantuan dana dariku. Aku sudah siapkan uang lima milyar. Sudah aku pelajari juga pengalaman bupati-bupati sebelumnya. Aku tidak mau tergelincir seperti Totok. Jadi semua pihak harus dibelakangku. Kejaksaan, Polisi, DPRD, LSM atau siapapun mesti tunduk dengan kemauanku. Dan uang, buatku, berapapun tidak menjadi masalah.
Namaku Don. Sudono bin Juanto. Sebut saja aku Don Juan.
Bapakku lurah. Kakekku juga. Walaupun orang-orang di kota yang suka sok membuat aturan maunya menyebut Bapakku sebagai kepala desa, tetapi semua warga desa menyebut Bapakku dengan Pak Lurah. Jadi Bapakku adalah Pak Lurah untuk warganya. Persetan dengan peraturan orang-orang kota itu.
Namaku Don. Panggil saja aku begitu.
Sebenarnya namaku panjang, Sudhono Wisnu Murti Bayu Kartiko Aji bin Juanto. Tidak penting. Setidaknya buatku. Dari kecil orang tua dan teman-temanku memanggilku Dhono atau Dhon. Aku lebih suka menulisnya Don. Teman kecilku banyak. Dari dulu aku selalu menjadi pemimpin. Bahkan anak-anak yang lebih tua pun selalu menurut, juga yang sebaya, apalagi yang lebih muda. Pendeknya aku mau pergi kemana atau mau main apa, mereka semua pasti mengikuti. Makanya beberapa orangtua menganggapku sebagai pemimpin anak nakal. Ah, aku tidak peduli.
Namaku Don. Aku si bintang kelas.
Dari SD, SMP, hingga SMA aku selalu menjadi bintang kelas. Hanya ketika di SMA aku sedikit kesulitan. Aku punya masalah dengan rasa percaya diriku. Aku sangat minder.
Aku sekolah di SMA paling faforit di Temanggung, dan ternyata aku mati gaya. Pada awal sekolah, aku sering menjadi bahan tertawaan teman-teman sekolahku karena tidak bisa menyesuaikan dengan gaya dan kehidupan kota. Aku menjadi terganggu. Dan ini sangat membebaniku.
Namaku Don. Aku jatuh cinta.
Di tahun terakhir sekolahku di SMA, ada anak kelas satu yang cantik sekali. Namanya Diah. Ternyata dia anak bupati. Aduh, kenapa aku jatuh cinta. Walau Bapakku orang yang paling terpandang di desaku, tapi anak bupati... ah, bermimpi pun tidak berani. Aku tidak pernah berani menyapanya, hanya curi-curi pandang setiap ada kesempatan. Aku hanya bisa jatuh cinta dari jauh. Ya, hanya dari jauh. Dan aku frustasi.
Namaku Don. Aku pergi merantau.
Setamat SMA aku ke Jakarta. Aku ikut kakak sepupu. Aku bisa bekerja dengan ijazah SMA-ku. Yah kerja apa sajalah, di bagian administrasi. Selang beberapa waktu aku bisa kuliah. Aku memang sangat ingin bisa kulaih. Lalu aku mulai tinggal sendiri. Di kantor ini aku jatuh cinta dengan Wulan, orang baru. Lalu aku menikah. Aku pindah kerja.
Namaku Don. Si kutu loncat.
Pindah dari satu pekerjaan yang satu ke pekerjaan lain ternyata membuatku merasa semakin tertantang. Aku menjadi semakin percaya diri. Bahkan aku berhasil menyelesaikan masterku. Dan kini anakku sudah tiga, itu yang dari Wulan. Sekarang aku sudah kandidat doktor.
Namaku Don. Aku di puncak karier.
Sekarang aku pejabat tinggi di sebuah bank terkemuka. Tidak penting nama banknya. Wauw, aku semakin percaya diri. Aku juga semakin leluasa bepergian ke luar kota atau ke luar negeri. Kemanapun aku mau. Semua dengan biaya kantor. Sangat gampang buatku untuk mengatur perjalanan dinas kemanapun, kapanpun. Ah, alasan bisa dicari. Sekretarisku akan mengatur semua itu. Begini mudahnya ternyata.
Namaku Don. Aku si playboy.
Pacarku banyak. Yang masih single maupun istri orang. Siapa peduli. Istri simpanan juga ada beberapa. Mungkin anakku juga banyak. Namun istri sahku tetap Wulan. Hanya Wulan. Tapi aku pintar mengelola itu semua. Soal ini aku jagonya. Tidak akan ada satupun dari mereka akan menelponku atau mendatangi rumahku yang di Pondok Indah pada hari sabtu atau minggu. Tidak akan pernah, dalam kondisi apapun. Terlebih pacar-pacarku yang tinggalnya di Medan, Denpasar, Menado, Singapore, atau Malaysia. Ini pekerjaan gampang. Sangat gampang.
Namaku Don. Calon Bupati Temanggung.
Aku butuh pengakuan baru. Aku akan mencalonkan diri menjadi bupati Temanggung. Dan untuk itu semua, sudah kuatur dan aku persiapkan dengan sangat rapi. Seorang teman, perwira menengah di Mabes Polri sudah bersedia menjadi wakilku. Aku juga sangat dekat dengan beberapa pengurus partai dari pusat dampai daerah. Orang-orang di Kejaksaan Agung, Mabes TNI, Mabes Polri, sudah aku dekati. Juga beberapa pejabat penting di Temanggung. Semua aman. Beberapa LSM juga sudah sangat tergantung dengan bantuan dana dariku. Aku sudah siapkan uang lima milyar. Sudah aku pelajari juga pengalaman bupati-bupati sebelumnya. Aku tidak mau tergelincir seperti Totok. Jadi semua pihak harus dibelakangku. Kejaksaan, Polisi, DPRD, LSM atau siapapun mesti tunduk dengan kemauanku. Dan uang, buatku, berapapun tidak menjadi masalah.
Namaku Don. Sudono bin Juanto. Sebut saja aku Don Juan.
Cik Lan dan Yu Tinuk
Pagi itu Cik Lan terlihat gelisah. Sebentar-sebentar pandangannya dilemparkan jauh ke sudut jalan. Sesekali dia keluar, di trotoar dia pandangi lama arah alun-alun, lalu berbalik ke arah pasar. Sepertinya belum ditemukan yang dia cari. Sedikit bergeser dia pandangi arah terminal lama. Nihil. Ke arah Sayangan, nihil juga. Dia masuk lagi. Begitu berulang-ulang.
Koh Tiong, suaminya, bukan tidak tahu dengan tingkah laku istrinya. Dia pura-pura asyik baca koran. "Papi, memang Papi ndak liak Yu Tinuk. Apa dia ndak jualan lagi ya. Piye ini....?"
Suaminya bergeming. Dia maklum. Apapun jawabannya, pasti istrinya akan bicara lebih panjang lagi.
"Masak sih Papi da situ dari tadi kok isa ndak liak? Papi ini memang kebangeten tenan kok. Mami sudah tiga hari ndak ngerasakke nasi jagunge Yu Tinuk. Sudah kangen sama pecel, peyek, sama tempe baceme Yu Tinuk...."
"Mi, mBak Yah kan sudah masak dari subuh tadi to. Lengkap. Opor ayam senengane Mami juga ada. Wis, Mami sarapan wae sana...."
Cik Lan cemberut, tapi akhirnya dia turut juga kata-kata suaminya.
Sementara itu Tinuk baru selesai menyiapkan dagangannya. Tiga hari kemarin memang dia tidak berjualan. Mas Jono, begitu dia memanggil suaminya, sakit. Begitu Jono sudah terlihat agak sembuh, Tinuk memberanikan diri jualan lagi.
"nDoro Yuk, peceeeeeeeeeel". Teriakan Tinuk mengagetkan Cik Lan yang baru saja menyelesaikan sarapan pagi. Buru-buru dia lari ke depan.
"Eeeeeeeeeee, kemana wae to kok ndak ketok-ketok. Tiga hari aku nyari situ. Sampai mumet aku, saking ndak isa nahan kepingin nasi jagung. Wis ayo bawa ke dalam wae. Itu Papine juga wis kangen tapi ethok-ethok ndak pengin."
Tinuk bergegas masuk dengan bawaannya. Di ruang tengah yang cukup luas terdapat meja ping pong di tengah ruangan. Koh Tiong sedang asyik membaca koran di salah satu sisi meja.
"Eee, nDoro Yuk lanang, nuwun sewu ya. Ini saya sudah jualan lagi. Mau pecelnya ndak?" seru Tinuk.
"Kemana saja Yu, kok ndak ketok-ketok. Itu Mamine Sian Lie wis koyo orang linglung wae nyari situ."
"Iya, saya nggak jualan tiga hari. Bapakne mriang. Masuk angin. Enggak tegel saya ninggal sendiri. Ya ini kesiangan karena harus ngopeni Bapakne dulu."
“Ooooo, sama. Si Robby, adike Sian Lie wingi juga begitu. Sama Mamine dah dikasih obat sama vitamin. Katane dokter kena radang tenggorokan. Infeksi saluran pernapasan. nDak masuk sekolah dua hari. Memang sekarang ini lagi musime kok Yu. Wis ndak pa pa. Wis dibawa ke dokter belum?”
“Lha wong diajak ke Puskesmas Bapakne itu nggak mau kok. Minta dikerok. Yo wis, tak kerok wae. Ini pecele seperti biasane to..??”
“Iya Yu... Aku ki juga ndak habis pikir, lha wong Mamine itu njagani anak-anak ya tenanan lho. Pulang pergi sekolah yo sama Slamet. Mestine ya ndak kena debu. Lha ndek sekolahan itu lingkungane bersih. Kantine bersih. Kok ya isa sakit. Sambele jangan akeh-akeh Yu... Gek rada ndak enak perute..”
“Nek Bapakne itu ketoke kekeselen kok. Lha piye, sekarang apa-apa mahal. Mau masukke sing mbarep ke SMP biayane banyak banget. Ya terpaksa Bapakne nariknya lembur saben hari. Belum biaya adik-adike itu. Saya sudah ngrewangi begini ya mangsih kurang. Untunge anake saya itu bisa ngerti orang tua. Nggak macem-macem. Sekolahe ya rajin. Malah kemarin dia bilang gurune lagi ngajukan bea siswa. Wah jan seneng banget saya... Peyeke tinggal ini lho ya. Meh disambeli nggak..? ”
“nDak usah yu. Itu Mamine sing seneng bacem.”
“Iya Yu. Nasi jagunge jangan akeh-akeh. Ndak usah pakai sambel sik. Apa dikasih sedikit wae. Lagi musim sakit je. Lha itu Mamine Benny bar ngebel katane si Benny juga sakit. Ngerti Benny to Yu..? Itu lho sing da rumahe ada parabolane gede itu lho.. Cepake Saudara itu lho.. Wis sambele segitu wae. Tempe mbek tahu baceme dimasukke rantang sini wae. Nanti mulih sekolah Sian Lie rak mesti seneng banget. Bungkuske nasi jagung komplit satu Yu. Ben nanti dikasihke Slamet. Mbak Yah..., ini nasi jagung nanti tolong dikasihke Slamet ya.. Wis semua Yu. Dietung sik. Ini uange..”
Sepeninggalan Tinuk, Cik Lan segera membongkar nasi Jagung.
“Lho Mami kan habis sarapan. Apa ya ndak kewaregen? Lha wong Papi wae yang belum sarapan malah ndak disiapke..”
“Lha ini meh nyiapke gawe Papi to. Sisan tak temeni. Lha wong sudah kangen tenan sama nasi jagunge je Pi... Ndak pa pa kan yah segini sarapane sudah dua kali..”
“Si Robby mbesuk bisa masuk sekolah to? Nek ndak masuk apa ya ndak ketinggalan pelajaran akeh..?”
“Anakmu sing satu itu memang hebat kok. Ben dia ndak masuk tetap ajar terus. Mbaca terus saben hari.”
“bersyukur ya Mi kita diberi rejeki lebih. Orang-orang seperti Yu Tinuk itu masih akeh lho Mi.”
Cik Lan hanya mengangguk dan tersenyum. Hari itu dia mendapati dua hal, nasi jagungnya terpenuhi dan pelajaran tentang rasa syukur. Yu Tinuk..Yu Tinuk...batinnya sambil geleng-geleng kepala. Entah apa lagi yang ada dibenaknya.
Koh Tiong, suaminya, bukan tidak tahu dengan tingkah laku istrinya. Dia pura-pura asyik baca koran. "Papi, memang Papi ndak liak Yu Tinuk. Apa dia ndak jualan lagi ya. Piye ini....?"
Suaminya bergeming. Dia maklum. Apapun jawabannya, pasti istrinya akan bicara lebih panjang lagi.
"Masak sih Papi da situ dari tadi kok isa ndak liak? Papi ini memang kebangeten tenan kok. Mami sudah tiga hari ndak ngerasakke nasi jagunge Yu Tinuk. Sudah kangen sama pecel, peyek, sama tempe baceme Yu Tinuk...."
"Mi, mBak Yah kan sudah masak dari subuh tadi to. Lengkap. Opor ayam senengane Mami juga ada. Wis, Mami sarapan wae sana...."
Cik Lan cemberut, tapi akhirnya dia turut juga kata-kata suaminya.
Sementara itu Tinuk baru selesai menyiapkan dagangannya. Tiga hari kemarin memang dia tidak berjualan. Mas Jono, begitu dia memanggil suaminya, sakit. Begitu Jono sudah terlihat agak sembuh, Tinuk memberanikan diri jualan lagi.
"nDoro Yuk, peceeeeeeeeeel". Teriakan Tinuk mengagetkan Cik Lan yang baru saja menyelesaikan sarapan pagi. Buru-buru dia lari ke depan.
"Eeeeeeeeeee, kemana wae to kok ndak ketok-ketok. Tiga hari aku nyari situ. Sampai mumet aku, saking ndak isa nahan kepingin nasi jagung. Wis ayo bawa ke dalam wae. Itu Papine juga wis kangen tapi ethok-ethok ndak pengin."
Tinuk bergegas masuk dengan bawaannya. Di ruang tengah yang cukup luas terdapat meja ping pong di tengah ruangan. Koh Tiong sedang asyik membaca koran di salah satu sisi meja.
"Eee, nDoro Yuk lanang, nuwun sewu ya. Ini saya sudah jualan lagi. Mau pecelnya ndak?" seru Tinuk.
"Kemana saja Yu, kok ndak ketok-ketok. Itu Mamine Sian Lie wis koyo orang linglung wae nyari situ."
"Iya, saya nggak jualan tiga hari. Bapakne mriang. Masuk angin. Enggak tegel saya ninggal sendiri. Ya ini kesiangan karena harus ngopeni Bapakne dulu."
“Ooooo, sama. Si Robby, adike Sian Lie wingi juga begitu. Sama Mamine dah dikasih obat sama vitamin. Katane dokter kena radang tenggorokan. Infeksi saluran pernapasan. nDak masuk sekolah dua hari. Memang sekarang ini lagi musime kok Yu. Wis ndak pa pa. Wis dibawa ke dokter belum?”
“Lha wong diajak ke Puskesmas Bapakne itu nggak mau kok. Minta dikerok. Yo wis, tak kerok wae. Ini pecele seperti biasane to..??”
“Iya Yu... Aku ki juga ndak habis pikir, lha wong Mamine itu njagani anak-anak ya tenanan lho. Pulang pergi sekolah yo sama Slamet. Mestine ya ndak kena debu. Lha ndek sekolahan itu lingkungane bersih. Kantine bersih. Kok ya isa sakit. Sambele jangan akeh-akeh Yu... Gek rada ndak enak perute..”
“Nek Bapakne itu ketoke kekeselen kok. Lha piye, sekarang apa-apa mahal. Mau masukke sing mbarep ke SMP biayane banyak banget. Ya terpaksa Bapakne nariknya lembur saben hari. Belum biaya adik-adike itu. Saya sudah ngrewangi begini ya mangsih kurang. Untunge anake saya itu bisa ngerti orang tua. Nggak macem-macem. Sekolahe ya rajin. Malah kemarin dia bilang gurune lagi ngajukan bea siswa. Wah jan seneng banget saya... Peyeke tinggal ini lho ya. Meh disambeli nggak..? ”
“nDak usah yu. Itu Mamine sing seneng bacem.”
“Iya Yu. Nasi jagunge jangan akeh-akeh. Ndak usah pakai sambel sik. Apa dikasih sedikit wae. Lagi musim sakit je. Lha itu Mamine Benny bar ngebel katane si Benny juga sakit. Ngerti Benny to Yu..? Itu lho sing da rumahe ada parabolane gede itu lho.. Cepake Saudara itu lho.. Wis sambele segitu wae. Tempe mbek tahu baceme dimasukke rantang sini wae. Nanti mulih sekolah Sian Lie rak mesti seneng banget. Bungkuske nasi jagung komplit satu Yu. Ben nanti dikasihke Slamet. Mbak Yah..., ini nasi jagung nanti tolong dikasihke Slamet ya.. Wis semua Yu. Dietung sik. Ini uange..”
Sepeninggalan Tinuk, Cik Lan segera membongkar nasi Jagung.
“Lho Mami kan habis sarapan. Apa ya ndak kewaregen? Lha wong Papi wae yang belum sarapan malah ndak disiapke..”
“Lha ini meh nyiapke gawe Papi to. Sisan tak temeni. Lha wong sudah kangen tenan sama nasi jagunge je Pi... Ndak pa pa kan yah segini sarapane sudah dua kali..”
“Si Robby mbesuk bisa masuk sekolah to? Nek ndak masuk apa ya ndak ketinggalan pelajaran akeh..?”
“Anakmu sing satu itu memang hebat kok. Ben dia ndak masuk tetap ajar terus. Mbaca terus saben hari.”
“bersyukur ya Mi kita diberi rejeki lebih. Orang-orang seperti Yu Tinuk itu masih akeh lho Mi.”
Cik Lan hanya mengangguk dan tersenyum. Hari itu dia mendapati dua hal, nasi jagungnya terpenuhi dan pelajaran tentang rasa syukur. Yu Tinuk..Yu Tinuk...batinnya sambil geleng-geleng kepala. Entah apa lagi yang ada dibenaknya.
Suradal telah mati
(Berdasar kisah nyata dengan nama tokoh dan tempat kejadian disamarkan)
Pagi-pagi buta seisi kampung gempar. “Suradal mati.” “Suradar modar”. “Suradal dut”. “Suradal moik” “Suradal mampus...” Berita matinya Suradal begitu cepat menyebar bahkan lebih cepat dari hembusan angin. Dari cara mereka menyampaikan berita ini, terlihat sekali bahwa ada kesan senang pada wajah mereka.
Suradal. Ya, nama ini sudah lama sekali menjadi pembicaraan orang sekampung. Bahkan hampir sekecamatan. Siapakah Suradal?
Suradal adalah preman. Walaupun tidak ada yang berani menyebutnya demikian, tetapi sesungguhnya Suradal adalah preman. Dia mempunyai seorang istri dan beberapa orang anak sah. Di luar itu tidak ada yang tahu berapa dia mempunyai selingkuhan dan anak-anak haramnya. Semua bagaikan telah diatur rapi oleh Suradal walaupun sebenarnya banyak orang yang sudah tahu. Bahkan semua orang sudah tahu.
Sepertinya kejadian kematian Suradal pagi itu membuat orang bisa bebas lepas membuka semua aib Suradal. Termasuk cerita Suradal di kampung itu. Bahwa Suradal punya seorang anak buah, Tukijo, yang seolah-olah menikah resmi dengan seorang gadis kampung, Onarwati. Onar, begitu dia dipanggil, tinggal serumah dengan orangtuanya dan suami pura-puranya ini. Dan pada malam-malam tertentu Suradal akan menyambangi istri anak buahnya ini untuk berbagi jatah. Begitu juga cerita serupa di beberapa kampung lain.
Jangan tanya soal uang. Suradal punya banyak uang. Dengan sekian banyak anak buahnya, dia menguasai pasar kecamatan, tukang-tukang ojek, sopir angkutan kota, dan pedagang pasar kecamatan. Semua sudah diatur rapi. Bahkan Suradal punya banyak koneksi dengan pejabat pemerintahan maupun keamanan. Jadi jangan berpikir untuk lapor, karena justru akan mendapat masalah baru.
Kematian Suradal adalah berkah buat banyak orang. Kematian Suradal telah mengingatkan orang-orang bahwa selama ini mereka telah menutupi aib di depan hidung mereka sendiri. Aib mereka sendiri.
Pagi-pagi buta seisi kampung gempar. “Suradal mati.” “Suradar modar”. “Suradal dut”. “Suradal moik” “Suradal mampus...” Berita matinya Suradal begitu cepat menyebar bahkan lebih cepat dari hembusan angin. Dari cara mereka menyampaikan berita ini, terlihat sekali bahwa ada kesan senang pada wajah mereka.
Suradal. Ya, nama ini sudah lama sekali menjadi pembicaraan orang sekampung. Bahkan hampir sekecamatan. Siapakah Suradal?
Suradal adalah preman. Walaupun tidak ada yang berani menyebutnya demikian, tetapi sesungguhnya Suradal adalah preman. Dia mempunyai seorang istri dan beberapa orang anak sah. Di luar itu tidak ada yang tahu berapa dia mempunyai selingkuhan dan anak-anak haramnya. Semua bagaikan telah diatur rapi oleh Suradal walaupun sebenarnya banyak orang yang sudah tahu. Bahkan semua orang sudah tahu.
Sepertinya kejadian kematian Suradal pagi itu membuat orang bisa bebas lepas membuka semua aib Suradal. Termasuk cerita Suradal di kampung itu. Bahwa Suradal punya seorang anak buah, Tukijo, yang seolah-olah menikah resmi dengan seorang gadis kampung, Onarwati. Onar, begitu dia dipanggil, tinggal serumah dengan orangtuanya dan suami pura-puranya ini. Dan pada malam-malam tertentu Suradal akan menyambangi istri anak buahnya ini untuk berbagi jatah. Begitu juga cerita serupa di beberapa kampung lain.
Jangan tanya soal uang. Suradal punya banyak uang. Dengan sekian banyak anak buahnya, dia menguasai pasar kecamatan, tukang-tukang ojek, sopir angkutan kota, dan pedagang pasar kecamatan. Semua sudah diatur rapi. Bahkan Suradal punya banyak koneksi dengan pejabat pemerintahan maupun keamanan. Jadi jangan berpikir untuk lapor, karena justru akan mendapat masalah baru.
Kematian Suradal adalah berkah buat banyak orang. Kematian Suradal telah mengingatkan orang-orang bahwa selama ini mereka telah menutupi aib di depan hidung mereka sendiri. Aib mereka sendiri.
Kamis, 11 Juni 2009
Estu Kresnha dan Prita Mulyasari
Estu Kresnha anakku.
Seorang Ibu muda yang tengah dirundung nestapa itu, Prita namanya nak. Iya, Ibu Prita. Karena dirawat di Rumah Sakit Omni Internasional, Tangerang dan karena merasa tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya, Prita curhat ke teman-teman lewat surat elektronik (e-mail). Dia cerita tentang buruknya pelayanan rumah sakit ini. Dia cerita tentang ketidakprofesionalan dokter yang merawatnya. Tentang sulitnya mendapatkan informasi yang akurat tentang penyakitnya. Bahkan untuk mendapatkan hasil laboratorium pun tidak dia dapatkan. Begitu cerita yang berkembang nak.
Lalu curahan hati Prita kepada teman-temannya itu mengalir deras, diteruskan dari satu alamat e-mail ke alamat yang lain, dari satu milis ke milis yang lain. Terus bergulir. Terus mengalir. Sampai akhirnya terbaca juga oleh pihak manajemen rumah sakit.
Pihak rumah sakit tidak terima, lalu lapor ke polisi. Lalu perkara pun dimulai. Dan di sini penderitaan Prita berawal. Prita, ibu muda ini, ibu dari 2 orang anak balita, bahkan kabarnya anak yang paling kecil masih menyusu, dijebloskan ke dalam penjara.
Estu Kresnha anakku,
Pasti ada sesuatu yang salah di sini. Coba Engkau cari tahu, apa yang salah nak. Apakah salah bila Prita, yang merasa kesulitan mencari informasi dari sumbernya langsung, berbagi kepada teman-temannya? Apakah salah bila pihak rumah sakit yang merasa difitnah dan dijelek-jelekkan melapor ke polisi? Salahkah juga bila polisi memproses laporan itu? Atau pihak kejaksaan, yang berinisiatif menambahkan pasal baru dan kemudian memenjarakan Prita? Coba nak renungkan.
Nak, Estu Kresnha,
Setiap manusia akan menghadapi cobaan. Termasuk kita nak. Ada yang berat, ada yang ringan. Tinggal bagaimana kita akan menyikapi cobaan itu.
Tetaplah tawaqal ya nak. Selalu berharap pada pertolongan Allah. Laa haula wala quwata ila billah.
Seorang Ibu muda yang tengah dirundung nestapa itu, Prita namanya nak. Iya, Ibu Prita. Karena dirawat di Rumah Sakit Omni Internasional, Tangerang dan karena merasa tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya, Prita curhat ke teman-teman lewat surat elektronik (e-mail). Dia cerita tentang buruknya pelayanan rumah sakit ini. Dia cerita tentang ketidakprofesionalan dokter yang merawatnya. Tentang sulitnya mendapatkan informasi yang akurat tentang penyakitnya. Bahkan untuk mendapatkan hasil laboratorium pun tidak dia dapatkan. Begitu cerita yang berkembang nak.
Lalu curahan hati Prita kepada teman-temannya itu mengalir deras, diteruskan dari satu alamat e-mail ke alamat yang lain, dari satu milis ke milis yang lain. Terus bergulir. Terus mengalir. Sampai akhirnya terbaca juga oleh pihak manajemen rumah sakit.
Pihak rumah sakit tidak terima, lalu lapor ke polisi. Lalu perkara pun dimulai. Dan di sini penderitaan Prita berawal. Prita, ibu muda ini, ibu dari 2 orang anak balita, bahkan kabarnya anak yang paling kecil masih menyusu, dijebloskan ke dalam penjara.
Estu Kresnha anakku,
Pasti ada sesuatu yang salah di sini. Coba Engkau cari tahu, apa yang salah nak. Apakah salah bila Prita, yang merasa kesulitan mencari informasi dari sumbernya langsung, berbagi kepada teman-temannya? Apakah salah bila pihak rumah sakit yang merasa difitnah dan dijelek-jelekkan melapor ke polisi? Salahkah juga bila polisi memproses laporan itu? Atau pihak kejaksaan, yang berinisiatif menambahkan pasal baru dan kemudian memenjarakan Prita? Coba nak renungkan.
Nak, Estu Kresnha,
Setiap manusia akan menghadapi cobaan. Termasuk kita nak. Ada yang berat, ada yang ringan. Tinggal bagaimana kita akan menyikapi cobaan itu.
Tetaplah tawaqal ya nak. Selalu berharap pada pertolongan Allah. Laa haula wala quwata ila billah.
Prita Mulyasari, RS OMNI, dan Estu Kresnha
Estu Kresnha anakku.
Seorang Ibu muda yang tengah dirundung nestapa itu, Prita namanya nak. Iya, Ibu Prita. Karena dirawat di Rumah Sakit Omni Internasional, Tangerang dan karena merasa tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya, Prita curhat ke teman-teman lewat surat elektronik (e-mail). Dia cerita tentang buruknya pelayanan rumah sakit ini. Dia cerita tentang ketidakprofesionalan dokter yang merawatnya. Tentang sulitnya mendapatkan informasi yang akurat tentang penyakitnya. Bahkan untuk mendapatkan hasil laboratorium pun tidak dia dapatkan. Begitu cerita yang berkembang nak.
Lalu curahan hati Prita kepada teman-temannya itu mengalir deras, diteruskan dari satu alamat e-mail ke alamat yang lain, dari satu milis ke milis yang lain. Terus bergulir. Terus mengalir. Sampai akhirnya terbaca juga oleh pihak manajemen rumah sakit.
Pihak rumah sakit tidak terima, lalu lapor ke polisi. Lalu perkara pun dimulai. Dan di sini penderitaan Prita berawal. Prita, ibu muda ini, ibu dari 2 orang anak balita, bahkan kabarnya anak yang paling kecil masih menyusu, dijebloskan ke dalam penjara.
Estu Kresnha anakku,
Pasti ada sesuatu yang salah di sini. Coba Engkau cari tahu, apa yang salah nak. Apakah salah bila Prita, yang merasa kesulitan mencari informasi dari sumbernya langsung, berbagi kepada teman-temannya? Apakah salah bila pihak rumah sakit yang merasa difitnah dan dijelek-jelekkan melapor ke polisi? Salahkah juga bila polisi memproses laporan itu? Atau pihak kejaksaan, yang berinisiatif menambahkan pasal baru dan kemudian memenjarakan Prita? Coba nak renungkan.
Nak, Estu Kresnha,
Setiap manusia akan menghadapi cobaan. Termasuk kita nak. Ada yang berat, ada yang ringan. Tinggal bagaimana kita akan menyikapi cobaan itu. Mari kita doakan masalah Ibu Prita lekas selesai.
Tetaplah tawaqal ya nak. Selalu berharap pada pertolongan Allah. Laa haula wala quwata ila billah.
Seorang Ibu muda yang tengah dirundung nestapa itu, Prita namanya nak. Iya, Ibu Prita. Karena dirawat di Rumah Sakit Omni Internasional, Tangerang dan karena merasa tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya, Prita curhat ke teman-teman lewat surat elektronik (e-mail). Dia cerita tentang buruknya pelayanan rumah sakit ini. Dia cerita tentang ketidakprofesionalan dokter yang merawatnya. Tentang sulitnya mendapatkan informasi yang akurat tentang penyakitnya. Bahkan untuk mendapatkan hasil laboratorium pun tidak dia dapatkan. Begitu cerita yang berkembang nak.
Lalu curahan hati Prita kepada teman-temannya itu mengalir deras, diteruskan dari satu alamat e-mail ke alamat yang lain, dari satu milis ke milis yang lain. Terus bergulir. Terus mengalir. Sampai akhirnya terbaca juga oleh pihak manajemen rumah sakit.
Pihak rumah sakit tidak terima, lalu lapor ke polisi. Lalu perkara pun dimulai. Dan di sini penderitaan Prita berawal. Prita, ibu muda ini, ibu dari 2 orang anak balita, bahkan kabarnya anak yang paling kecil masih menyusu, dijebloskan ke dalam penjara.
Estu Kresnha anakku,
Pasti ada sesuatu yang salah di sini. Coba Engkau cari tahu, apa yang salah nak. Apakah salah bila Prita, yang merasa kesulitan mencari informasi dari sumbernya langsung, berbagi kepada teman-temannya? Apakah salah bila pihak rumah sakit yang merasa difitnah dan dijelek-jelekkan melapor ke polisi? Salahkah juga bila polisi memproses laporan itu? Atau pihak kejaksaan, yang berinisiatif menambahkan pasal baru dan kemudian memenjarakan Prita? Coba nak renungkan.
Nak, Estu Kresnha,
Setiap manusia akan menghadapi cobaan. Termasuk kita nak. Ada yang berat, ada yang ringan. Tinggal bagaimana kita akan menyikapi cobaan itu. Mari kita doakan masalah Ibu Prita lekas selesai.
Tetaplah tawaqal ya nak. Selalu berharap pada pertolongan Allah. Laa haula wala quwata ila billah.
Manohara dan Peri Kecil
Dinda, peri kecilku.
Nak, ngikutin berita tentang Manohara kan? Kasihan ya nak. Kita mesti bersimpati untuk penderitaan yang dia alami. Di usia yang masih semuda itu dia mesti didera dengan kesulitan dan penderitaan yang menyakitkan. Kita doakan dia yuk, agar masalah yang dia hadapi bisa segera terselesaikan.
Dinda, anakku.
Manohara pasti punya impian. Semua orang boleh punya impian. Begitupun engkau anakku, tentu boleh juga punya impian. Apakah impianmu ingin seperti Manohara? Ingin mendapatkan seorang pangeran rupawan nan hartawan..? Tentu boleh saja nak. Namun ingat satu hal nak, bahwa segala sesuatu yang duniawi tidak menjamin engkau akan berbahagia kelak. Sama halnya seperti yang saat ini dialami oleh Manohara, ternyata bersuamikan seorang pangeran kaya tidak menghadirkan kebahagiaan.
Dinda, putriku.
Bila kelak Allah jumpakan engkau dengan pujaan hatimu, mungkin dia tidak ganteng-ganteng amat, atau tidak kaya-kaya amat, tidak usah berkecil hati nak. Yang terpenting adalah akhlaknya. Yang utama adalah budi pekertinya. Dia sayang sama anak istri, juga hormat sama orang tua. Kalau engkau dapat satu saja yang seperti itu, maka cukup itu saja buatmu. Jadikan dia pangeran di hatimu. Maka biarlah papa mamamu akan selalu tenang meski pangeranmu kelak akan membawamu ke belahan dunia manapun. Tentu, hanya untuk kebahagiaanmu. Insya Allah.
Nak, ngikutin berita tentang Manohara kan? Kasihan ya nak. Kita mesti bersimpati untuk penderitaan yang dia alami. Di usia yang masih semuda itu dia mesti didera dengan kesulitan dan penderitaan yang menyakitkan. Kita doakan dia yuk, agar masalah yang dia hadapi bisa segera terselesaikan.
Dinda, anakku.
Manohara pasti punya impian. Semua orang boleh punya impian. Begitupun engkau anakku, tentu boleh juga punya impian. Apakah impianmu ingin seperti Manohara? Ingin mendapatkan seorang pangeran rupawan nan hartawan..? Tentu boleh saja nak. Namun ingat satu hal nak, bahwa segala sesuatu yang duniawi tidak menjamin engkau akan berbahagia kelak. Sama halnya seperti yang saat ini dialami oleh Manohara, ternyata bersuamikan seorang pangeran kaya tidak menghadirkan kebahagiaan.
Dinda, putriku.
Bila kelak Allah jumpakan engkau dengan pujaan hatimu, mungkin dia tidak ganteng-ganteng amat, atau tidak kaya-kaya amat, tidak usah berkecil hati nak. Yang terpenting adalah akhlaknya. Yang utama adalah budi pekertinya. Dia sayang sama anak istri, juga hormat sama orang tua. Kalau engkau dapat satu saja yang seperti itu, maka cukup itu saja buatmu. Jadikan dia pangeran di hatimu. Maka biarlah papa mamamu akan selalu tenang meski pangeranmu kelak akan membawamu ke belahan dunia manapun. Tentu, hanya untuk kebahagiaanmu. Insya Allah.
Senin, 01 Juni 2009
Pengkhianatan Dewi Sekar Alun
Kethoprak Temanggungan
Oleh: Joko Suseno
Bayangan hitam itu berkelebat sangat cepat. Ilmu meringankan tubuhnya sangat hebat. Joko Sindoro terkesiap. Berdiri bulu kuduknya. Bukan karena takut, namun karena dia begitu mengenal sosok bayangan itu. Ya, dia adalah Aryo Sumbing, adik seperguruannya. Yang lebih membuat dia terkejut adalah dari mana arah bayangan itu berasal. Joko Sindoro yakin benar bayangan itu berkelebat dari arah kamar Dewi Sekar Alun, kekasihnya.
Di padepokan Waringin Jajar ini Joko Sindoro memang murid tertua Resi Duparada. Hampir semua ilmu sang resi sudah dikuasainya. Kedekatan dengan sang resi juga yang memudahkan dia mendekati anak semata wayangnya. Dia adalah Dewi Sekar Alun yang menjadi kembang sepadepokan. Bahkan kembang sekadipaten. Beruntunglah Joko Sindoro yang telah memenangkan hati Sekar Alun.
Aryo Sumbing adalah murid baru. Dia putra seorang pejabat tinggi di kerajaan. Senopati Girinata. Dia adalah kakak seperguruan Resi Duparada. Sejatinya sang resi tahu tentang ketinggian ilmu yang telah dimiliki Aryo Sumbing. Semula dia ingin menolak. Namun karena pesan Girinata agar bisa lebih mendekatkan anaknya dengan masyarakat kadipaten, tak kuasa juga untuk menolaknya. Sang resi tahu bahwa kakak seperguruannya sedang menyiapkan putranya untuk menjadi adipati.
Malam itu Joko Sindoro tak bisa memejamkan mata. Dia terus memikirkan apa yang sesungguhnya terjadi. Ah, apakah Sekar Alun setega itu? Kenapa pula Aryo Sumbing seberani itu? Atau apa yang aku tidak ketahui? Ah, besok pagi aku harus menghadap guru, begitu batinnya. Dia tidak menyesal tidak mengejar bayangan itu. Dia yakin sosok bayangan itu juga telah mengetahui kehadirannya.
Matahari sudah setinggi dua tombak ketika seorang cantrik membangunkannya. Resi Durapada memintanya menghadap sekarang. Ah, keduluan dia rupanya. Sekarang dia kembali terkejut. Kenapa pula dengan gurunya ini?
Cantrik mengantarnya ke teras timur padepokan. Di sana gurunya sudah menunggu. Sekar Alun dan Aryo Sumbing juga ada di sana. Berdebar kencang jantungnya. Antara amarah yang memuncak kepada Aryo Sumbing dan tanda tanya besar atas panggilan gurunya.
Joko Sindoro membungkuk hormat kepada gurunya. Aryo Sumbing menatapnya. Tatapan yang berani. Bahkan terkesan sombong. Sementara Sekar Alun hanya menunduk. Tidak ada air mata. Tidak tampak penyesalan. Ah, semua menjadi jelas sekarang.
“Ngger, anakku Joko Sindoro. Jangan terkejut aku memanggilmu menghadap. Aku tidak ingin berpanjang kata. Kakang Girinata sudah mengirim utusan kepadaku. Sang Prabu sudah memutuskan, bahwa sepeninggalan Kanjeng Adipati yang tidak meninggalkan satu orang anakpun, maka harus ditunjuk Adipati baru. Syarat adipati baru itu harus sudah beristri. Atas permintaan Kakang Girinata, Sang Prabu setuju untuk mengangkat adik seperguruanmu, Aryo Sumbing. Dan atas permintaan Kakang Girinata pula aku setuju untuk menikahkan adikmu, Sekar Alun dengan Aryo Sumbing.”
Joko Sindoro tidak lagi mendengar kalimat berikutnya. Dadanya berguncang hebat. Nafasnya tercekat. Keringatnya mengalir deras. Lalu semua menjadi gelap. Joko Sindoro tak sadarkan diri.
Bersambung dengan judul “Ontran-ontran di Kadipaten Menoreh” dan “Dendam Joko Sindoro” . Insya Allah.
Oleh: Joko Suseno
Bayangan hitam itu berkelebat sangat cepat. Ilmu meringankan tubuhnya sangat hebat. Joko Sindoro terkesiap. Berdiri bulu kuduknya. Bukan karena takut, namun karena dia begitu mengenal sosok bayangan itu. Ya, dia adalah Aryo Sumbing, adik seperguruannya. Yang lebih membuat dia terkejut adalah dari mana arah bayangan itu berasal. Joko Sindoro yakin benar bayangan itu berkelebat dari arah kamar Dewi Sekar Alun, kekasihnya.
Di padepokan Waringin Jajar ini Joko Sindoro memang murid tertua Resi Duparada. Hampir semua ilmu sang resi sudah dikuasainya. Kedekatan dengan sang resi juga yang memudahkan dia mendekati anak semata wayangnya. Dia adalah Dewi Sekar Alun yang menjadi kembang sepadepokan. Bahkan kembang sekadipaten. Beruntunglah Joko Sindoro yang telah memenangkan hati Sekar Alun.
Aryo Sumbing adalah murid baru. Dia putra seorang pejabat tinggi di kerajaan. Senopati Girinata. Dia adalah kakak seperguruan Resi Duparada. Sejatinya sang resi tahu tentang ketinggian ilmu yang telah dimiliki Aryo Sumbing. Semula dia ingin menolak. Namun karena pesan Girinata agar bisa lebih mendekatkan anaknya dengan masyarakat kadipaten, tak kuasa juga untuk menolaknya. Sang resi tahu bahwa kakak seperguruannya sedang menyiapkan putranya untuk menjadi adipati.
Malam itu Joko Sindoro tak bisa memejamkan mata. Dia terus memikirkan apa yang sesungguhnya terjadi. Ah, apakah Sekar Alun setega itu? Kenapa pula Aryo Sumbing seberani itu? Atau apa yang aku tidak ketahui? Ah, besok pagi aku harus menghadap guru, begitu batinnya. Dia tidak menyesal tidak mengejar bayangan itu. Dia yakin sosok bayangan itu juga telah mengetahui kehadirannya.
Matahari sudah setinggi dua tombak ketika seorang cantrik membangunkannya. Resi Durapada memintanya menghadap sekarang. Ah, keduluan dia rupanya. Sekarang dia kembali terkejut. Kenapa pula dengan gurunya ini?
Cantrik mengantarnya ke teras timur padepokan. Di sana gurunya sudah menunggu. Sekar Alun dan Aryo Sumbing juga ada di sana. Berdebar kencang jantungnya. Antara amarah yang memuncak kepada Aryo Sumbing dan tanda tanya besar atas panggilan gurunya.
Joko Sindoro membungkuk hormat kepada gurunya. Aryo Sumbing menatapnya. Tatapan yang berani. Bahkan terkesan sombong. Sementara Sekar Alun hanya menunduk. Tidak ada air mata. Tidak tampak penyesalan. Ah, semua menjadi jelas sekarang.
“Ngger, anakku Joko Sindoro. Jangan terkejut aku memanggilmu menghadap. Aku tidak ingin berpanjang kata. Kakang Girinata sudah mengirim utusan kepadaku. Sang Prabu sudah memutuskan, bahwa sepeninggalan Kanjeng Adipati yang tidak meninggalkan satu orang anakpun, maka harus ditunjuk Adipati baru. Syarat adipati baru itu harus sudah beristri. Atas permintaan Kakang Girinata, Sang Prabu setuju untuk mengangkat adik seperguruanmu, Aryo Sumbing. Dan atas permintaan Kakang Girinata pula aku setuju untuk menikahkan adikmu, Sekar Alun dengan Aryo Sumbing.”
Joko Sindoro tidak lagi mendengar kalimat berikutnya. Dadanya berguncang hebat. Nafasnya tercekat. Keringatnya mengalir deras. Lalu semua menjadi gelap. Joko Sindoro tak sadarkan diri.
Bersambung dengan judul “Ontran-ontran di Kadipaten Menoreh” dan “Dendam Joko Sindoro” . Insya Allah.
Minggu, 31 Mei 2009
Doa seorang tukang tambal ban
Ya Tuhan, seperti Kau lihat, sampai sesore ini belum juga ada pelanggan datang. Belum satu pun. Kemarin, hanya ada 2 pelanggan datang dan hanya mengisi angin. Seorang memberi seribu, yang seorang lagi hanya memberi gopek. Iya, hanya lima ratus rupiah.
Ya Tuhan, kalo akhirnya tidak ada juga satu pelanggan pun datang, maka berarti sama dengan 2 hari lalu. Itu artinya Engkau tidak memberiku rejeki pada hari ini. Juga 2 hari lalu. Padalah Tuhan, Engkau tahu, ada istri dan 3 anakku yang masih kecil-kecil yang harus aku beri makan. Apa Engkau lupa aku Tuhan? Atau Engkau sedang mengujiku?
Tuhan, kalau aku berdoa agar Engkau datangkan banyak pelanggan kepadaku, itu sama artinya dengan aku berdoa kepada-Mu agar banyak pengendara mobil atau motor terkena musibah. Kalo aku berdoa agar Engkau limpahkan banyak rejeki kepadaku, apa aku salah? Apa itu keliru? Lalu doa apa yang pantas aku panjatkan kepada-Mu?
Ada satu atau dua teman seprofesiku yang sering putus asa, lalu mereka berbuat jahat dengan menebar paku. Mereka bahkan tidak cukup hanya berdoa, tetapi mereka juga berihtiar. Mereka pikir, itu adalah bagian dari usaha terbaik untuk mencari pelanggan. Apa mereka salah? Lalu apa yang semestinya mereka lakukan? Ihtiar apa yang semestinya merek kerjakan? Apakah mesti pasang iklan di koran? Walau aku belum pernah berbuat begitu, tapi kadang-kadang aku bisa memahami juga bila mereka melakukan itu.
Tuhan, aku memang bukan orang pintar. Aku juga bukan anak orang kaya. Makanya aku rela hanya sebagai seorang tukang tambal ban. Selain karena terpaksa, aku pikir pekerjaanku ini juga mulia, karena menolong orang yang sedang tertimpa musibah.
Tuhan, sesungguhnya aku hanya ingin Engkau ajarkan aku berdoa yang benar. Itu saja. Agar anak-anak dan istriku bisa makan setiap hari. Sudah, itu saja Tuhan. Tidak lebih, cukup itu saja.
Amin.
Ya Tuhan, kalo akhirnya tidak ada juga satu pelanggan pun datang, maka berarti sama dengan 2 hari lalu. Itu artinya Engkau tidak memberiku rejeki pada hari ini. Juga 2 hari lalu. Padalah Tuhan, Engkau tahu, ada istri dan 3 anakku yang masih kecil-kecil yang harus aku beri makan. Apa Engkau lupa aku Tuhan? Atau Engkau sedang mengujiku?
Tuhan, kalau aku berdoa agar Engkau datangkan banyak pelanggan kepadaku, itu sama artinya dengan aku berdoa kepada-Mu agar banyak pengendara mobil atau motor terkena musibah. Kalo aku berdoa agar Engkau limpahkan banyak rejeki kepadaku, apa aku salah? Apa itu keliru? Lalu doa apa yang pantas aku panjatkan kepada-Mu?
Ada satu atau dua teman seprofesiku yang sering putus asa, lalu mereka berbuat jahat dengan menebar paku. Mereka bahkan tidak cukup hanya berdoa, tetapi mereka juga berihtiar. Mereka pikir, itu adalah bagian dari usaha terbaik untuk mencari pelanggan. Apa mereka salah? Lalu apa yang semestinya mereka lakukan? Ihtiar apa yang semestinya merek kerjakan? Apakah mesti pasang iklan di koran? Walau aku belum pernah berbuat begitu, tapi kadang-kadang aku bisa memahami juga bila mereka melakukan itu.
Tuhan, aku memang bukan orang pintar. Aku juga bukan anak orang kaya. Makanya aku rela hanya sebagai seorang tukang tambal ban. Selain karena terpaksa, aku pikir pekerjaanku ini juga mulia, karena menolong orang yang sedang tertimpa musibah.
Tuhan, sesungguhnya aku hanya ingin Engkau ajarkan aku berdoa yang benar. Itu saja. Agar anak-anak dan istriku bisa makan setiap hari. Sudah, itu saja Tuhan. Tidak lebih, cukup itu saja.
Amin.
Rabu, 20 Mei 2009
Bapakku
Namanya Darno. Itu nama resminya. Maksudnya, itu nama yang digunakan pada semua dokumen resmi, semisal kartu tanda penduduk. Nama sebenarnya adalah Sudarno. Itu nama pemberian orang tuanya.
Begitulah, masalah nama ini pun bisa menjadi salah satu hal bagaimana penilaian saya tentang Bapakku. Termasuk dalam hal ini namaku, yang sebenarnya adalah Taat Uji Joko Suseno, tetapi secara resmi menjadi Taat Uji Jakasuseno.
Bapakku adalah petani. Benar-benar seorang petani. Terlebih saat ini setelah beliau resmi pensiun setelah sekian puluh tahun mengabdi menjadi seorang guru SD. Iya betul, seorang PNS. Terakhir kali beliau menjadi guru di SDN Purwosari 1, Kranggan. Tetapi sesungguhnya, Bapakku tetaplah seorang petani. Dari dulu.
Bapakku seorang yang sederhana. Sangat bersahaja. Nrimo. Bahkan dalam beberapa hal, termasuk dalam kasus nama tadi, menurutku Bapak terlalu nrimo. Namun apapun yang saya ungkapkan nanti di sini, itu semua adalah sebuah perhormatanku pada Bapakku. Rasa hormat, cinta dan sayang seorang anak kepada Bapaknya dengan setulus hati.
Bapakku hanyalah lulusan sekolah tehnik pertama. Sebuah sekolah kejuruan setingkat SMP. Kalau kemudian hari akhirnya beliau bisa menjadi seorang guru, itulah kondisi dan kenyataan jaman itu. Terlebih lagi di suatu daerah seperti halnya Temanggung. Makanya walau pun beliau adalah seorang guru, sisa hari-harinya Bapak habiskan untuk bertani. Mengolah sawah, menanam padi, jagung, palawija. Memelihara sapi, ayam, entok. Sepenuhnya seperti kehidupan seorang petani lainnya.
Dulu sekali, sebelum Bapak mampu membeli sepeda motor tua secara mengangsur, Bapak harus berangkat mengajar pagi-pagi dengan berjalan kaki. Menaiki bukit berkilo-kilo meter jaraknya. Itu dilakukan setelah sebelumnya membantu Ibu menyiapkan jagung untuk dimasak sebagai nasi, mengganti beras. Proses pembuatan nasi jagung ini amatlah panjang. Tapi nanti saja cerita tentang nasi jagung ini.
Jadilah Bapakku berangkat kerja. Kalau jumpa musim hujan maka sengsaralah nasibnya. Sudah jalannya becek, licin, berlumpur. Sepatu harus ditenteng. Jarang ada kendaraan. Bisa sekali waktu ada kendaraan yang lewat, beruntunglah Bapak kalau bisa ikut bergelantungan di pintu. Begitulah.
(Insya Allah, bersambung)
Begitulah, masalah nama ini pun bisa menjadi salah satu hal bagaimana penilaian saya tentang Bapakku. Termasuk dalam hal ini namaku, yang sebenarnya adalah Taat Uji Joko Suseno, tetapi secara resmi menjadi Taat Uji Jakasuseno.
Bapakku adalah petani. Benar-benar seorang petani. Terlebih saat ini setelah beliau resmi pensiun setelah sekian puluh tahun mengabdi menjadi seorang guru SD. Iya betul, seorang PNS. Terakhir kali beliau menjadi guru di SDN Purwosari 1, Kranggan. Tetapi sesungguhnya, Bapakku tetaplah seorang petani. Dari dulu.
Bapakku seorang yang sederhana. Sangat bersahaja. Nrimo. Bahkan dalam beberapa hal, termasuk dalam kasus nama tadi, menurutku Bapak terlalu nrimo. Namun apapun yang saya ungkapkan nanti di sini, itu semua adalah sebuah perhormatanku pada Bapakku. Rasa hormat, cinta dan sayang seorang anak kepada Bapaknya dengan setulus hati.
Bapakku hanyalah lulusan sekolah tehnik pertama. Sebuah sekolah kejuruan setingkat SMP. Kalau kemudian hari akhirnya beliau bisa menjadi seorang guru, itulah kondisi dan kenyataan jaman itu. Terlebih lagi di suatu daerah seperti halnya Temanggung. Makanya walau pun beliau adalah seorang guru, sisa hari-harinya Bapak habiskan untuk bertani. Mengolah sawah, menanam padi, jagung, palawija. Memelihara sapi, ayam, entok. Sepenuhnya seperti kehidupan seorang petani lainnya.
Dulu sekali, sebelum Bapak mampu membeli sepeda motor tua secara mengangsur, Bapak harus berangkat mengajar pagi-pagi dengan berjalan kaki. Menaiki bukit berkilo-kilo meter jaraknya. Itu dilakukan setelah sebelumnya membantu Ibu menyiapkan jagung untuk dimasak sebagai nasi, mengganti beras. Proses pembuatan nasi jagung ini amatlah panjang. Tapi nanti saja cerita tentang nasi jagung ini.
Jadilah Bapakku berangkat kerja. Kalau jumpa musim hujan maka sengsaralah nasibnya. Sudah jalannya becek, licin, berlumpur. Sepatu harus ditenteng. Jarang ada kendaraan. Bisa sekali waktu ada kendaraan yang lewat, beruntunglah Bapak kalau bisa ikut bergelantungan di pintu. Begitulah.
(Insya Allah, bersambung)
Sabtu, 09 Mei 2009
Zona Tuli (ZonTul) Tol Cipularang
Anda yang sering mondar-mandir Jakarta-Bandung lewat tol Cipularang, pasti pernah merasakan ada suatu zona di sepanjang jalan tol itu yang kita akan merasa tuli. Atau setidaknya kualitas pendengaran kita berkurang. Bahkan mendengarkan suara kita sendiri saja terdengar aneh. Begitu bukan?
Saya sudah beberapa kali merasakan hal itu. Istri saya atau teman semobil yang lain juga menyatakan hal yang sama, telinga menjadi lebih tuli.
Ada yang tahu, fenomena apakah itu?
Saya sudah beberapa kali merasakan hal itu. Istri saya atau teman semobil yang lain juga menyatakan hal yang sama, telinga menjadi lebih tuli.
Ada yang tahu, fenomena apakah itu?
Rabu, 06 Mei 2009
Antasari Azhar Telanjang Bulat
Bayangkan diri kita, yang masih menjunjung tinggi budaya malu, tiba2 sudah mendapati bertelanjang bulat di tengah kerumunan banyak orang. Hanya kita satu-satu orang yang telanjang. Sementara semua orang memandangi kita. Menertawakan kita. Tidak ada satu orangpun yang berusaha berbagi untuk menutupi bagian tubuh kita, yang semua terbuka. Bugil. Tanpa sehelai benangpun. Coba bayangkan sebentar.
Saya sedang coba membayangkan, kira-kira seperti itu yang saat ini sedang dirasakan oleh Antasari Azhar. Sama seperti ketika kita sedang telanjang di tengah keramaian orang. Malu. Harga diri jatuh ke titik yang paling rendah. Minus.
Tidak perlu banyak komentar tentang KPK. Juga tentang "Antasari yang kemarin". KPK dan Antasari adalah momok. Dia, atau mereka adalah orang yang tidak ingin siapapun, terutama yang merasa pernah korupsi, berurusan. Ngeri. Urip. Artalita. Al Amin. Banyak. Yang jaksa, polisi, DPR, duta besar, gubernur, bupati. Sudah banyak yang "menjadi korban" KPK. Kemarin, orang bisa bilang bahwa Antasari identik dengan KPK.
Wajar saja bila Antasari menjadi sosok yang banyak pembecinya. Walau mungkin saja tidak sedikit yang mendukungnya.
Hari ini mungkin Tuhan sedang bermaksud menunjukkan kemahakuasaan-Nya. Bahwa merubah nasib seseorang itu, bahkan lebih mudah dari membalikkan telapak tangan kita. Bahwa seorang Antasari Azhar yang gagah, rapi, necis, wangi (mungkin) dalam sekejap mata diposisikan menjadi seorang yang hina dina. Menjadi tahanan polisi, bercelana pendek, dengan baju seragam warna orange bertuliskan "TAHANAN" di bagian belakangnya. Tragis.
Biarlah masalah hukum diurus oleh mereka yang kompeten. Satu hal yang saya ingin mengajak pembaca merenung adalah ada hikmah dibalik semua ini. Bahwa roda kehidupan terus berputar. Yang sekarang di atas, hanya menunggu waktu untuk berpindah posisi menjadi di bawah. Bisa kapan saja. Bahkan bisa besok pagi saat kita bangun tidur. Tidak ada yang tahu.
Jadi, tidak ada gunanya kita sombong. Tak perlu jumawa. Tak usah membusungkan dada. Apa yang bisa kita sombongkan? Karena sejatinya kita tidak memiliki apa-apa. Karena pada hakekatnya kita ini telanjang bulat. Bugil. Karena semua yang saat ini ada pada diri kita, setiap saat bisa diambil kembali oleh pemiliknya.
Mari saya ajak Anda semua untuk selalu berdoa, agar kita senantiasa dilindungi dari segala mara bahaya, dijauhkan dari bencana, dan dimudahkan segala urusan kita. Amin.
Saya sedang coba membayangkan, kira-kira seperti itu yang saat ini sedang dirasakan oleh Antasari Azhar. Sama seperti ketika kita sedang telanjang di tengah keramaian orang. Malu. Harga diri jatuh ke titik yang paling rendah. Minus.
Tidak perlu banyak komentar tentang KPK. Juga tentang "Antasari yang kemarin". KPK dan Antasari adalah momok. Dia, atau mereka adalah orang yang tidak ingin siapapun, terutama yang merasa pernah korupsi, berurusan. Ngeri. Urip. Artalita. Al Amin. Banyak. Yang jaksa, polisi, DPR, duta besar, gubernur, bupati. Sudah banyak yang "menjadi korban" KPK. Kemarin, orang bisa bilang bahwa Antasari identik dengan KPK.
Wajar saja bila Antasari menjadi sosok yang banyak pembecinya. Walau mungkin saja tidak sedikit yang mendukungnya.
Hari ini mungkin Tuhan sedang bermaksud menunjukkan kemahakuasaan-Nya. Bahwa merubah nasib seseorang itu, bahkan lebih mudah dari membalikkan telapak tangan kita. Bahwa seorang Antasari Azhar yang gagah, rapi, necis, wangi (mungkin) dalam sekejap mata diposisikan menjadi seorang yang hina dina. Menjadi tahanan polisi, bercelana pendek, dengan baju seragam warna orange bertuliskan "TAHANAN" di bagian belakangnya. Tragis.
Biarlah masalah hukum diurus oleh mereka yang kompeten. Satu hal yang saya ingin mengajak pembaca merenung adalah ada hikmah dibalik semua ini. Bahwa roda kehidupan terus berputar. Yang sekarang di atas, hanya menunggu waktu untuk berpindah posisi menjadi di bawah. Bisa kapan saja. Bahkan bisa besok pagi saat kita bangun tidur. Tidak ada yang tahu.
Jadi, tidak ada gunanya kita sombong. Tak perlu jumawa. Tak usah membusungkan dada. Apa yang bisa kita sombongkan? Karena sejatinya kita tidak memiliki apa-apa. Karena pada hakekatnya kita ini telanjang bulat. Bugil. Karena semua yang saat ini ada pada diri kita, setiap saat bisa diambil kembali oleh pemiliknya.
Mari saya ajak Anda semua untuk selalu berdoa, agar kita senantiasa dilindungi dari segala mara bahaya, dijauhkan dari bencana, dan dimudahkan segala urusan kita. Amin.
Sabtu, 25 April 2009
Sebuah agama baru
Alhamdulillah perjalanan panjang hari ini telah usai. Diawali dari subuh hari tadi jemput Estu di asramanya di Anyer sana. Sesuai janji mamanya, hari ini langsung cari laptop seperti yang sudah jauh-jauh hari dimintanya. Tugas sekolah sudah semakin banyak katanya. OK, hari ini kita coba cari, mudah-mudahan dapat ya Nak..
Sekalian lewat, kita coba dulu di WTC Matahari, Serpong. Rupanya tidak banyak pilihan. Setelah muter sana-sini tidak juga didapat (aku dan mamanya kebetulan juga ada perlu yang lain), kita putuskan untuk ke Point Square, Lebak Bulus. Mestinya di sana lebih banyak pilihan.
Sore, sepulang dari Point Square, mampir dulu makan siang, ah tepatnya makan sore, di warung soto Bu Tjondro di Pondok Cabe. Satu tujuan sudah terpenuhi yaitu beli laptop buat Estu, anakku. Setelah akhirnya satu pilihan dijatuhkan, Acer. Satu laptop lagi, juga Acer dengan spesifikasi lebih rendah dan harga yang tidak terlalu mahal buat Dinda, adiknya Estu. (Sejujurnya, justru Dinda yang sudah lebih dulu minta dibelikan laptop. Dia tabung lima ratus koin atau seribu rupiah ke celengannya, katanya supaya bisa beli laptop).
Di Bu Tjondro cukup ramai juga rupanya. Alhamdulillah, masih kebagian tempat parkir. Sudah lama tidak berkunjung, tidak ada yang berubah, selalu ramai. Hampir di setiap sudut tempat duduk terisi pengujung. Mamanya Estu memilih tempat di belakang tangga besar. Kita ke sana. Lebih sepi, lebih leluasa. Tentu lebih nyaman.
Orang-orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Semua orang begitu. Seperti halnya sepasang suami istri (karena seperti terlihat demikian) yang duduk tidak jauh dari kami. Masing-masing sudah menghadapi semangkok soto di depan tempat duduk mereka. Aha, masih utuh. Belum disentuh. Rupanya masing-masing sibuk dengan blackberry di tangan mereka. Ya, facebook tentu saja. Berhadap-hadapan, tetapi ternyata mereka berjauhan. Asyik dengan dunianya sendiri-sendiri. Asyik dengan kitab suci masing-masing. Lupa bahwa bisa jadi semangkok soto di depan mereka akan menjadi dingin dan tidak lagi lezat terasa.
Facebook, kini telah menjadi agama baru banyak orang. Ke sana kemari orang-orang asyik menderas beberapa surat dari kitab suci di tangan mereka ini, blackberry. Bahkan seringkali menciptakan beberapa surat-surat baru, beberapa ayat. Bahkan beratus-ratus ayat. Kadang pendek. Lebih pendek dari surat Al Asr. Kadang panjang, sepanjang surat Al Baqarah atau An Nisa.
Sama, seperti halnya aku saat ini. Walau pun tidak sesering pagi, siang, sore dan malam, tapi sesungguhnya sudah cukup membuat aku malu. Karena kitab suci sejatiku, tidak sesering ini aku membukanya. Bahkan mungkin tidak setiap hari. Ah, mudah-mudahan, ini hanya trend sesaat saja. Sekedar aku mengikuti dan menyesuaikan diri dengan yang lain. Mudah-mudahan.
Sekalian lewat, kita coba dulu di WTC Matahari, Serpong. Rupanya tidak banyak pilihan. Setelah muter sana-sini tidak juga didapat (aku dan mamanya kebetulan juga ada perlu yang lain), kita putuskan untuk ke Point Square, Lebak Bulus. Mestinya di sana lebih banyak pilihan.
Sore, sepulang dari Point Square, mampir dulu makan siang, ah tepatnya makan sore, di warung soto Bu Tjondro di Pondok Cabe. Satu tujuan sudah terpenuhi yaitu beli laptop buat Estu, anakku. Setelah akhirnya satu pilihan dijatuhkan, Acer. Satu laptop lagi, juga Acer dengan spesifikasi lebih rendah dan harga yang tidak terlalu mahal buat Dinda, adiknya Estu. (Sejujurnya, justru Dinda yang sudah lebih dulu minta dibelikan laptop. Dia tabung lima ratus koin atau seribu rupiah ke celengannya, katanya supaya bisa beli laptop).
Di Bu Tjondro cukup ramai juga rupanya. Alhamdulillah, masih kebagian tempat parkir. Sudah lama tidak berkunjung, tidak ada yang berubah, selalu ramai. Hampir di setiap sudut tempat duduk terisi pengujung. Mamanya Estu memilih tempat di belakang tangga besar. Kita ke sana. Lebih sepi, lebih leluasa. Tentu lebih nyaman.
Orang-orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Semua orang begitu. Seperti halnya sepasang suami istri (karena seperti terlihat demikian) yang duduk tidak jauh dari kami. Masing-masing sudah menghadapi semangkok soto di depan tempat duduk mereka. Aha, masih utuh. Belum disentuh. Rupanya masing-masing sibuk dengan blackberry di tangan mereka. Ya, facebook tentu saja. Berhadap-hadapan, tetapi ternyata mereka berjauhan. Asyik dengan dunianya sendiri-sendiri. Asyik dengan kitab suci masing-masing. Lupa bahwa bisa jadi semangkok soto di depan mereka akan menjadi dingin dan tidak lagi lezat terasa.
Facebook, kini telah menjadi agama baru banyak orang. Ke sana kemari orang-orang asyik menderas beberapa surat dari kitab suci di tangan mereka ini, blackberry. Bahkan seringkali menciptakan beberapa surat-surat baru, beberapa ayat. Bahkan beratus-ratus ayat. Kadang pendek. Lebih pendek dari surat Al Asr. Kadang panjang, sepanjang surat Al Baqarah atau An Nisa.
Sama, seperti halnya aku saat ini. Walau pun tidak sesering pagi, siang, sore dan malam, tapi sesungguhnya sudah cukup membuat aku malu. Karena kitab suci sejatiku, tidak sesering ini aku membukanya. Bahkan mungkin tidak setiap hari. Ah, mudah-mudahan, ini hanya trend sesaat saja. Sekedar aku mengikuti dan menyesuaikan diri dengan yang lain. Mudah-mudahan.
Jumat, 24 April 2009
Sesuatu yang hilang
Empat hari beraktifitas di Ciloto, Puncak, begitu melelahkan. Walau begitu, banyak hal hal yang bisa dibawa pulang. Bukan. Bukan itu. Bukan pisang, bukan gemblong, atau umbi cilembu.. Bukan yang seperti itu.
Sesuatu itu adalah belajar lebih mengenal diri sendiri. Juga kebersamaan dan keterikatan. Rasa saling ketergantungan. Semakin besar tujuan yang kita ingin peroleh, maka ternyata semakin dirasa pentingnya perencanaan, strategi, kesalingpercayaan, keinginan kuat untuk memberi yang terbaik. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah belajar untuk mengalahkan ego yang ada dalam diri kita sendiri. Juga kesabaran. Pengendalian emosi. Jujur saja, semua itu ternyata tidaklah mudah.
Hari ini kita semua membawa pulang oleh-oleh itu. Sebagian mungkin akan awet dan menjadi bagian dari diri kita. Sebagian lagi, mungkin, akan berlalu begitu saja. Tidak berarti apapun. Tidak satu pun tersisa. Menjadi seperti hari-hari kemarin. Tidak lebih.
Empat hari di Ciloto, ada sesuatu yang hilang. Dia adalah suara Pak Nur Rohim. Muadzin yang selalu pertama kali mengumandangkan adzan di kala subuh menjelang.
Selamat berjuang kawan. Perjalanan belum usai.
Sesuatu itu adalah belajar lebih mengenal diri sendiri. Juga kebersamaan dan keterikatan. Rasa saling ketergantungan. Semakin besar tujuan yang kita ingin peroleh, maka ternyata semakin dirasa pentingnya perencanaan, strategi, kesalingpercayaan, keinginan kuat untuk memberi yang terbaik. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah belajar untuk mengalahkan ego yang ada dalam diri kita sendiri. Juga kesabaran. Pengendalian emosi. Jujur saja, semua itu ternyata tidaklah mudah.
Hari ini kita semua membawa pulang oleh-oleh itu. Sebagian mungkin akan awet dan menjadi bagian dari diri kita. Sebagian lagi, mungkin, akan berlalu begitu saja. Tidak berarti apapun. Tidak satu pun tersisa. Menjadi seperti hari-hari kemarin. Tidak lebih.
Empat hari di Ciloto, ada sesuatu yang hilang. Dia adalah suara Pak Nur Rohim. Muadzin yang selalu pertama kali mengumandangkan adzan di kala subuh menjelang.
Selamat berjuang kawan. Perjalanan belum usai.
Sabtu, 21 Maret 2009
Vila Dago dan Empis-empis Bu Joko
Bila pada suatu kesempatan Anda berkunjung ke Pamulang, sudilah mampir sebentar ke Vila Dago, sebuah perumahan yang berdiri sejak sekitar tahun 1995. Lokasinya mudah dijangkau. Dari arah Ciputat, setelah melewati bunderan Unpam arah BSD, Anda akan melewati supermarket Giant, ada danau kemudian sekitar 200 meter berikutnya ada pompa bensin di sebelah kiri. Nah, gerbang utama perumahan Vila Dago ada di seberang pompa bensin ini.
Apabila dari arah BSD menuju Pamulang, setelah melewati pompa bensin di pertigaan Pamulang 2, sekitar 1 km lagi akan Anda jumpai gerbang tadi.
Memasuki gerbang utama Anda akan disambut dengan jalan bulevar yang luas. Di kanan kiri terdapat beberapa rumah yang cukup besar, tetapi lebih banyak tanah kosong karena belum didirikan rumah oleh para pemiliknya. Lalu Anda akan jumpai gerbang-gerbang klaster. Ada Nusa Dua, Parangtritis, Maribaya, Kintamani, Tampak Siring. Teruslah berjalan. Anda akan jumpai sekolah Al Zahra Indonesia dan masjid jami' Al Kautsar yang masih dalam proses pembangunan.
Jangan berhenti. Silakan dilanjutkan. Nah, Anda memasuki kawasan Alam Asri. Ada 3 klaster di sana yaitu Alam Asri 1, Alam Asri 2, dan Alam Asri 3. Dibandingkan dengan klaster-klaster depan, kawasan Alam Asri adalah kawasan untuk rumah-rumah yang lebih sederhana. Entah apa alasan pengembang, PT. Duta Putra Mahkota, menamai kawasan ini dengan alam asri. Toh ketika awal kawasan ini dibangun, sama halnya seperti rumah-rumah lain yang baru dibangun, gersang. Sama sekali tidak terlihat asri.
Bila Anda terus berjalan mengikuti jalan utama, akan Anda jumpa jalan buntu setelah klaster Alam Asri 3. Silakan masuk saja, tidak dilarang. Cobalah berhenti sebentar. Lihatlah. Asri bukan? Setidaknya sudah mulai nampak akan terlihat asri. Ohya, memang kesadaran kami untuk menghijaukan lingkungan ini belum terlalu lama. Sama halnya seperti berdirinya kawasan Alam Asri ini yang juga memang belum terlalu lama. Mudah-mudahan foto-foto ini cukup memberi gambaran.
Bila Anda cukup waktu, silakan mampir ke gubuk kami, di blok K No.67-69. Bila itu hari libur, insya Allah kita bisa ketemu. Atau bila Anda sempat berkirim kabar terlebih dahulu, mudah-mudahan istri saya, Buu Joko tentu saja, bisa membuatkan empis-empis khas Temanggung buat Anda. Sayur (atau lauk ya..?) dari bahan tempe, daging tetelan, dan cabe. Cabenya paling banyak sehingga akan terlihat seperti sayur cabe dicampur tempe. Anda pernah mencoba?
Apabila dari arah BSD menuju Pamulang, setelah melewati pompa bensin di pertigaan Pamulang 2, sekitar 1 km lagi akan Anda jumpai gerbang tadi.
Memasuki gerbang utama Anda akan disambut dengan jalan bulevar yang luas. Di kanan kiri terdapat beberapa rumah yang cukup besar, tetapi lebih banyak tanah kosong karena belum didirikan rumah oleh para pemiliknya. Lalu Anda akan jumpai gerbang-gerbang klaster. Ada Nusa Dua, Parangtritis, Maribaya, Kintamani, Tampak Siring. Teruslah berjalan. Anda akan jumpai sekolah Al Zahra Indonesia dan masjid jami' Al Kautsar yang masih dalam proses pembangunan.
Jangan berhenti. Silakan dilanjutkan. Nah, Anda memasuki kawasan Alam Asri. Ada 3 klaster di sana yaitu Alam Asri 1, Alam Asri 2, dan Alam Asri 3. Dibandingkan dengan klaster-klaster depan, kawasan Alam Asri adalah kawasan untuk rumah-rumah yang lebih sederhana. Entah apa alasan pengembang, PT. Duta Putra Mahkota, menamai kawasan ini dengan alam asri. Toh ketika awal kawasan ini dibangun, sama halnya seperti rumah-rumah lain yang baru dibangun, gersang. Sama sekali tidak terlihat asri.
Bila Anda terus berjalan mengikuti jalan utama, akan Anda jumpa jalan buntu setelah klaster Alam Asri 3. Silakan masuk saja, tidak dilarang. Cobalah berhenti sebentar. Lihatlah. Asri bukan? Setidaknya sudah mulai nampak akan terlihat asri. Ohya, memang kesadaran kami untuk menghijaukan lingkungan ini belum terlalu lama. Sama halnya seperti berdirinya kawasan Alam Asri ini yang juga memang belum terlalu lama. Mudah-mudahan foto-foto ini cukup memberi gambaran.
Bila Anda cukup waktu, silakan mampir ke gubuk kami, di blok K No.67-69. Bila itu hari libur, insya Allah kita bisa ketemu. Atau bila Anda sempat berkirim kabar terlebih dahulu, mudah-mudahan istri saya, Buu Joko tentu saja, bisa membuatkan empis-empis khas Temanggung buat Anda. Sayur (atau lauk ya..?) dari bahan tempe, daging tetelan, dan cabe. Cabenya paling banyak sehingga akan terlihat seperti sayur cabe dicampur tempe. Anda pernah mencoba?
Jumat, 20 Maret 2009
Sebuah Metamorfosa
(Sebuah pelajaran dari ulat dan kupu-kupu)
Monster kecil. Barangkali itu julukan yang cukup mewakili apabila melihat reaksi seseorang ketika melihat seekor
ulat. Terlebih bila dia seorang perempuan. Reaksi pertama adalah menjerit kemudian pergi menghindar. Antara kaget, takut, dan jijik jadi satu.
Ulat, apapun jenisnya, rupanya tetap saja menjijikkan. Apalagi ulat bulu. Ukurannya yang lebih besar dibanding ulat yang lain, bulu-bulunya yang hitam lebat bisa membuat bulu kuduk berdiri. Merinding. Adalagi ulat yang biasa hidup di pohon jambu, berwarna hijau, lebih besar lagi dari ulat bulu, jedung namanya. Walau tidak berbahaya, tidak menimbulkan gata-gatal, tetap saja menyeramkan.
Ulat, sepanjang hari pekerjaannya hanya makan, makan, dan makan. Tidak ada lagi. Sepertinya mereka mempunyai target khusus yaitu menghabiskan semua dedaunan di pohon yang mereka tempati. Monster yang sangat rakus, begitulah kesimpulannya.
Tetapi ketika ulat harus bertransformasi menjadi makhluk baru, mereka rela mengurung diri dalam kepompong dan berpuasa selama berhari-hari. Lalu berubahlah ulat yang buruk rupa dan menjijikkan itu seekor kupu-kupu yang cantik dan menawan. Semua orang suka memandangnya. Bahkan banyak sastrawan dan pencipta lagu mengabadikan kupu-kupu dalam karya-karya mereka.
Puasa, ada pelajaran yang bisa kita petik dari ulat. Ketika sebelas bulan manusia melulu menggapai kehidupan duniawi – bahkan terkadang tak ubahnya seperti monster – maka bulan puasa semestinya bisa menjadikan manusia bertransformasi menjadi makhluk baru, makhluk yang indah, enak dilihat, enak didengar kata-katanya, semakin peduli dengan sekitarnya. Pendeknya, puasa semestinya menjadikan manusia bermetamorfosa.
Bedanya, kupu-kupu akan kembali menebarkan telur-telur di pepohonan untuk menjadi ulat-ulat baru, monster-monster baru. Manusia, semestinya menebarkan kedamaian dan kasih sayang.
(Pernah dikirim masif via e-mail menjelang lebaran tahun 2008)
Monster kecil. Barangkali itu julukan yang cukup mewakili apabila melihat reaksi seseorang ketika melihat seekor
ulat. Terlebih bila dia seorang perempuan. Reaksi pertama adalah menjerit kemudian pergi menghindar. Antara kaget, takut, dan jijik jadi satu.
Ulat, apapun jenisnya, rupanya tetap saja menjijikkan. Apalagi ulat bulu. Ukurannya yang lebih besar dibanding ulat yang lain, bulu-bulunya yang hitam lebat bisa membuat bulu kuduk berdiri. Merinding. Adalagi ulat yang biasa hidup di pohon jambu, berwarna hijau, lebih besar lagi dari ulat bulu, jedung namanya. Walau tidak berbahaya, tidak menimbulkan gata-gatal, tetap saja menyeramkan.
Ulat, sepanjang hari pekerjaannya hanya makan, makan, dan makan. Tidak ada lagi. Sepertinya mereka mempunyai target khusus yaitu menghabiskan semua dedaunan di pohon yang mereka tempati. Monster yang sangat rakus, begitulah kesimpulannya.
Tetapi ketika ulat harus bertransformasi menjadi makhluk baru, mereka rela mengurung diri dalam kepompong dan berpuasa selama berhari-hari. Lalu berubahlah ulat yang buruk rupa dan menjijikkan itu seekor kupu-kupu yang cantik dan menawan. Semua orang suka memandangnya. Bahkan banyak sastrawan dan pencipta lagu mengabadikan kupu-kupu dalam karya-karya mereka.
Puasa, ada pelajaran yang bisa kita petik dari ulat. Ketika sebelas bulan manusia melulu menggapai kehidupan duniawi – bahkan terkadang tak ubahnya seperti monster – maka bulan puasa semestinya bisa menjadikan manusia bertransformasi menjadi makhluk baru, makhluk yang indah, enak dilihat, enak didengar kata-katanya, semakin peduli dengan sekitarnya. Pendeknya, puasa semestinya menjadikan manusia bermetamorfosa.
Bedanya, kupu-kupu akan kembali menebarkan telur-telur di pepohonan untuk menjadi ulat-ulat baru, monster-monster baru. Manusia, semestinya menebarkan kedamaian dan kasih sayang.
(Pernah dikirim masif via e-mail menjelang lebaran tahun 2008)
Kamis, 19 Maret 2009
Bento
BENTO
(Lagu ini sekarang menjadi favoritnya anakku, Dinda, alias Ade Ntes. Kalo kakaknya tahu, Estu Kresnha, dia juga pasti akan suka).
Namaku Bento
Rumah real estate
Mobilku banyak
Harta berlimpah
Orang memanggilku bos eksekutif
Tokoh papan atas
Atas sgalanya..asyik
Wajahku ganteng
Banyak simpanan
Sekali lirik oke sajalah
Bisnisku menjagal
Jagal apa saja
Yang penting aku senang
Aku menang
Persetan orang susah karena aku
Yang penting asyik sekali lagi asyik
Kotbah soal moral omong keadilan sarapan pagiku
Aksi tipu-tipu lobying dan upeti wow jagonya
Maling kelas teri bandit kelas coro itu kan tong sampah
Siapa yang mau berguru datang pada ku
Sebut tiga kali namaku bento bento bento
Asyik
(Lagu ini sekarang menjadi favoritnya anakku, Dinda, alias Ade Ntes. Kalo kakaknya tahu, Estu Kresnha, dia juga pasti akan suka).
Namaku Bento
Rumah real estate
Mobilku banyak
Harta berlimpah
Orang memanggilku bos eksekutif
Tokoh papan atas
Atas sgalanya..asyik
Wajahku ganteng
Banyak simpanan
Sekali lirik oke sajalah
Bisnisku menjagal
Jagal apa saja
Yang penting aku senang
Aku menang
Persetan orang susah karena aku
Yang penting asyik sekali lagi asyik
Kotbah soal moral omong keadilan sarapan pagiku
Aksi tipu-tipu lobying dan upeti wow jagonya
Maling kelas teri bandit kelas coro itu kan tong sampah
Siapa yang mau berguru datang pada ku
Sebut tiga kali namaku bento bento bento
Asyik
Pagi Yang Indah
Pagi ini aku terbangun karena alarm dari hp mamanya estu. Bersamaan dengan terdengarnya suara Pak Nur Rohim mengumandangkan adzan subuh dari masjid Jabal al Rahmah. Bergegas kami bangun. Mamanya Estu ambil air wudlu duluan. Setelah dia kenakan atasan mukena dan aku pake sarung, baju koko, dan peci segera kami melangkah keluar.
Udara segar dingin menerpa muka sejuk terasa. Subhanallah. Di atas sana bintang gemintang bertebaran. Sambil jalan aku terus menatap ke atas. Terlintas dibenakku rasi-rasi bintang yang pernah diajarkan guruku dahulu. Ah, tidak satupun yang aku ingat bentuknya. Tapi semua sungguh terlihat indah.
Aku berjalan bergegas. Lebih cepat. Mamanya Estu tertinggal di belakang. Terlambat nih. Sampai di masjid, Pak Nur sudah menyalakan mik pertanda akan iqomat. Ya sudah, sholat sunah tahiyatul masjid dan kobiyah subuh terlewat. Padahal sholat fajar itu lebih baik dari pada dunia dan seisinya. Masya Allah.
Selesai sholat mamanya Estu sudah berjalan beriring dengan Mak Wo dan Bu Profesor. Aku salip mereka. Hanya Mak Wo dan mamanya, karena Bu Profesor sudah sampai rumahnya. Di depan pos satpam aku ajak mamanya jalan-jalan. Sepulang dari rumah sakit setelah 8 hari di rawat, dokter menyarankan agar mamanya berolah raga. Pilihannya adalah jalan kaki dan berenang. OK, mamanya setuju untuk jalan kaki sampai sekolah Estu. Eh maksudku sekolah Dinda, Al Zahra. Rupanya Mak Wo, si mamanya David dan Fani ini, pengen ikut juga.
Kami bertiga jalan. Aku di depan, jalan agak cepat. Satu dua mobil mulai lewat. Juga beberapa motor. Mereka adalah para pekerja yang berburu dengan waktu untuk sampai kantor pagi-pagi. Wah, sepagi ini sudah berangkat kantor? Mamanya Estu terheran-heran.. Itulah pada sub urban.
Jarak tempuh sekitar 800 meter tidak membuatku berkeringat. Si mamanya mau nyambung sampai ujung jalan buntu. Aku masuk duluan, setelah mamanya nitip sajadah dan bawahan mukena.
Ku nyalakan tv. Seperti biasa, berita reportase pagi di transtv. Aku nyalakan komputer. Baru saja duduk mamanya estu sudah masuk rumah. Ah cepat amat. Kita ngobrol sebentar tentang kenapa aku semalem pulang cukup malam.
Aku buka e-mail. Buka facebook. Buka blog. Ah tidak ada mood. Hanya sempat menulis sedikit. Mamanya sudah selesai mandi.
Ya sudah, matikan komputer, terus mandi. Subhanallah, ini memang pagi yang indah.
Udara segar dingin menerpa muka sejuk terasa. Subhanallah. Di atas sana bintang gemintang bertebaran. Sambil jalan aku terus menatap ke atas. Terlintas dibenakku rasi-rasi bintang yang pernah diajarkan guruku dahulu. Ah, tidak satupun yang aku ingat bentuknya. Tapi semua sungguh terlihat indah.
Aku berjalan bergegas. Lebih cepat. Mamanya Estu tertinggal di belakang. Terlambat nih. Sampai di masjid, Pak Nur sudah menyalakan mik pertanda akan iqomat. Ya sudah, sholat sunah tahiyatul masjid dan kobiyah subuh terlewat. Padahal sholat fajar itu lebih baik dari pada dunia dan seisinya. Masya Allah.
Selesai sholat mamanya Estu sudah berjalan beriring dengan Mak Wo dan Bu Profesor. Aku salip mereka. Hanya Mak Wo dan mamanya, karena Bu Profesor sudah sampai rumahnya. Di depan pos satpam aku ajak mamanya jalan-jalan. Sepulang dari rumah sakit setelah 8 hari di rawat, dokter menyarankan agar mamanya berolah raga. Pilihannya adalah jalan kaki dan berenang. OK, mamanya setuju untuk jalan kaki sampai sekolah Estu. Eh maksudku sekolah Dinda, Al Zahra. Rupanya Mak Wo, si mamanya David dan Fani ini, pengen ikut juga.
Kami bertiga jalan. Aku di depan, jalan agak cepat. Satu dua mobil mulai lewat. Juga beberapa motor. Mereka adalah para pekerja yang berburu dengan waktu untuk sampai kantor pagi-pagi. Wah, sepagi ini sudah berangkat kantor? Mamanya Estu terheran-heran.. Itulah pada sub urban.
Jarak tempuh sekitar 800 meter tidak membuatku berkeringat. Si mamanya mau nyambung sampai ujung jalan buntu. Aku masuk duluan, setelah mamanya nitip sajadah dan bawahan mukena.
Ku nyalakan tv. Seperti biasa, berita reportase pagi di transtv. Aku nyalakan komputer. Baru saja duduk mamanya estu sudah masuk rumah. Ah cepat amat. Kita ngobrol sebentar tentang kenapa aku semalem pulang cukup malam.
Aku buka e-mail. Buka facebook. Buka blog. Ah tidak ada mood. Hanya sempat menulis sedikit. Mamanya sudah selesai mandi.
Ya sudah, matikan komputer, terus mandi. Subhanallah, ini memang pagi yang indah.
Rumahku Hijau, Dunia Hijau
Kuawali dari rumahku sendiri..
Beberapa pohon kutanam di depan rumah. Tanah yang tidak seberapa luas. Bahkan bisa dibilang cukup sempit. Tidak apa. Setidaknya saya bisa tanam lengkeng, 2 pohon mangga, dan jambu air. Di dalam pot saya tanam juga pohon sawo, 3 pohon rambutan, dan anggur.
Pohon lengkeng dan mangga sudah cukup besar. Rumahku jadi rindang. Panas matahari yang menyengat tak berasa. Kini telah menjadi lebih sejuk. Lengkeng saat ini sedang berbunga. Mudah-mudah akan menjadi buah. Mangga bahkan sudah dua kali berbuah. Wow, rumah yang nyaman.
Beberapa pohon kutanam di depan rumah. Tanah yang tidak seberapa luas. Bahkan bisa dibilang cukup sempit. Tidak apa. Setidaknya saya bisa tanam lengkeng, 2 pohon mangga, dan jambu air. Di dalam pot saya tanam juga pohon sawo, 3 pohon rambutan, dan anggur.
Pohon lengkeng dan mangga sudah cukup besar. Rumahku jadi rindang. Panas matahari yang menyengat tak berasa. Kini telah menjadi lebih sejuk. Lengkeng saat ini sedang berbunga. Mudah-mudah akan menjadi buah. Mangga bahkan sudah dua kali berbuah. Wow, rumah yang nyaman.
Sabtu, 14 Maret 2009
Alkisah 3 Masjid
Alkisah tentang 3 buah masjid yang ada di suatu komplek perumahan. Ketiga masjid itu, mari kita sebut saja Ar Rahmah, An Nur, dan Al Jannah.
Banyak kesamaan ketiganya, di antaranya semua dibangun dengan swadaya umat, ketiganya terletak di satu komplek perumahan yang sama, ketiganya berada di klaster dan sangat dekat dengan rumah warga. Masing-masing masjid terletak di klaster 1, 2, dan 3.
Yang membedakan ketiganya barangkali hanyalah suasananya. Masjid 1 dan 2, boleh juga kita sebut saja begitu, sangat dekat dengan alam. Kedua masjid ini terbuka. Dengan pepohonan yang mengelilingi, maka berada di dalam masjid akan berasa adem. Sejuk. Juga terang benderang. Tidak dibutuhkan tambahan cahaya lampu pada siang hari.
Itulah yang membedakan dengan masjid 3. Masjid ini tertutup rapat. Bahkan sangat rapat. Walaupun sama-sama dikelilingi dengan pepohonan, bahkan dibandingkan dengan masjid 1 dan 2, pepohonannya jauh lebih rimbun, tetapi berada di dalam masjid ini akan merasa panas dan pengap. Dibutuhkan 5 unit pendingin ruangan agar masjid terasa sejuk. Dibutuhkan sekian banyak lampu agar masjid ini terlihat terang. Bisa dibayangkan, dibutuhkan biaya mahal untuk membayar biaya listrik. Maka dana zakat, infaq dan sadaqah akan lebih banyak dibayarkan ke PLN daripada ke anak yatim atau fakir miskin.
Bahkan untuk sholat subuh pun, di mana udara pagi masih sangat dingin, kelima AC harus menyala agar di dalam masjid tidak panas.
Memang beginikah seharusnya sebuah masjid di jaman modern ini? Mungkin ini tuntutan modernitas supaya umat yang di rumah masing-masing sudah terbiasa dengan pendingin ruangan akan betah dan datang lagi datang lagi ke masjid? Bisa jadi.
Saya pernah berandai-andai. Andai Baginda Nabi menyaksikan ketiga masjid ini, saya sangat yakin beliau tidak akan mau lagi sholat di masjid yang ber-AC ini.
Wallohu a'lam bishawab.
Banyak kesamaan ketiganya, di antaranya semua dibangun dengan swadaya umat, ketiganya terletak di satu komplek perumahan yang sama, ketiganya berada di klaster dan sangat dekat dengan rumah warga. Masing-masing masjid terletak di klaster 1, 2, dan 3.
Yang membedakan ketiganya barangkali hanyalah suasananya. Masjid 1 dan 2, boleh juga kita sebut saja begitu, sangat dekat dengan alam. Kedua masjid ini terbuka. Dengan pepohonan yang mengelilingi, maka berada di dalam masjid akan berasa adem. Sejuk. Juga terang benderang. Tidak dibutuhkan tambahan cahaya lampu pada siang hari.
Itulah yang membedakan dengan masjid 3. Masjid ini tertutup rapat. Bahkan sangat rapat. Walaupun sama-sama dikelilingi dengan pepohonan, bahkan dibandingkan dengan masjid 1 dan 2, pepohonannya jauh lebih rimbun, tetapi berada di dalam masjid ini akan merasa panas dan pengap. Dibutuhkan 5 unit pendingin ruangan agar masjid terasa sejuk. Dibutuhkan sekian banyak lampu agar masjid ini terlihat terang. Bisa dibayangkan, dibutuhkan biaya mahal untuk membayar biaya listrik. Maka dana zakat, infaq dan sadaqah akan lebih banyak dibayarkan ke PLN daripada ke anak yatim atau fakir miskin.
Bahkan untuk sholat subuh pun, di mana udara pagi masih sangat dingin, kelima AC harus menyala agar di dalam masjid tidak panas.
Memang beginikah seharusnya sebuah masjid di jaman modern ini? Mungkin ini tuntutan modernitas supaya umat yang di rumah masing-masing sudah terbiasa dengan pendingin ruangan akan betah dan datang lagi datang lagi ke masjid? Bisa jadi.
Saya pernah berandai-andai. Andai Baginda Nabi menyaksikan ketiga masjid ini, saya sangat yakin beliau tidak akan mau lagi sholat di masjid yang ber-AC ini.
Wallohu a'lam bishawab.
Kamis, 12 Maret 2009
Bakmi Mas Pong
Pernah dengar nama Bakmi Mas Pong? Pernah menikmati lezatnya mi goreng atau mi rebusnya?
Kalau belum, cobalah. Insya Allah tidak akan menyesal.
Menu yang tersedia memang hanya bakmi jawa goreng dan bakmi rebus. Menu tambahannya hanya wedang ronde. Tapi dua pilihan itu saja cukup. Yummy banget deh..
Lokasinya ada di jalan raya Pondok Cabe, Ciputat, Tangerang. Tidak jauh dari lapangan terbang Pondok Cabe. Sekitar 100 meter dari KFC atau supermarket Superindo yang ada di jalan raya Pondok Cabe.
Nama Mas Pong adalah juru masaknya. Ada Mas Pong, maka sudah cukup itu menjadi jaminan kelezatan. Bahkan anak saya, Estu Kresnha, yang sekolah di NFBS (mondok di asrama di Anyer) sering kali pesen minta dibawakan mie Mas Pong.
Sayang, bukanya hanya sore sampai malam hari. Hari Selasa libur.
Kalau belum, cobalah. Insya Allah tidak akan menyesal.
Menu yang tersedia memang hanya bakmi jawa goreng dan bakmi rebus. Menu tambahannya hanya wedang ronde. Tapi dua pilihan itu saja cukup. Yummy banget deh..
Lokasinya ada di jalan raya Pondok Cabe, Ciputat, Tangerang. Tidak jauh dari lapangan terbang Pondok Cabe. Sekitar 100 meter dari KFC atau supermarket Superindo yang ada di jalan raya Pondok Cabe.
Nama Mas Pong adalah juru masaknya. Ada Mas Pong, maka sudah cukup itu menjadi jaminan kelezatan. Bahkan anak saya, Estu Kresnha, yang sekolah di NFBS (mondok di asrama di Anyer) sering kali pesen minta dibawakan mie Mas Pong.
Sayang, bukanya hanya sore sampai malam hari. Hari Selasa libur.
Langganan:
Postingan (Atom)